"Mama."
Belati di tangan Wonwoo jatuh, bersamaan dengan jatuhnya setetes air mata. Perlahan tapi pasti, warna merah pada lensanya memudar. Wonwoo memeluk erat Sunoo di dalam dekapannya. Rubah itu tak memedulikan apa pun, termasuk wujud Sunoo saat ini. Dia terisak, mempererat pelukan, seolah Sunoo akan diambil orang lain lagi.
"Sunoo. Mama datang ke sini untuk menjemputmu. Jangan takut, Mama ada di sini," bisik Wonwoo merasakan seluruh tubuh Sunoo bergetar.
Sunoo menangis, sampai matanya memerah. Dia menyembunyikan wajahnya di dekapan Wonwoo, dengan suara yang bergetar, "Mama manusia itu jahat. Mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri. Apa kita tak bisa hidup tenang di dunia ini? Salah kita apa? Kenapa mereka membenci kita?"
"Lalu Papa? Papa bilang dia ingin membahagiakanku, tapi kenapa aku harus hidup di tubuh gadis ini? Kenapa aku tidak bisa hidup di tubuhku sendiri? Apa wujud asliku terlalu menakutkan, sampai Papa merasa jijik?" tanya Sunoo pada Wonwoo.
"Dia membuangku! Lalu setelah mengetahui putri cantiknya, bukan anak kandungnya, dia mengincarku!" gerutu Sunoo dengan kening mengernyit.
Sunoo tak bisa menahan rasa kecewa di hatinya. Pikirannya memusing, bersamaan dengan dadanya yang menyesak. Sunoo tak bisa diam, setelah bertemu dengan sang ibu. Dia menumpahkan semua beban pikirannya, pada Wonwoo. Sampai sang ibu, akhirnya mengusap lembut surai Sunoo.
Satu fakta baru, baru saja diketahui Wonwoo. Dia menyentuh wajah sang putri, kemudian memastikan, "Sunoo bilang apa? Wonyoung bukan anak kandung Kim Mingyu?"
Sunoo mengangguk. "Setiap hari, mereka memerintahkan Wonyoung, supaya hidup anggun sesuai dengan aturan keluarga Kim. Hal itu dilakukan agar semua orang percaya bahwa Wonyoung adalah pewaris. Namun, ketika Wonyoung melakukan sedikit kesalahan saja, mereka menghukumnya bahkan tak segan untuk menjambaknya."
"Aku tak sanggup hidup sebagai gadis ini. Bawa aku pergi Mama! Bawa aku pergi!" desak Sunoo.
Semua perkataan Sunoo dicerna Wonwoo sedikit demi sedikit. Dia sebenarnya masih ingin menanyakan hal pada Sunoo. Namun, dilihat dari kondisi mental Sunoo yang tertekan, Wonwoo tak ingin memaksa anaknya untuk mengingat-ngingat hal yang menyakiti pikirannya.
Wonwoo mengambil belati yang ada di lantai. Dia seharusnya berani menancapkan belati itu, seperti yang dilakukan Mingyu dulu. Namun, suara isak tangis dan semua pengakuan Sunoo, membuat hati Wonwoo melemah. Siapa ibu yang tega, menghabisi anaknya sendiri? Padahal Wonwoo bahkan tak pernah melukai Sunoo sedikit pun.
Sunoo terdiam melihat Wonwoo memegangi sebuah belati. Dia memelototkan mata, kemudian menggenggam erat tangan Wonwoo. "Ayo, lakukan, Ma. Bawa kembali jantungku, dan kita hidup bahagia lagi."
"Ayo lakukan, Ma!" desak Sunoo.
Kepala Wonwoo menggeleng. Sejahat-jahatnya sifat siluman rubah, Wonwoo tak bisa melukai harta kecilnya. "Mama tak bisa menyakitimu di sini. Lebih baik, Mama membawamu pada Siluman kura-kura, supaya dia bisa memindahkan jantungmu tanpa harus merasakan sakit, ya?" tanya Wonwoo.
Sunoo awalnya tak setuju, dia ingin segera keluar dari tubuh ini. Namun, Wonwoo kembali memperingati, "Mama mendengar suara langkah kaki Kim Mingyu ke arah kita. Tak ada banyak waktu untuk pergi dari sini. Sebelum Mama mengambil jantungmu, pria itu sudah pasti akan menghentikan Mama."
"Tunggulah besok. Mama janji, akan datang kemari menyiapkan semua yang dibutuhkan, agar kepergianmu dari tempat ini tak diketahui siapa pun," janji Wonwoo.
"Tapi aku takut tinggal di sini," ucap Sunoo.
Wonwoo langsung mengusap air mata Sunoo. "Siluman rubah itu kuat, tapi kita tak memiliki kuasa pada rumah yang dijaga oleh arwah leluhur. Bagaimana pun juga, rumah ini bukan daerah kekuasaan kita."
"Mama tak ingin, pria itu semakin menjauhkan kita. Jadi Mama mohon, tolong mengertilah," pinta Wonwoo sembari menggenggam erat tangan Sunoo.
Pada akhirnya pintu kamar terbuka, menampilkan Mingyu yang tergesa-gesa masuk ke kamar. Di belakangnya ada Saerom yang membuntuti, sementara Wonwoo langsung berdiri dari duduknya, setelah berhasil meyakinkan Sunoo untuk berpura-pura tidur.
"Bagaimana kondisi putriku?" tanya Mingyu pada Wonwoo.
Wonwoo dengan tenang menjawab, "Dia baik-baik saja. Tak ada masalah yang harus Anda khawatirkan. Hanya saja...."
"Hanya saja kenapa?!" tanya Saerom.
"Lebih baik kalian tidak mengekangnya di dalam kamar ini. Dia membutuhkan lebih banyak udara untuk bernapas, setelah menahan napas di air dalam waktu yang cukup lama, " lanjut Wonwoo.
"Aku akan memberinya resep obat, supaya kalian bisa membelikannya obat yang tepat," pesan Wonwoo sebelum menghilang dari balik pintu.
Mingyu mengangguk mengerti, begitu juga dengan Saerom yang berniat menyentuh rambut Wonyoung. Namun, sebelum tangannya mendarat, Mingyu sudah lebih dulu menghempaskan tangannya. Dia memperingati, "Jangan sentuh putriku. Jika kau masih mempunyai niat untuk memanfaatkannya."
•••
Jarum jam menunjuk pukul 10 malam. Setelah memeriksa kondisi putrinya, Mingyu pergi. Lalu tamu tak diundang, datang untuk menjenguk Sunoo. Atas permintaan Tuan dan Nyonya Park, Sunghoon harus rela mengorbankan waktu berharganya untuk mengantarkan cincin keluarga Park pada calon istrinya.
Sunghoon ingin menolak, lagi pula kegelapan sudah melapisi langit. Namun, lagi-lagi Sunghoon tak bisa menolak, setelah kedua orang tuanya menitipkan obat untuk kesembuhan calon menantu mereka.
"Aku datang ke sini untuk memberimu cincin keluarga Park. Julurkan jemarimu," pinta Sunghoon.
Sunoo terduduk di ranjang, dengan pandangan kosong ke depan. Sejak Sunghoon masuk, tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir Sunoo. Semua air mata Sunoo sudah surut, begitu juga dengan hatinya yang mulai membeku. Sunoo tak tahu, apa yang harus dia lakukan selain menunggu kedatangan sang ibu.
Waktu terbuang, hanya untuk mengamati Sunoo yang terdiam seperti patung. Sunghoon mengeluarkan napas panjang, dia akhirnya mengambil jari manis Sunoo, kemudian memasukkan cincin itu. Sunoo menundukkan kepala, dia melihat Sunghoon memasukkan cincin itu tanpa hambatan. "Apa artinya pernikahan?" gumam Sunoo.
Sunghoon mengernyitkan kening, mendengar kata yang terucap di bibir Sunoo. Sunoo melirik ke arah Sunghoon tanpa ekspresi sedikit pun. Dia menunjukkan cincin yang baru saja Sunghoon pasang, kemudian bertanya, "Kau memberikan cincin ini pada siapa?"
"Padaku, atau pemilik tubuh cantik ini?" tanya Sunoo.
Sunghoon tak mengerti apa yang Sunoo maksud. Dia menjawab, "Ibu dan Ayahku memintaku untuk memberikannya padamu."
Seketika Sunoo tertawa kencang. Bukan tawa lucu, melainkan tawa sendu. "Kau tak tahu apa pun tentang gadis ini, tapi berani menikahinya."
Sudut bibir Sunoo perlahan turun ke bawah. Dia bercerita, "Dahulu ada pria yang jatuh cinta pada seorang monster. Walaupun dia tahu wanita yang dicintainya adalah monster, dia tetap menikahinya. Lalu apa yang terjadi? Hubungan pernikahan mereka tak abadi."
"Manusia dan monster memang tak bisa bersama," lanjut Sunoo.
Sunghoon mulai kesal dengan jawaban Sunoo. Dia memelototkan mata, kemudian bertanya, "Apa yang kau ingin sampaikan sejak tadi?! Kenapa kau berbicara berbelit-belit denganku! Cepat katakan intinya secara jelas!" desak Sunghoon.
"Intinya aku bukan manusia, dan aku juga bukan pemilik tubuh ini. Jadi, kau ingin menikahi yang mana? Jiwaku, atau pemilik tubuh cantik ini?" tanya Sunoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTLESS FOX [Revisi] [Sunsun Ft Meanie][✓]
FanficMingyu terpaksa membunuh dan mengambil jantung rubah Sunoo, demi keselamatan putrinya. Kematian Sunoo, membuat Wonwoo berdendam pada pria itu. Wonwoo berniat menghabisi putri Mingyu, tapi arwah Sunoo malah merasuki ahli waris keluarga Kim. Akhirnya...