18

1.1K 102 3
                                    

"atas nama Bangkok Airways, dan seluruh kru, saya ingin berterima kasih kepada Anda atas ikut sertanya dalam perjalanan ini. Kami berharap bisa berjumpa dengan Anda lagi dalam penerbangan dalam kesempatan yang akan datang"

Joong mengusap pipi lelaki yang tertidur di bahunya, nampak wajah manis kesayangannya sangat lelah.. dia menghela nafas panjang, menyesal sekali Dunk tak seharusnya ada di posisi tertekan seperti ini "ayo kita turun, pesawatnya sudah landing.."

Tak ingin sedetikpun Joong melepaskan tautan tangan mereka, bahkan saat Dunk mencoba melepaskan diri, lelaki tegap itu tak mengizinkan, biarkan dia yang memegang barang-barang mereka

Hingga benar-benar keluar dari pesawat, keduanya langsung menaiki taksi yang sudah di pesankan oleh Pond, kebetulan lelaki itu berjanji akan terus mengawasi pergerakan sang tuan, dan bersedia membantu semua fasilitas mereka selama di provinsi yang berbeda.

"Lelah yah.."

Dunk menggeleng, dia mengusap lengan sang kekasih dengan lembut, nampak lelaki tegap itu sangat khawatir "aku tidak lelah.. aku hanya takut dengan tuan dan nyonya Aydin, mereka akan marah pada Joong.."

"Aku tau, tapi aku tak bisa meninggalkan Dunk.."

"hanya takut ayah dan ibumu mengira, aku yang membuatmu seperti ini"

Baiklah, itu urusan belakang, yang terpenting bagi Joong tetap berada sisi lelaki manisnya, sakit sekali jika harus meninggalkan cinta yang telah dia perjuangkan untuk di ingat,

"Percaya pada Joong.. tak akan ada yang bisa menyalahkan mu, kita merasakan cinta ini bersama, kita berdua yang menanggung segala konsekwensinya"

Perjalanan dari bandara ke panti asuhan cukup dekat, dan lagi... Hanya menghabiskan waktu sekitar 15 menit mereka sampai di pekarangan rumah berukuran lumayan kecil, dengan papan kayu di depan sana, Dunk mengukir senyum indah di wajahnya, demi apapun dia sangat rindu

"Hia..." Sontak teriakan itu membuatnya senang bukan kepalang, di rengkuh lah tubuh mungil adik-adiknya "hia.. kenapa lama sekali meninggalkan kami?"

"Maafkan aku yah.." dia mengusap air mata, sungguh ini lebih menggembirakan dibanding melihat mereka di layar handphone saja.

"Haii.. adik-adik"

"Phi Joong?" Dunk mengangguki keheranan mereka, mengusap satu persatu rambut anak kecil itu "sun, dimana bibi jan?"

"Dia di dalam rumah"

"Baiklah.. hia masuk duluan" Dunk mendahului Joong yang masih sibuk bercakap dengan adik-adiknya, terlebih mereka baru saja bertemu dalam keadaan lelaki tegap itu sudah normal, pastilah anak-anak itu penasaran.

Joong membawakan banyak sekali cemilan, mereka melompat kegirangan, di depan pintu rumah, Dunk melenggang masuk mencari ke segala tempat, hingga atensi wanita paruh baya ada di depan tv, nampak sangat serius menyimak tontonan "bibi Jan.."

Dunk menghambur dalam pelukan, air matanya menetes tak tertahankan, entah mengapa rasanya dia telah meninggalkan tempat ini sangat lama, sosok yang telah di anggap nya ibu nampak tersenyum tulus, demi apapun.. dia telah mengabdikan hidup di tempat ini, tak semudah itu untuk melupakan dan melenggang pergi.

"Bagaimana kabarmu nak?, Kenapa kau tiba-tiba pulang?, Sedang cuti?"

Harus menjawab bagaimana?, Lari dari orang tua Joong karena dia dan lelaki itu saling mencintai?

"Sepertinya aku tak akan kembali ke bangkok dalam waktu dekat"

"Kenapa humm?" Wajahnya sendiri terlihat ragu, sudah pasti bibi Jan mengkhawatirkan nya "Dunk kenapa nak?, Katakan padaku"

"Bibi Jan.." Keduanya menatap pada lelaki yang baru saja datang, Joong duduk tepat di dekat lelaki manisnya "salam.. bibi Jan"

"Tuan Joong?"

"Bibi Jan masih ingat denganku"

Wanita itu terkekeh kecil, dia mengusap pundak tegapnya "tentu saja, Dunk melamun setiap hari selama kepergianmu"

"Benarkah?"

"Iya kan Dunk?"

Dunk mengangguk saja, kenyataannya memang seperti itu, entah bagaimana tanggapan Joong tentang dirinya, dia tak peduli "lalu mengapa kau tak mengatakannya saat kita pertama kali bertemu di bangkok?"

"Ckk.. aku tidak se berani itu, sudahlah lupakan saja, sudah berlalu"

"Kalian kabur yah?"

Dunk membulatkan matanya, dia menjadi ciut, bibi Jan sudah pasti bisa menebak dari gelagat mereka "maaf bibi Jan, aku sendiri yang mengajak Dunk ke sini"

"Itu hak kalian ingin melakukan apapun, tapi ingat sekali lagi tuan dan nyonya Aydin tetap berhak pada tuan Joong"

"Mereka berhak atas diriku, tapi mengapa aku tak berhak dengan cintaku?" Joong menunduk dalam, rasa bersalah pada orang tuanya memanglah sangat, namun menolak hatinya yang meronta menahan perasaan cinta jauh lebih memilukan "sudah cukup untuk hari-hari sebelum ini, Dunk hilang dari ingatanku itu sudah cukup"

"Bibi Jan.. aku sebenarnya tak masalah, aku tau orang-orang masih awam dengan perasaan kami, tapi apakah benar-benar tak ada kemungkinan untukku dan Joong bersama?"

Wanita itu nampak sedih, namun senyumannya tak hilang "kalian sudah cukup dewasa untuk ini, pikirkan solusi yang terbaik"

.
.
.
.
.

"Anakku bukan gay.." sang suami sudah kalut, dia berkali-kali menenangkan istrinya namun percuma, wanita itu tetap kekeuh dengan pendiriannya

"Kau tak bisa memaksakan perasaan semua orang, sekalipun dia anakmu, Joong pantas dengan pilihannya"

"Menjadi gay?, Orang-orang akan mengatakan apa tentang kita?, Keturunan kita terputus?, Karena anak kita menjadi salah satu orang yang menjijikkan?" dengan nafas memburu nyonya Aydin menarik tas nya dari genggaman sekretaris Presdir, dari kemarin dia rutin mendatangi kantor untuk meminta sang suami melakukan tindakan tegas, tapi tak ada apapun "aku tak mau tau, bawa anakku kembali.. nikahkan dengan View.. wanita berpendidikan sepertinya lebih pantas untuk Joong"

"kau tak bisa memaksakan perasaan sayang, ini bukan hal yang gampang kau Kendalikan-

-apa peduliku?, Anakku menjadi gay.. aku akan gila.. KEMBALIKAN JOONG, AKU TIDAK MAU TAHU.. DIA HARUS MENIKAH, DIA AKAN MELUPAKAN LELAKI GAY ITU, DAN AKAN MEMILIKI KETURUNAN DI KELUARGA KITA"

Gender yang sama adalah penghalang utama, tembok yang terbuat dari beton bahkan kalah dengan perbedaan ini, sejuta balok bersusun menjulang langit tak akan bisa runtuh, hal wajar sang istri ingin memiliki keturunan, namun bukan berarti harus menghalangi kebahagiaan anaknya

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mendapatkan keturunan, mengapa memaksakan Joong meninggalkan orang yang membuat putranya itu bahagia,

Tuan Aydin tak habis pikir, perkara sulit menghampiri di ujung karier nya, cemerlang sekali masa-masa menempuh jabatan di perusahaan besar yang dirintisnya dari awal sekali, hingga sang anak terkena gangguan mental dan berakhir menjadi seorang gay, demi apapun dia merasa gagal dengan segalanya.

"cinta berharga pada siapapun yang memilikinya, cinta tak pernah kehilangan peran untuk membahagiakan orang lain, benar kan Pluem?"

"Khab..."

Dia mengangguk pelan pada sang sekertaris, nampaknya lelaki itu ikut syok dengan perselisihan tadi "baiklah.. tak usah mencari di mana Joong berada, biarkan dia istirahat..."
.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak, makasih udh mampir🙏🏻

























Snow Globe [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang