Satu mingguku berlalu dengan indah bersama Nanon yang tidak pernah lagi meragukan hubungan kami. Bertepatan dengan hari liburnya, hari ini dia bersedia memenuhi undanganku untuk ikut ke acara lelang saham di kantor P'Win.
Oh, tidak. Sebenarnya hari libur Nanon masih besok dan lusa. Aku tahu diam-diam dia menukar jadwalnya dengan P'Bright demi untuk bisa pergi bersamaku. Rutinitas memeriksa ponsel Nanon masih tetap aku lakukan setiap malam. Memeriksa riwayat panggilan, serta membaca setiap obrolan online-nya.
Jangan bilang keterlaluan, aku hanya berjaga-jaga. Jatuh cinta dengan Nanon berarti aku harus siap dengan segala konsekuensi untuk bersaing dengan para gadis juga laki-laki. Meski Nanon tidak menunjukkan indikasi ada hal yang berbeda dari para Prajurit Moonlight, tapi siapa yang bisa menjamin tidak akan ada satu atau dua di antara mereka yang gay, kan? Aku tidak mau mengambil resiko kehilangan atau diselingkuhi.
"Apakah menurutmu dia akan tahu?"
"Hmm?"
"P'Win. Tentang kita." Ia merebahkan kepalanya pada sandaran kursi dan menghadap ke arahku yang sedang mengemudi.
Aku mengerti kekhawatiran Nanon karena sebenarnya aku pun mengkhawatirkan hal yang sama dengannya.
"Semoga tidak-." Bahaya kalau bisa sampai ke telinga Phoo-ku.
Tapi kalimatku tidak kulanjutkan. Aku tidak mau Nanon merasa ragu lagi pada apa yang sudah kami miliki sampai hari ini.
Aku senang dia sudah menyadari jika hubungan kami tidak bisa dikatakan hanya sekedar teman lagi. Dan aku tidak mau merusak tatanan rapi yang sudah dengan susah payah kunanti dengan penuh kesabaran berbulan-bulan ini.
"Sebenarnya apa yang kamu ceritakan sampai P'Win memintamu untuk mengajakku?"
"Dia hanya bertanya kenapa aku tidak pernah datang ke rumahnya jika aku sudah cukup lama di Bangkok. Kubilang karena aku tinggal dengan seorang teman. Dia hanya ingin kenalan. Aku jarang punya teman, apalagi sampai memutuskan tinggal bersama."
"Teman?" Kedua alis Nanon terangkat bersamaan.
Ah! Aku mengerti maksudnya. Biasanya aku yang selalu melayangkan protes ketika Nanon menyebut kami berdua hanya teman. Kini ketika giliranku yang aku menyebut kami teman, aku bisa mengerti bagaimana perasaan Nanon.
Kuraih tangannya dengan satu tanganku yang bebas dari lingkaran kemudi untuk kubenamkan dalam genggaman. Kubelai lembut punggung tangannya dengan jemari besarku. "Kamu tahu maksudku bukan begitu."
"Iya... Aku hanya menggodamu." Kulirik Nanon yang ternyata sedang mengulas senyum. Senyum berlesung pipi yang selalu menjadi kegemaranku. "Tapi aku penasaran, apakah kita masih akan terlihat seperti teman di mata orang lain?"
"Aku pintar menyembunyikan perasaanku." Meskipun aku tidak yakin apakah keahlianku ini masih tetap berlaku di mata Phi-ku sendiri.
"Ah, ya. Kau memang pin-tar menyembunyikan perasaanmu. Sa-ngat pin-tar." Ada nada sarkastik dari cara bicara Nanon karena dia menekan setiap kata-katanya. Membuatku berpikir dia sedang kembali mengingat-ingat kesalahanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLINE (OhmNanon)
FanfictionDi tengah keraguan hubungan jarak jauh Nanon dengan pacar online-nya, Ohm Pawat datang dengan segala sifat dinginnya. Sosok teman baru yang ternyata sangat mendukung kesetiaan dalam hubungan jarak jauh. Namun tanpa Nanon ketahui, telah tersembunyi s...