Dunk baru selesai beberes di ruangan tengah dan dapur menemani bibi Jan, sejak tadi dia kurang fokus melakukan tugasnya, masih terbayang-bayang dengan Joong, pasalnya lelaki itu sempat menahannya agak lama di ruang makan tadi, beberapa saat tak mau melepaskannya bahkan wajah lelaki itu memerah karena kewalahan meraup udara,
Menjengkelkan, Dunk jadi semakin khawatir, di ambilnya air dingin dari lemari es dengan sebuah kain bersih kemudian bergegas masuk ke dalam kamar,
Pelan-pelan dia membuka pintu, takut mengganggu Joong, bagaimana jika Lelaki itu sudah terlelap?, Namun sepertinya tidak, saat Dunk masuk dalam kamar, Joong masih duduk dalam diam di pinggiran ranjang, bahkan kedatangannya pun tak membuat lelaki itu terusik sama sekali
"Joong?, Bagaimana perasaanmu sekarang?"
Nampak lelaki itu menatapnya, Dunk jadi tak enak hati mengganggu, dia segera meletakkan piringan kecil tergenang air dingin di atas nakas, tangannya memeras kain di genangan air lalu mengusapnya pelan ke wajah Joong,
Lelaki itu memejamkan mata, guratan wajahnya sangat lelah dan pucat, Dunk menyaksikan wajah tampan itu dengan sendu, tangannya tak berhenti mengusapkan kain, di sentuhnya bahu Joong dengan pelan hingga lelaki itu menatapnya "Seharusnya lelaki tampan seperti mu sedang bersenang-senang bersama teman seumuranmu, menikmati pendidikan dengan nyaman dan memiliki kekasih, Kau tak seharusnya menghabiskan waktu yang menyedihkan disini bersamaku"
Joong menguap lebar, lelaki itu merebahkan badannya ke atas ranjang, dadanya masih cukup sesak ditambah suasana hatinya tiba-tiba sedih luar biasa, dia menggelengkan pelan kepalanya menepis semua ingatan buruk yang terjadi di masa lalu, saat wanita cantik yang berdiri di di atas rooftop itu menghianati dirinya, dia merasa tubuhnya kehilangan kendali "aku telah membunuhnya"
"Joong?"
Lelaki manis itu memegang tangannya yang gemetar, tangisannya pecah, nampak Dunk langsung merengkuh tubuh tegap itu, dia semakin kacau, nafasnya tercekat, peluh membasahi dahinya, kembali lagi rasa bersalah menyergap, sakitnya luar biasa..
"Kau mengkhianati ku Nita.., kenapa?"
Suara ribut dikepalanya tak kunjung berhenti, dia berusaha menormalkan nafas dibantu oleh Dunk, berkali-kali lelaki manis itu mengusap punggungnya, tak peduli dia menepis Dunk tetap saja melakukannya
"Tenangkan dirimu, aku ada disini"
Nafasnya teratur sedikit demi sedikit, masih tak berhenti Dunk mengusap punggungnya hingga Joong menahan tangan lelaki manis itu, menatap wajah Dunk dengan seksama, hatinya menjadi tenang, dia mengangguk samar kemudian berbaring, berusaha menutup matanya meninggalkan Dunk lebih dulu terlelap dalam mimpi.
Sekarang Dunk paham kenapa Joong menjadi sulit jika sendirian, dia menyentuh rambut lelaki tampan itu, siluet tegas rahangnya dan wajah tampannya, sekali lagi Dunk merasa miris dengan keadaan ini, "sangat bersyukur kau terlahir sempurna, namun tuhan memberimu takdir seperti ini"
.
.
.
.
.
"Kenapa berlarian?" Dunk mendorong pelan adik-adiknya keluar rumah "sekarang waktunya main diluar"
"Hia.. langitnya gelap.."
Dia mengintip keluar pintu, rumput-rumput dihalaman mulai basah, dan benar langit menghitam "padahal masih siang, cepat ambil pakaian di halaman belakang"
Berbondong-bondong mereka berlarian ke pintu belakang, sebenarnya anak-anak itu cukup mandiri untuk tau mengurus pakaian masing-masing, jika situasi seperti ini Dunk hanya tinggal mengarahkan saja, mereka akan membereskan miliknya dengan baik,

KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Globe [Joongdunk]18+[END]
Fanfictionombak tak pernah berhenti menabrak batu karang, matahari masih terbit kemudian terbenam, namun dirinya telah tenggelam.. masih terombang-ambing dalam kisah sederhana menjadi dongeng lucu yang akan membuat orang menertawai harapannya. "Joong aku haru...