BAB 18

564 61 5
                                    

Bab sebelumnya

Tanpa pikir panjang Gita menekan gambar telepon di pojok kanan atas room chat.

Nada menunggu membuatnya tak sabar. Ia harus memperingatkan orang tersebut sebelum Cornelia kenapa-napa.

"Gimana?"

Tunggu. Ia mengenali suara itu.

"Reva?"

"You are right. It's me, Reva"

Sial. Umpat Gita.

Happy reading

"Saya tahu siapa pelakunya"

Freya yang sedang memundurkan mobil menautkan alisnya. "Pelaku? Pelaku apa bu?"

"Cornelia di culik dan pelakunya Reva"

"Reva?" batin Freya.

"Lalu apa rencana bu bos?"

"Saya belum tahu, Fre"

Dilain tempat, perempuan berkemeja putih menggebrak meja, menimbulkan reaksi terkejut dari empat orang yang berdiri di hadapannya.

"Kenapa bisa gagal ha?!"

"M-maaf bos, kami sudah berusaha, ta-"

"Saya gak mau tahu. Temuin dia atau nyawa kalian taruhannya" ancaman itu menciutkan nyali ke-empatnya.

Drrtt

Dering ponsel di saku celana terdengar nyaring, tanpa berpindah posisi, ia mengangkat panggilan tersebut.

"Halo"

Sejenak, ia mendengarkan penjelasan lsi penelepon. Kepalannya mengangguk dan berakhir mengerutkan kening. "Apa dia orang yang sama?"

"Tetap pantau keadaan"

Pip

***

"Kamu mau kemana dek pagi-pagi gini udah rapi aja?" tanya Gracio sambil mengoleskan selai coklat ke roti.

Ya. Gracio memutuskan tinggal di rumah Gita untuk dua sampai empat hari ke depan. Ada beberapa hal yang perlu dia urus di sini.

"Cari Cornelia"

"Masih belum ketemu?"

Gita mendadak sinis. Pertanyaan retoris. "Menurut Papa?"

"Kamu ngapain sih dek susah-susah nyari dia? Mau dia hilang atau pergi juga bukan urusan kamu kan? Kalian cuma sebatas teman, buat apa kamu serepot ini?"

Kalian cuma sebatas teman. Sebatas teman. Kalimat itu begitu mengena tepat di hatinya. Papanya tak salah. Mereka memang sebatas teman, tetapi hati kecilnya selalu tergerak untuk mencari Cornelia sampai dia ditemukan.

"Adek pergi Pa" pamit Gita mengambil selembar roti lalu ia jepit dengan bibirnya karena tangan kanannya yang masih terbalut perban, sedang tangan kirinya menggenggam dokumen.

***

Tin tin tin

Klakson mobil Freya menyambut Gita ketika ia tiba di teras rumah. Usai memarkirkan mobil, Freya keluar kemudian mendekati bosnya itu, berdiri tepat di depan Gita, dia memberi hormat layaknya pasukan pada komandan.

"Lapor! Saya Freyana Jayawardana siap bertugas hari ini!" Freya menurunkan tangan kanan yang dia gunakan untuk hormat. "Mau di antar kemana bu? Kantor atau langsung cari Oniel?"

"Kita ke kantor sebentar"

"Baik bu" patuh Freya seraya membukakan pintu untuk Gita.

Freya melirik Gita dari spion dalam mobil. Muka datar tanpa ekspresi dan kantung mata yang terlihat lelah. Apa ini pengaruh dari hilangnya Cornelia?

"Bu bos baik aja-aja?"

Tatapan mereka bertemu di kaca yang sama. "Iya, saya baik-baik aja"

"Freya, kenapa ya papa saya gak suka kalau saya dekat Cornelia? Memang sih papa saya pernah bilang kalau Cornelia bukan orang yang sepadan dengan keluarga saya. Tapi... emang masih jaman ya pemikiran kayak gitu?"

Freya tercengang. Kedua kalinya Gita bicara panjang dengannya, walaupun topik obrolan mereka tetap sama. Percintaan.

"Bu, di era sekarang itu masih ada beberapa orang yang memiliki pemikiran seperti itu bu, bukan cuma tuan Gracio"

"... Dan bu bos tahu sendiri kan bagaimana tuan Gracio, beliau tipe orang yang memandang status sosial seseorang"

Gita tak lagi menjawab. Penjelasan panjang lebar Freya cukup membuatnya mengerti.

***

"Jangan kasih dia makan"

Orang di sebelahnya menatap tak percaya. "Gila lo? Kalo dia sakit gimana? Dia pacar gue"

"Masih pantas lo sebut dia pacar? Sedangkan dia udah khianati lo. Ingat Rev tujuan kita buat balas dendam"

Orang itu berbisik, menghasut Reva agar dia tidak goyah. "Dan pacar lo kunci berharga kita"

"Udah ayo, kita have fun"

"Lo duluan aja, gue mau telpon nyokap"

"Ok deh"

Ketika orang itu keluar, Reva menengok belakang. Sakit, menyesal, khawatir. Tiga rasa bercampur aduk jadi satu.

"Tolong" gumam Cornelia lemah. Dia sama sekali tak mempunyai tenaga.

"Kak Gita... tolong aku"

"Bahkan saat seperti ini pun tetap nama dia yang kamu sebut" batin Reva.

***

"Kapan nikahnya bu? Tahu-tahu udah gendong anak aja" canda Azizi menatap tangan kanan Gita yang di gendong menggunakan arm sling.

Marsha dengan senang hati menabok punggung Azizi. Dia tahu Gita kakak sepupu Azizi, tapi kan posisi mereka saat ini di Atmadja Food Company yang mana Gita adalah bos mereka.

"Mulai hari ini kamu saya larang pacaran di pantry" tegas Gita berlalu pergi bersama Freya.

Azizi memelas ke Marsha. "Matcha..."

"Salah kamu sih kak"

Sandaran sofa merilekskan tubuhnya. Ia tak tahu harus mencari Cornelia kemana lagi.

"Bu..."

"Loh? Bu bos nangis?"

Menurunkan lengan yang menutupi wajahnya, Gita berpaling. "Enggak"

"Gak papa bu kalau mau nangis, saya gak akan meledek apalagi menertawakan bu bos. Wajar kok bu kalo kita menangis karena kehilangan seseorang"

"Seandainya Cornelia gagal di temukan bagaimana, Fre? Saya gak bisa tanpa dia" kata Gita dengan nada bergetar.

"Kita gak boleh pesimis bu, saya yakin cepat atau lambat Oniel pasti ketemu" ucap Freya menyemangati Gita.

Brak

Sisca membungkuk seraya meminta maaf karena masuk ke ruangan Gita tanpa mengetuk lebih dahulu.

"Kenapa?"

"Ayo bu kita selidiki kasus gagalnya peluncuran produk baru Atmadja"

"Bukannya kasus itu sudah di tutup?"

Sisca menggeleng. "Saya meminta kasus ini kembali di buka dengan kesaksian Ashel dan barang bukti yang dia punya"

"Baiklah, ayo kita usut kasus ini"

Freya menyeletuk. "Tapi bu, rencana pencarian Oniel bagaimana?"

"Setelah menemui Ashel kita cari Cornelia"




































To be continued

SurabayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang