Ohm | 06

1K 112 39
                                    

Nanon tidak bergegas menyusul ketika aku meninggalkannya sendirian di balkon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nanon tidak bergegas menyusul ketika aku meninggalkannya sendirian di balkon. Bahkan ketika aku sudah membersihkan diri dan naik ke tempat tidur, Nanon masih saja asik berkutat dengan ponselnya.

Aku hanya bisa menebak-nebak dengan siapa dia sedang bertukar pesan. Tapi jika itu Chimon atau Perth, mereka pasti sudah menyampaikannya padaku. Jika itu orang lain, aku hanya bisa berharap itu Mark. Karna selain dari tiga nama yang kuharapkan itu, Nanon bisa saja sedang digoda atau menggoda orang lain.

Aku benci menerima kenyataan bahwa Nanon orang yang senang bergaul dan sangat mudah disukai oleh banyak orang. Meski hanya ada beberapa nama yang benar-benar bisa dibilang dekat dengannya, tapi dia bisa bersikap baik pada banyak orang sekaligus dengan keramahan yang sama rata. Daya tariknya yang seperti itulah yang membuat orang-orang di sekitarnya terkadang sulit membedakan apakah perasaannya memang spesial atau biasa saja.

Seperti aku contohnya. Sejak dia datang kepadaku dan tak ingin aku meninggalkannya pulang ke Chiang Mai, kupikir hatinya sudah mulai melunak. Kupikir aku benar-benar punya peluang untuk menjadi orang spesial di hatinya. Tapi ternyata baginya aku tidak lebih dari sekedar teman saja. Mengingat pernyataannya tentang itu pada Chimon tadi malam kembali membuat dadaku berdenyut.

Aku sudah meninggalkan pekerjaanku di Chiang Mai. Satu-satunya aktivitas yang bisa mengalihkan pikiranku dari Nanon tak lagi kumiliki. Tak ada yang bisa aku lakukan jika aku meninggalkannya sekarang dan kembali ke rumah.

Kriet...

Kupejamkan mataku segera ketika kudengar suara pintu geser yang memisahkan balkon dengan kamar kami sedang ditutup. Akhirnya Nanon selesai juga dengan ponselnya.

Kutebak dia sedang membersihkan diri kemudian berganti pakaian karena kudengar suara pintu kamar mandi dan lemari yang dibuka lalu ditutup kembali. Rutinitas yang memang sudah biasa kami lakukan sebelum tidur.

Aku masih terjaga ketika Nanon menaiki ranjang tempat tidur kami dan menarik selimut yang sudah kugunakan untuk turut menyelimuti setengah tubuhnya.

"Ohm... Apa kau sudah tidur?" Bisiknya pelan.

Malas! Aku tidak ingin menjawab. Semakin dia mendekat, semakin pula kupejamkan mataku rapat-rapat. Berusaha memekakkan telinga. Apapun yang akan dia katakan, aku tidak lagi mau mendengar. Terserah!

"Ohm..."

Dia membisikkan namaku lagi. Kali ini tubuhnya menempel pada punggungku yang memang sengaja kusuguhkan. Jangan harap aku mau melihat wajahnya malam ini. Dua orang teman tidak tidur dengan berpelukan atau saling mendekap satu sama lain sampai pagi. Memunggunginya adalah hal yang paling tepat untuk kulakukan.

"Ohm... Maaf..."

Suaranya yang lirih dan lembut terdengar sangat dekat di telinga. Detik berikutnya kurasakan Nanon menempelkan pucuk hidungnya ke leherku, dan memberikan satu kecupan di sana.

ONLINE (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang