“Ini rumah lo?”
Raja memandangi rumah sederhana di hadapannya yang gelap dan sepi. Kemudian beralih pada Rena yang langsung mengangguk, mengiyakan pertanyaanya barusan.
“Sepi banget.” Cowok itu meneruskan dengan nada pelan.
“Kayaknya ayah belum pulang. Mau masuk dulu, Kak? Mungkin minum bentar?”
“Boleh?”
Niatnya bertanya, tapi agaknya Rena menangkap itu sebagai jawaban, sebab gadis itu langsung mengangguk lalu melenggang masuk begitu saja. Alhasil ia juga ikut mengekori.
Begitu ruangan berubah terang, cowok itu tak bisa untuk tak terkesan dengan suasana di dalam. Dari pintu utama langsung mengarah ke ruang tengah, dan segala benda di sana benar-benar tertata dengan pas. Minimalis, namun tetap enak dipandang.
“Masuk dulu, Kak. Maaf rumahnya kecil.”
Laki-laki itu memilih tak menanggapi kalimat yang menurutnya sangat tidak penting. Raja mengayunkan kakinya masuk, lantas duduk di sofa. Wangi rempah dari blue wind chimes langsung menguasai indera penciumannya.
“Mau minum apa?”
Dari menelisik seisi ruangan, matanya refleks bergulir pada Rena begitu pertanyaan itu terlontar. “Air putih aja.”
“Bentar ya.”
Selagi menunggu, ia memilih mengedarkan pandangan ke penjuru. Berhenti pada kumpulan pigura berbagai ukuran di meja samping kursi. Raja menatapnya satu-satu karena itu menarik perhatiannya. Dan senyumnya tertarik refleks saat melihat foto yang memuat seorang anak kecil tengah diangkat tinggi-tinggi oleh ayahnya di udara.
Itu pasti Rena.
Mendadak, rasa iri tertanam di hatinya. Ia tak tahu apakah waktu kecil ayahnya seperti ini juga, atau mereka malah menitipkan dirinya pada pengasuh saking tidak ada waktu untuk merawatnya.
Sudut bibirnya ganti jadi menarik senyum masam, laki-laki itu segera menyimpan fotonya kembali, enggan menatapnya lama-lama sebab ia takut rasa irinya semakin melambung tinggi.
Ia lalu mengambil satu foto lain, kali ini berisi pasangan yang hanya dengan melihatnya saja, jelas sedang berbahagia sebab perempuan itu tengah berbadan dua. Perutnya membesar. Foto yang memuat pria tadi dengan wajah lebih muda tampak sedang mencium pipi perempuan itu. Raja kembali iri. Dia merasa bodoh karena tak tahu keharmonisan orang tuanya sendiri. Mungkinkah mereka sedekat ini? Atau lagi-lagi, malah sibuk dengan bisnis?
“Ini, Kak.”
Suara Rena yang menyadarkannya dari lamunan. Saat Raja menoleh, dia menemukan perempuan itu sedang merunduk di dekatnya, menyimpan segelas air putih dengan satu piring berisi tiga potong kue cokelat di atas meja.
“Makasih,” balasnya refleks. “Ngomong-ngomong, orang tua lo mana?”
Balasannya Rena jawab setelah duduk di hadapan pria itu. “Ayah belum pulang kayaknya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Glacier | Renjun ✓
Teen FictionRena pikir hidupnya akan baik-baik saja saat memasuki dunia sekolah menengah atas. Namun ternyata, ia salah kira. Nyatanya takdir masih belum lelah untuk mempermainkan hidupnya. Bukannya hidup seperti siswi normal, dia malah terjebak dalam pesona ke...