Terlalu banyak persepsi orang-orang tentang dunia, terlalu banyak yang mudah menghakimi orang lain, tak bisa memandang dari segala macam sudut pandang, tak ada yang berbuat salah... Beberapa orang hanya belum merasakan ada di posisi itu, rasa sakit yang menurut orang lain hanya secuil bisa menjadi duka semesta untuk yang benar-benar menganggap hal itu berharga.
Berapa banyak tangisan lagi?, Berapa purnama harus terlewati? Ombak sudah bosan menerpa kaki jenjang di tepian pantai, nyaris tak berniat bergerak dari tempat itu lagi, Dunk memainkan kakinya nyaris tenggelam di tumpukan kasar pasir putih di bawah permukaan laut,
Mentari yang terik tak menjadi halangan, rindang pohon di pesisir pantai menyertainya, suasana sepi nyaris tak ada suara lain kecuali desiran ombak menerpa ke tepian, dia menatap laut tak berujung, duka belum bosan menerpanya sangat lama, berdatangan waktu demi waktu, orang yang ditunggunya tak kunjung kembali
Habis sudah air mata menangisi kerinduan, harapan yang tinggi telah membuatnya jatuh sangat dalam, sirna tertelan kenyataan pahit, tak ada cinta yang terbalas, itu semua hanya mimpi semu di akhir malam.
Tiga bulan telah berlalu, ombak tak pernah berhenti menabrak batu karang, matahari masih terbit kemudian terbenam, namun dirinya telah tenggelam.. masih terombang-ambing dalam kisah sederhana menjadi dongeng lucu yang akan membuat orang menertawai harapannya.
"Joong aku harus bagaimana?, Apa aku gagal menjadi matahari mu?"
Dia mulai rutin mengunjungi pantai ini, meski datang sendirian, Dunk akan menghabiskan waktu seharian di tepian.. hanya menikmati suara desiran ombak, dia akan merasa tenang, terus-menerus hingga saat matahari tenggelam keadaan berubah.. gelap gulita di pinggiran pantai, dan menuntun langkahnya keluar dari wilayah itu mencari tumpangan pulang
.
.
.
.
.
Satu persatu batang sayuran hijau di potong dengan pisau, Dunk meneliti tiap akarnya agar tak ikut dalam potongan sayur, hingga semuanya selesai... Dia aduk lah berbagai macam jenis sayuran tak lupa bumbu-bumbu yang telah dia sediakan, cukup lama menunggu.. sajian sarapan pagi telah siap,
Dunk sedikit mencicipi untuk memastikan rasa masakan, kepalanya mengangguk pelan "sudah pas.."
"Dunk.."
"Iya bibi Jan ?"
Wanita paruh baya disana nampak tersenyum kecil, menyamankan pelukan di bahu lelaki manis "pergilah nak..."
Ke arah mana pembicaraan ini?, Dunk sedikit bingung "bibi Jan ?, Kenapa?"
"Sampai kapan Dunk akan disini?"
Dia menggeleng pelan, benar-benar tak tau pasti, namun sejak awal dia telah memutuskan akan mengabdi lama di tempat ini, bahkan sampai akhir hayat jika bisa.
"Carilah tempat lain, jangan terus-terusan di sini"
"Bibi Jan tak usah khawatir, Dunk senang ada di tempat ini.."
"Melihat Dunk berkembang, jauh lebih baik dari pada tetap disini, bibi Jan berharap banyak untuk mu nak, pergilah..."
Otaknya membeku, tak dapat menangkap pasti maksud pembicaraan mereka, namun yang jelas bibi Jan menyuruhnya pergi, entah bagaimana dia sendiri tak tau harus pergi kemana?
"Salah satu donatur memiliki toko bunga di bangkok, sudah sejak lama dia meminta salah satu karyawan untuk membantunya, saat kemarin bibi Jan menghubungi, dia bilang masih membutuhkan"
"Tidak.. tidak.. aku tak akan meninggalkan bibi Jan sendirian.."
"Pikirkan ini dengan baik nak..." Wanita itu mengusap bahunya yang kurus, "bawa dirimu pergi dari tempat ini, hentikan semua memori yang membuatmu terpuruk, mulai lah hidup yang menyenangkan dan lebih bebas..., Bibi Jan bisa mengatasi ini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Globe [Joongdunk]18+[END]
Fanfictionombak tak pernah berhenti menabrak batu karang, matahari masih terbit kemudian terbenam, namun dirinya telah tenggelam.. masih terombang-ambing dalam kisah sederhana menjadi dongeng lucu yang akan membuat orang menertawai harapannya. "Joong aku haru...