Nyaris tengah malam, Rena yang sudah naik ke atas kasur langsung menoleh pada ponselnya yang meraung cukup lama. Ada telepon masuk ke ponselnya yang tersimpan di atas nakas.
Alis gadis itu bertaut, bingung, otaknya tanpa sadar menebak kiranya siapa yang menghubunginya malam-malam begini. Namun karena tak mendapat jawaban, ia memutuskan melihatnya langsung.
Sigit is calling....
“Oh, pantesan,” gumamnya pelan. Rena baru tersadar memang siapa lagi yang berani meneleponnya tanpa lihat waktu selain cowok itu.
“Ya, kenapa, Git?”
“Ini Renatta?”
“Ini siapa?” Rena malah balik bertanya. Sebab yang terdengar malah suara perempuan alih-alih suara berat cowok itu.
“Mbak Dian.” Perempuan itu mengenalkan diri, dan Rena praktis mengerutkan dahi ketika mendengarnya.
“Mbak Dian? Kok Mbak bisa pegang hp Sigit?”
“Sigit lagi sama Mbak sekarang, Ren. Dia nggak sadar.”
“Nggak sadar maksudnya?”
“Dia banyak minum.”
“Hah?”
“Dia di kafe sekarang. Tolong ke sini, bantuin Mbak antar pulang dia. Mbak gak tau rumahnya di mana, mungkin kamu tau?”
Mendengarnya, tanpa sadar Rena menggaruk alis. “Duh... Mbak, aku juga gak tau. Aku belum pernah ke rumahnya.”
“Terus ini gimana? Mbak khawatir orang tuanya nyariin kalau dia nggak pulang.”
Tiba-tiba saja, sosok Juan terpikirkan otaknya. “Oh! Aku punya nomor sepupunya, Mbak. Bentar aku coba telepon dia dulu.”
“Iya, Ren. Makasih yaa.”
•••
Untungnya, meski dirasa tak sopan karena menghubungi kakak kelas di tengah malam, Juan bersedia keluar. Ternyata mudah sekali mengajaknya pergi, ketika Rena malah sempat ragu mengingat sikap cowok itu.
Jam sebelas malam, mobil Juan tiba di depan rumah Rena. Gadis itu sudah memberitahu Reno tentang ini, dan untungnya, Reno mengizinkan meski sempat sangsi. Jadi saat mendengar deru mobil berhenti di depan rumah, ia yang tengah menunggu di ruang tengah langsung keluar.
Rena masuk ke kursi samping kemudi dengan gestur canggung. Sempat mengingat kejadian typo sore tadi.
“Kafe yang lo sama Raja part-time itu, kan?” Cowok itu membuka percakapan setelah mobil melaju di jalanan yang lengang.
“Iya. Tadi Mbak Dian telepon aku gitu. Tapi, Kak....” Rena menoleh sebentar, dan melihat raut dingin Juan, ia menelan ludah. “..., maaf aku gak tau kenapa dia bisa gitu. Aku juga kaget, ini baru pertama kali.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Glacier | Renjun ✓
Teen FictionRena pikir hidupnya akan baik-baik saja saat memasuki dunia sekolah menengah atas. Namun ternyata, ia salah kira. Nyatanya takdir masih belum lelah untuk mempermainkan hidupnya. Bukannya hidup seperti siswi normal, dia malah terjebak dalam pesona ke...