Dia memelukku.
Nanon memelukku. Bahkan setelah dia mengetahui siapa aku. Di dalam bilik karaoke yang hanya cukup untuk dua orang ini, kami saling berpelukan dan menangis bersama. Kami merasakan kesedihan yang sama meski isaknya yang lebih terdengar pilu, karena aku kurang pintar mengekspresikan emosiku.
Tadinya aku ingin menyimpan rahasia ini rapat-rapat dan membiarkan Nanon kembali ke Bangkok tanpa jawaban. Lalu aku lah yang kemudian akan hadir dan berperan sebagai teman yang menemani dan mendukungnya untuk bangkit dari patah hatinya. Tapi melihatnya bernyanyi sambil menangis seperti tadi, rasanya hatiku bagai teriris sampai ke urat nadi.
Aku membawanya ke tempat ini untuk menghiburnya. Untuk mengalihkan rasa sedihnya akibat putus cinta dari seorang gadis fiktif bernama Baifern yang aku ciptakan. Aku lah yang telah membuatnya menderita, tapi aku pula yang tidak sanggup melihatnya menderita.
Tadinya aku tidak lagi peduli jika dia akan memukuliku habis-habisan setelah aku mengaku. Yang kuinginkan hanyalah dia berhenti menangis, karena aku sungguh tidak sanggup melihatnya. Tapi bukannya pukulan yang kudapat, justru pelukan hangat lah yang kuterima.
Bagaimana kekasihku ini bisa tetap bersikap baik setelah apa yang aku lakukan padanya? Aku telah menipu dan membohonginya selama delapan bulan lamanya. Bukankah tidak pantas untuk aku menerima kehangatannya?
"Kenapa...?" Tanya Nanon setelah pelukan kami terlepas.
Tidak. Jangan memintaku untuk menengadah melihat wajahnya. Aku tidak sanggup memandang matanya yang basah dan membengkak akibat keegoisanku. Aku sungguh tidak sanggup.
"Ohm..."
Aku tetap bergeming. Dari sekian banyak ketakutan, aku paling takut Nanon akan membenciku. Aku tidak siap jika harus menerima pandangan kebencian darinya.
"Ohm... Lihat aku."
Tidak. Aku tidak mau melihat wajahmu, itu akan membuatku semakin takut dan merasa bersalah!
"Bunny Bee..." Panggilnya lirih.
Oh, My Lil Prince...
Mendengarnya memanggilku dengan sebutan itu secara langsung di hadapanku seperti ini, membuatku melemah tak berdaya. Aku seperti kehilangan kewarasanku.
Dia tidak tahu betapa aku menahan diri sejak hari pertama kami bertemu. Untuk tidak segera menyentuh dan memeluknya selayaknya seorang kekasih melepas rindu. Aku tidak ingin dicap menjadi seorang teman yang lancang melakukan sentuhan fisik saat pertama kali mengenal. Nanon tidak pernah tahu betapa aku ingin melakukannya, bahkan sampai detik ini setiap kali dia ada di hadapanku dan menunjukkan sikap manisnya seperti ini.
"Jadi... Apa yang kita miliki selama delapan bulan ini, semua itu tidak nyata?"
Pertanyaannya membuatku menggeleng dengan cepat. Tidak, tidak semua yang pernah aku katakan adalah kebohongan. Perasaanku nyata. Aku sungguh-sungguh ketika mengatakan aku mencintainya. Aku benar-benar jatuh hati padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLINE (OhmNanon)
FanfictionDi tengah keraguan hubungan jarak jauh Nanon dengan pacar online-nya, Ohm Pawat datang dengan segala sifat dinginnya. Sosok teman baru yang ternyata sangat mendukung kesetiaan dalam hubungan jarak jauh. Namun tanpa Nanon ketahui, telah tersembunyi s...