07. Drop Out ?

32 6 2
                                    

Hidup itu hanya sekali, kalau kamu salah, ya, minta maaf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hidup itu hanya sekali, kalau kamu salah, ya, minta maaf. Bukan berarti kamu lemah, tetapi menjadi orang kuat juga butuh mental yang tangguh bukan hanya sekadar sabar yang terlihat setipis tisu.

Lyam Mahardika.

🥀🥀🥀🥀🥀
K

alau saja waktu itu aku tidak meminta Hardi untuk datang. Mungkin hari ini Hardi masih ada bersamaku. Entah bagaimana bisa aku egois dengan keinginanku. Beberapa hari setelah keluar dari rumah sakit, aku merasa tubuhku benar-benar rapuh. Seolah tulang-tulangku benar-benar keropos. Bahkan beberapa kali ruam di tubuhku berubah menjadi gelap dan begitu sakit bila disentuh.

"Mas Ardi? Bibi boleh masuk?" Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi akhir-akhir ini, beberapa sistem sarafku hilang tiba-tiba, seperti pendengaran, penglihatan yang mulai kabur, serta menggerakkan jemari saja rasanya sulit.

Aku bisa melihat dengan samar pintu kamarku yang terbuka sedikit lebar. Di sana ada Bi Rahma yang membawa nampan berisi semangkuk bubur ayam juga air putih dan beberapa obat.

"Gimana kabarnya Mas Ardi hari ini?" Aku diam sejenak sambil menatap Bi Rahma yang duduk di sebelahku.

Beliau begitu telaten mengurusku. Perlahan tangannya mengusap lenganku, aku bisa melihat senyumnya meski samar. Usai meletakan nampan di atas nakas, Bi Rahma pun kembali pada mangkuk bubur yang di bawanya kemudian menyuapiku tanpa kuminta.

Bi Rahma benar-benar tak mengeluh, padahal jika dia ingin, mungkin sudah pergi sejak tahu kalau aku divonis oleh dokter. Tapi beliau justru bertahan tanpa mengatakan apa-apa. Bahkan beliau selalu mengatakan kalau aku sudah dianggapnya seperti anak sendiri, tak peduli seberapa parah penyakitku, beliau akan tetap ada walau nanti tak ada satupun yang mau dekat denganku.

Saat Bi Rahma menyuapkan bubur ketiga, tiba-tiba saja aku tersedak. Dengan cepat Bi Rahma memberiku air minum dengan sedotan. Akhir-akhir ini aku merasa kesulitan dalam melakukan apapun, termasuk makan dan minum. Semuanya terasa kaku, seolah apa yang aku sentuh tiba-tiba terlepas begitu saja.

"Pelan-pelan Mas, lagi mikirin siapa sih?" Aku tertawa, mendengar ucapan Bi Rahma yang selalu menggodaku.

"Ibu. Aku belum lihat Ibu dari kemarin, Ibu ke mana?" tanyaku membuat Bi Rahma terdiam cukup lama. Aku tak tahu apa yang terjadi selama aku berada di rumah sakit kemarin. Yang aku tahu, Ayah Diaz memaksa Hardi untuk ikut bersamanya di saat aku sedang membutuhkan sandaran.

Aku terlalu takut akhir-akhir ini, aku juga terlalu lelah meski itu hanya bicara sedikit. Aku sadar fisikku sedang buruk, tapi apa yang aku dengar kemarin rasanya mustahil sekali. Aku baru kembali dan masalah pun ikut hadir sekaligus menyadarkanku akan satu hal yang penting.

"Mas Yam!"

Aku tersentak begitu pun dengan Bi Rahma yang sejak tadi hanya diam sambil menyuapiku. Beliau juga belum menjawab pertanyaanku. Aku menoleh, melihat siapa yang baru saja berteriak memanggil namaku.

Hello Lysme  (SELESAI)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang