Seminggu berlalu, tapi rumor itu masih hangat jadi perbincangan. Meski Raya sudah tak terlihat lagi, tapi Rena masih sering mendengar gunjingan itu di beberapa titik area sekolah. Raja juga mendengarnya beberapa kali, tapi ia masa bodoh.
Sayang, keterdiamannya itu malah membuat warga sekolah membuat teori aneh yang semakin memperumit keadaan. Raja ini... Raja itu... sampai Rena muak sendiri karena mendengarnya terus menerus.
Dia kesal, karena usahanya dalam melupakan cowok itu selalu gagal. Rena sudah mati-matian menghindari cowok itu, kenapa mereka dengan seenaknya membuat ia selalu memikirkan dia lagi dan lagi. Parahnya, tadi ada seseorang yang ia sendiri bahkan tidak mengenalnya, tapi berani bertanya tentang Raja padanya.
Gila, pikir Rena sambil terus berjalan cepat. Dia memilih kabur setelah menjawab tidak tahu pada gadis yang terus mendesaknya itu. Ia menggelengkan kepala, lantas mengembuskan napas lelah seraya mengusap dada, masih tak habis pikir.
Tadinya, Rena akan kembali ke kelas setelah kembali dari kantin sendirian—Sigit yang malang malah ikut kena getah, cowok itu ikut-ikutan dihindari meski masih satu kelas. Tapi niatnya terancam batal saat menemukan Raja tengah duduk menunggu di tembok semen depan kelasnya. Ia yang baru berbelok di koridor lekas kembali dan bersembunyi. Untungnya, Raja sepertinya tak menyadari, sebab fokus laki-laki itu tertuju pada ponsel dengan sepasang telinga tersumbat earphone yang tersambung pada handphone.
Tapi cowok itu masih belum juga pergi! Bahkan setelah Rena menunggu beberapa menit di sana. Dia tetap sabar menunggu sambil sesekali menoleh ke sana-kemari.
“Ck, terserah.” Rena menyerah, dan akhirnya memunculkan diri. Melangkah dengan pasti menuju kelas. Beberapa meter, sampai akhirnya Raja menyadari kehadirannya dan lekas berdiri.
“Rena—”
Rena terus melenggang pergi, mati-matian menahan diri untuk tak menoleh barang sedikit. Dia berjalan masuk ke kelas. Mengabaikan eksistensi Raja yang menatapnya dengan terluka.
Keputusannya sudah bulat. Rena tak akan mengganggu Raja lagi.
•••
Sore hari ini, Raja tiba-tiba ingin bertemu dengannya. Sigit tidak tahu kenapa, tapi pasti tidak akan jauh-jauh dari Rena. Mereka telah sepakat untuk bertemu di Neo Cafe, tapi Raja belum kelihatan ketika ia datang. Jadinya ia ditemani Mbak Dian selama beberapa saat, sampai akhirnya Raja datang dan duduk di hadapannya.
“Mau ngomongin Rena, kan?” tebaknya, kemudian menyeruput kopi pesanannya.
Raja mengangguk. Setelah beberapa minggu merasa clueless dengan perjanjian album Rena—bahkan sempat melupakannya— Raja akhirnya ingat jika ia memiliki Sigit sebagai jalan pintas, ketika dia merasa penelusurannya ke rumah gadis itu sudah pasti susah, maka ia akan langsung bertanya pada teman dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glacier | Renjun ✓
Roman pour AdolescentsRena pikir hidupnya akan baik-baik saja saat memasuki dunia sekolah menengah atas. Namun ternyata, ia salah kira. Nyatanya takdir masih belum lelah untuk mempermainkan hidupnya. Bukannya hidup seperti siswi normal, dia malah terjebak dalam pesona ke...