Rasa Cinta yang Mendalam

51 7 0
                                    

Rasa Cinta yang Mendalam

"Sebaiknya kau mengatakan kepada ibumu, bahwa kau mencintai Syabil. Atau bertanya langsung kepada Syabil soal perempuan itu." Rayna sudah tak tega melihat sahabatnya yang sering melamun dan tak selera makan. "Hafsah, kau mendengarkanku, kan?"

Hafsah tak membalas perkataan Rayna. Dia hanya terdiam. Menatap kosong nasi yang berada dihadapannya. Ia memikirkan hari esok. Hari dimana ia harus memberikan jawaban.

"HAFSAH..." ucap Rayna sedikit keras.

Hafsah mulai merespon, meski hanya dengan menatap Rayna. "Hafsah, tolong makanlah. Jaga kesehatanmu. Ibumu akan sedih, jika melihat kondisimu. Dan satu lagi, kau hanya perlu jujur dengan perasaanmu, Hafsah."

"Aku harus bagaimana, Ra? Selama enam hari ini, aku menghindar dari Syabil . Dan aku menjadi sedikit tak yakin dengan hasil istikharahku. Dan besok aku harus memberi jawaban." Sepasang mata Hafsah menampakkan kesedihan.

"Kenapa kau tak yakin? Apakah kau juga menyukai Kak Vian?"

"Deg.." Hafsah kaget mendengar pertanyaan dari Rayna. "Aku hanya tak yakin dengan perasaanku. Bukan berarti aku menyukai Vian."

"Maafkan aku sudah berkata seperti itu, Hafsah. Lalu apa yang membuatmu tak yakin? Kau hanya perlu jujur mengatakan semuanya. Jika kau memang tak ingin menikah dengan Kak Vian, maka katakan. Jika kau masih banyak pikiran mengenai Syabil, maka utarakan. Jangan kau simpan dan menyiksa dirimu."

"Aku merasa dihadapkan dengan dua pilihan yang rumit. Aku memang mencintai Syabil. Tapi, selama enam hari ini, terjadi sesuatu yang bahkan aku sendiri tak mengerti.

"Allah seakan merancang setiap pertemuanku dengan Vian yang tanpa sengaja. Skenario Allah, siapa yang tahu? Tentu tak ada siapa yang mengetahuinya. Waktu aku berangkat kuliah, tiba-tiba terbersit tanpa aku pikirkan. Meski hanya sebuah bersitan, Allah seakan langsung mengabulkannya tanpa aku berucap. Aku tak menyalahkan hati dan juga pikiranku yang terkadang terbersit bahwa aku akan bertemu dengan Vian. Vian tiba-tiba hadir di belakangku dan mengucapkan namaku. Aku tersentak. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat dan yang kudengar.

"Bersitan itu tak hanya sekali, namun sering hadir pada diriku. Malam itu, tak ada bersitan atau memikirkan Vian. Aku berjalan seorang diri, tak memperdulikan orang-orang yang berlalu lalang. Tiba-tiba langkahku melambat. Aku melihat Vian keluar dari masjid bersama Daffin. Aku berada di belakang mereka yang hanya selisih sekitar tujuh langkah kecilku. Mereka tak ada yang melihatku.

"Aku kembali bertanya-tanya, mengapa Allah melakukan hal itu semua padaku? Apakah ini ujian bagiku? Atau petunjuk dari Allah?" Butiran bening mengalir dari mata indahnya.

Rayna yang mendengar, membuatnya kebingungan sekaligus bersedih melihat sahabatnya. Ia mencoba menenangkan Hafsah.

"Kau jujur saja mengenai perasaanmu kepada Syabil dan mengatakan kepada Kak Vian, jika kau tak ingin menikah dengannya. Kau juga harus mengatakan semuanya pada ibumu. Kau masih bisa melakukan semua itu sebelum memutuskan. Besok temuilah Syabil. Katakan padanya."

Hafsah hanya terdiam.

***

Hafsah memutuskan untuk bertemu Syabil dan mengatakan mengenai perasaannya. Beberapa langkah keluar dari gedung kampus, Hafsah melihat Syabil duduk di tempat biasanya.

"Syabil, aku ingin berbicara denganmu."

Tatapan Syabil yang awalnya fokus dengan laptop dihadapannya, lantas mengalihkan pandangan ke sumber suara. Suara yang seakan telah lama tak mendengarnya. "Ada apa, Hafsah?"

"Kau sedang fokus dengan skripsi?"

Syabil mengangguk bersamaan dengan menutup laptopnya.

"Maaf jika aku mengganggumu."

Melukiskan Cita & Cinta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang