Aku Memaafkanmu

62 6 0
                                    

Aku Memaafkanmu

Rerumputan taman menari mengikuti desiran angin siang. Daffin duduk seorang diri di kursi taman kota yang terbuat dari kayu. Ia seakan terhanyut dengan buku yang ia baca hingga tak memperdulikan orang-orang yang berlalu lalang. Daffin melihat jam tangan yang ia kenakan. Waktu yang menunjukkan bahwa akan masuk waktu dzuhur. Ia langsung menutup buku yang dibacanya.

Saat berjalan menuju masjid, langkahnya terhenti saat melihat bunga yang tertanam sangat indah. Bunga yang tak mudah terlihat oleh mata karena tersembunyi dibalik rerumputan.

Bunga mawar putih yang sangat indah dengan duri-duri di tangkainya. Bunga mawar itu menarik perhatian Daffin yang membuatnya teringat akan sosok wanita yang pernah hadir dalam hidupnya.

Sosok wanita shalihah yang telah mengajari arti kehidupan kepadanya. Ia melihat langit yang sangat cerah dengan warna birunya, "aku merindukanmu, Zahra" lirihnya.

Daffin kembali melangkahkan kakinya yang sempat terhenti, namun ada yang membuatnya kembali menghentikan langkahnya. Ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya, yang membuatnya merasa aneh.

Ketika Daffin berjalan, orang yang berada di belakangnya ikut berjalan. Dan ketika Daffin menghentikan langkahnya, orang itu juga menghentikan langkahnya. Daffin melihat kesumber suara itu. Betapa terkejutnya Daffin ketika melihat sosok wanita yang sangat cantik dengan kerudung panjang warna biru yang dia kenakan.

Jantung Daffin berdegup kencang. Hati dan pikirannya kembali mengingat sosok wanita yang sangat ia cintai. "Zahra" ucap Daffin pelan. Sosok wanita itu hanya tersenyum sambil memberi anggukan lalu menunduk.

"Astagfirullah...apa yang aku pikirkan? Dia bukan Zahra" dalam hati Daffin.

"Rayna, mengapa kau mengikuti langkahku?" Tanya Daffin penasaran.

"Maaf. Aku hanya merasa tak nyaman jika nanti aku mendahuluimu berjalan."

"Aku mengerti. Kau juga akan ke masjid?"

"Iya, sekarang jadwalku mengajar. Jadi sekalian aku shalat disana."

"Tapi, ini masih terlalu siang. Sedangkan mengajar masih dimulai usai shalat ashar."

"Usai kuliah, aku diajak temanku makan di sekitar sini. Karena dekat dengan masjid, jadi aku sekalian saja berjalan. Jika aku pulang bersama temanku, aku masih harus kembali lagi pakai transportasi umum. Jadi lebih baik aku menunggu di masjid. Tidak apa, jika harus lama menunggu anak-anak. Aku akan menunggu mereka sambil mengerjakan tugas."

"Boleh aku menemanimu di masjid?"

"Nggak usah. Nggak baik berduaan."

"Iya, aku tahu. Maksudku aku akan menemanimu menunggu anak-anak di masjid dan aku nggak akan berada di sampingmu. Aku tetap berada di masjid dan tetap menjauhimu. Lagian masjid juga ada pembatas antara lelaki dan wanita. Kita tak akan berdua karena masjid besar itu juga hampir tak pernah sepi dari orang-orang setiap waktunya. Kadang ada juga orang yang beristirahat di masjid. Dan, jika tugasmu belum selesai. Aku yang akan menggantikanmu mengajar."

Rayna langsung merasa malu karena sudah salah paham memaknai kata "menemanimu." Hati Rayna berdesir. Desiran sempurna, yang hanya ia sendiri yang merasakannya.

Rayna tak berucap apapun, ia hanya mengangguk. Daffin tersenyum dan kembali melangkahkan kakinya menuju masjid.

Rayna fokus mengerjakan tugasnya. Sedangkan Daffin melanjutkan membaca buku. Tiba-tiba Daffin teringat mengenai Hafsah. Ia menghampiri Rayna, namun duduk diantara pembatas masjid.

"Rayna, apa kau sedang mengerjakan tugas?" Tanya Daffin di balik pembatas masjid.

"Iya. Ada apa?"

"Maaf mengganggumu. Aku ingin bertanya mengenai Hafsah. Beberapa kali ia tak bisa mengajar, dan digantikan olehku. Waktu aku bertanya kepada Hafsah, ia hanya mengatakan sedang sibuk dan meminta maaf padaku. Aku ingin tahu, sebenarnya apa yang terjadi padanya?"

Melukiskan Cita & Cinta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang