Dulu, dari salah satu buku yang pernah Rena baca, ada satu kalimat yang masih teringat olehnya hingga sekarang. Jangan membuat janji jika tidak bisa ditepati. Dia setuju dengan anggapan itu, karena janji serupa utang yang harus dilunasi.
Makanya saat mengetahui Raja tak juga punya waktu luang bahkan setelah festival selesai berhari-hari lalu, Rena tiba-tiba mempertanyakan itu pada dirinya sendiri.
Kenapa ia tak mengatakan itu sebelum langsung percaya pada janji Raja pagi itu?
Untuk kesekian kali, ia kecewa pada Raja. Raja yang lagi-lagi melanggar janjinya sendiri. Yang paling mengecewakan adalah, lelaki itu pergi ke luar kota tanpa memberitahunya sama sekali.
Sebenarnya sepenting apa kehadiran Rena di hidup Raja? Rena tidak tahu. Tapi setelah ia tahu cowok itu pergi tanpa memberitahunya dahulu, Rena rasa dia tidak sepenting itu bagi Raja. Rena bahkan tahu itu dari Kak Dimas saat tak sengaja bertemu kemarin.
“Lo gak tau? Raja kan ikut pengmas ke pelosok sama Natya. Habis festival selesai kemaren mereka ikut oprec.”
“Berapa hari?”
“Sebulan.”
Ck. Dia selalu kesal setiap mengingat percakapan itu.
Ini sudah memasuki hari ke-25 sejak cowok itu pergi, Rena sudah bertekad untuk menghindari cowok itu kembali. Semua telepon maupun pesan dari cowok itu ia abaikan. Dan melewati tiga minggu tanpa mendengar kabar Raja termasuk rekor untuknya. Rena tak menyangka ternyata tidak seburuk bayangannya selama ini.
Weekend ini, Rena memutuskan untuk mengunjungi Mama lagi. Terakhir kali mengunjungi Mama itu sekitar setengah bulan yang lalu, saat ia baru mengetahui jika Raja telah melanggar janji. Kali ini pun, tujuannya ke sini adalah karena cowok itu.
Tidak lama, hanya satu jam, sebab jika ia bercurhat lebih lama dari itu, Rena takut ia akan lepas kontrol dan menangis di depan sang mama seperti terakhir kali.
Rena pulang ketika jam menunjukkan pukul sebelas siang. Di ruang tengah, ada ayahnya sedang menonton televisi.
“Loh, Ayah pikir kamu di kamar.” Laki-laki itu tampak terkejut melihatnya yang datang dari arah depan. “Dari mana?”
“Dari makam mama.”
“Ayah juga kemarin udah ke sana.” Tidak ada reaksi dari sang putri. Menyadari itu, Reno kembali menolehkan kepalanya dari layar televisi, baru menyadari jika wajah Rena pagi ini murung sekali.
“Kamu kenapa? Wajahnya, kok, murung banget.”
Rena yang tadinya akan pergi ke kamar tiba-tiba berubah dan duduk di samping Reno. Tidak ada balasan, bahkan setelah Reno menebak jika ini berkaitan Raja, Rena tetap diam.
“Aku pikir aku bakal mutusin Kak Raja, Yah.”
Sesuai dugaan, Reno langsung mendelik. “Loh, kenapa? Raja anak yang baik, dia juga kelihatannya sayang banget sama kamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Glacier | Renjun ✓
Teen FictionRena pikir hidupnya akan baik-baik saja saat memasuki dunia sekolah menengah atas. Namun ternyata, ia salah kira. Nyatanya takdir masih belum lelah untuk mempermainkan hidupnya. Bukannya hidup seperti siswi normal, dia malah terjebak dalam pesona ke...