Aku terbangun akibat satu pergerakan kecil di sekitar kakiku. Sebuah gesekan lembut antara kulitku dengan milik seseorang yang berbagi ranjang denganku. Mataku terbuka dan memandangi paras indah di hadapanku. Rasanya ini seperti mimpi, melihat Nanon terlelap tepat di depan wajahku. Dia membenarkan posisi tidurnya, mendekap lebih erat satu guling ke dalam pelukan. Sementara satu guling lainnya yang terbujur lebih dekat denganku tidak berpindah dari tengah-tengah kami semalaman.
Aku lemah. Hatiku sangat sulit diajak bekerjasama. Melihat dia tidur seperti bayi, jantungku menunjukkan tanda-tanda kehidupan dengan berdetak lebih kencang, kegirangan tak karuan. Bagai mematung, aku melewatkan beberapa menitku yang berharga dengan tercengang selama beberapa saat.
Jika Dumbbell-ku bisa bicara dan bergerak sendiri, bisa-bisa dia akan melayangkan protes dan memukuli kepalaku karena menomor-duakannya. Sudah dua hari ini rutinitas oalahraga pagiku terganggu. Kedatangan Nanon membuatku mau tak mau harus fokus pada kebohongan yang aku bangun sendiri dan berpura-pura untuk berusaha membantu memecahkannya. Kini tak perlu lagi menahan diri, aku sudah bebas menunjukkan siapa dan bagaimana sebenar-benarnya diriku.
Setelah mencuci muka dan berganti pakaian, aku melakukan pemanasan di beranda terbuka tempatku biasa berolahraga. Selama sekitar 20 menit aku habiskan dengan berlari di atas mesin Treadmill elektrik pemberian P'Win. Sepuluh menit berikutnya aku habiskan waktu dengan mengangkat beban. Aku masih berkonsentrasi untuk meneruskan sepuluh menit berikutnya bersama Dumbbell kesayanganku ketika kudengar sebuah suara berseru di belakang punggungku.
"Sedang berlagak keren rupanya!"
Ketika menoleh, kudapati Nanon sudah berdiri sedikit miring dengan satu sisi tubuhnya bertumpu pada bingkai pintu. Aku menurunkan Dumbbell 15kg dari kedua tanganku lalu menjatuhkan punggungku pada sandaran kursi untuk menetralkan napasku sesaat sebelum berjalan menghampirinya.
"Siapa yang berlagak keren?" Tanyaku sembari menyambar selembar handuk kecil untuk mengelap keringatku sebelum sampai di hadapan Nanon. Aku tidak mau terlihat kotor dan berantakan saat di dekatnya.
"Kamu."
"Hmm?" Aku berdiri sekitar satu meter darinya dan melanjutkan kegiatanku mengelap keringat.
"Kenapa tiba-tiba berolahraga jika tidak sedang berlagak keren?!"
"Mesin Treadmill itu tidak tiba-tiba ada di sana. Aku cukup sibuk dua hari kemarin sampai tidak sempat berolahraga. Ini bukan sesuatu yang kulakukan dengan tiba-tiba, sudah biasa." Jelasku terbuka.
Dia tidak menyahut lagi, bibir bawahnya mencebik lucu dan matanya diarahkan memutar masa bodoh. Aku yang tidak ingin memperdebatkan tuduhan sepelenya berpikir untuk lebih baik pergi membersihkan diri.
"Aku mandi dulu di bawah, kamu bisa gunakan kamar mandi di kamar." Kataku tenang seraya berjalan melewatinya.
Dari pantulan kaca pintu, aku melihat Nanon memutar kepalanya mengikuti arah kepergianku. Diam-diam aku berharap hatinya mulai luluh dan bisa terbuka untuk mencintai wujud asliku sebagai seorang laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLINE (OhmNanon)
FanfictionDi tengah keraguan hubungan jarak jauh Nanon dengan pacar online-nya, Ohm Pawat datang dengan segala sifat dinginnya. Sosok teman baru yang ternyata sangat mendukung kesetiaan dalam hubungan jarak jauh. Namun tanpa Nanon ketahui, telah tersembunyi s...