Bab sebelumnya
Brak
Sisca membungkuk seraya meminta maaf karena masuk ke ruangan Gita tanpa mengetuk lebih dahulu.
"Kenapa?"
"Ayo bu kita selidiki kasus gagalnya peluncuran produk baru Atmadja"
"Bukannya kasus itu sudah di tutup?"
Sisca menggeleng. "Saya meminta kasus ini kembali di buka dengan kesaksian Ashel dan barang bukti yang dia punya"
"Baiklah, ayo kita usut kasus ini"
Freya menyeletuk. "Tapi bu, rencana pencarian Oniel bagaimana?"
"Setelah menemui Ashel kita cari Cornelia"
Happy reading
Rapat diadakan secara tertutup dan diikuti oleh beberapa orang yang ikut andil dalam projek produk baru beberapa bulan lalu. Tiga kursi paling depan diisi Gita, Ashel, dan Freya, sementara yang lain menempati kursi kosong yang mengelilingi meja persegi panjang tersebut.
"Ashel, bisa kamu ceritakan kronologisnya?"
Meski nada bicara Gita terdengar tenang dan lembut, namun terasa berbeda di telinganya-tegas dan datar-membuat Ashel menunduk takut.
Sisca menyaksikan dengan was-was. Mengapa Ashel bersikap begini? Padahal mereka sudah berjanji untuk bekerja sama menyelesaikan masalah ini.
"Ashel"
Memilih bungkam, Gita menghela nafas.
"Rapat kita tunda satu jam"
"Baik bu" ucap mereka serentak tanpa berani memprotes.
Semua meninggalkan ruang rapat, kecuali Gita, Freya, Sisca, dan Ashel. Gita memijit pelipis, menunda rapat sama saja membuang-buang waktu.
Meneguk setengah air putihnya, Gita bersedekap. "Jangan sampai kesabaran saya habis buat menghadapi kamu. Saya masih baik hati mau mempertahankan kamu di perusahaan ini"
"Maaf bu"
"Saya gak butuh maaf kamu, yang saya butuhkan penjelasan kamu!" sergah Gita terbawa emosi.
"Kalau kamu tetap diam, terpaksa kamu saya pecat hari ini juga" imbuhnya.
Mengumpulkan keberanian, Ashel mendongak.
"Jangan pecat saya bu, saya mohon"
"Kalo begitu silahkan cerita"
Terjebak dalam situasi, Ashel terpaksa bercerita ketimbang kehilangan pekerjaan yang dia impikan sejak bangku kuliah.
"Seminggu sebelum perilisan produk baru, saya dan Raisha bertemu seseorang. Kami berbincang banyak hal hingga orang itu memberitahu kami tentang rencananya untuk menghancurkan Atmadja Food Company"
"Awalnya saya menolak, namun karena seseorang itu adalah orang yang saya suka, akhirnya saya menyetujui rencana tersebut"
Freya menyela. "Tunggu sebentar. Siapa seseorang itu?"
"Reva Fidela Adhijaya"
Lagi-lagi ulah Reva. Gumam Gita.
"Apa alasan dia melakukan ini?"
"Reva ingin balas dendam pada keluarga Atmadja atas bangkrutnya perusahaan papa-nya yang merupakan sahabat dari tuan Gracio"
***
Sofa ruang tamu yang saling berhadapan di tempati anak bungsu dan kepala keluarga. Menunggu beberapa saat, Gita melepas kacamata bulat yang akhir-akhir ini sering ia pakai lalu meletakkannya di atas meja.
Gracio diam-diam memperhatikan Gita. Sebenarnya ada apa? Tanyanya dalam benak saat sang anak mengajak makan siang berdua di rumah.
"Ekhem" dehem Gracio mengundang perhatian Gita.
"Adek mau bicara apa?"
"Kok papa tahu adek mau bicara sesuatu?"
"Adek ngajak papa makan siang berdua aja udah tanda tanya, jadi... ya papa pikir mungkin ada sesuatu yang mau adek obrolin" jelas Gracio.
"Ummm sebelumnya adek minta maaf atas sikap kurang sopan adek ke papa, terutama pagi tadi"
"Papa maafin asal jangan diulangi lagi" Gita mengangguk patuh, meski ia tidak yakin.
"Adek cuma mau ngomong itu doang?"
"Masih ada satu"
Gita memberi jeda, menyusun kalimat demi kalimat dalam otaknya. "Papa kenal Gabriel Aldevaro Adhijaya?"
Gracio tak langsung menjawab. Ribuan pertanyaan mengganggunya. Darimana Gita tahu Gabriel?
"Pa" panggilan itu membuyarkan lamunan Gracio. Mungkin sudah saatnya Gita mengetahuinya.
"Iya, papa kenal Gabriel. Dia sahabat dekat papa. Dulu kita berdua selalu bareng sampai orang-orang ngira kita adik-kakak" Gracio tertawa kecil mengingat masa-masa itu. "Tapi... semenjak papa menikah dengan mama kamu, hubungan kita mulai renggang"
"Sampai suatu hari papa dapat kabar kalau Gabriel meninggal dunia dan setelah papa cari tahu, ternyata Gabriel meninggal akibat stres karena hutang perusahaan" lanjut Gracio tanpa sadar meneteskan air mata.
"Andai waktu itu papa tahu Gabriel kesusahan pasti papa bantu, walaupun perusahaan papa sendiri juga diambang kebangkrutan"
Gita menyodorkan selembar foto dari balik punggungnya. Gracio mengernyit, foto siapa ini? tanyanya dalam hati.
"Dia namanya Reva pa, anak semata wayang dari Gabriel Aldevaro Adhijaya dan Feni Azzani Adhijaya. Dia yang menggalakan peluncuruan produk baru perusahaan kita pa dan... dia juga yang menculik Cornelia" jelas Gita.
Gracio menatap lekat foto tersebut. Perempuan berambut sebahu, mata dan hidung yang sama persis dengan Gabriel. Gracio tak menyangka jika Gabriel sudah berkeluarga.
***
"Jadi papa Reva dan tuan Gracio teman dekat, bu?" tanya Freya di seberang Gita.
Sekarang mereka sedang berada di sebuah cafe, namun bukan Edzard Cafe. Sepulang kunjungan ke penjara dimana Raisha ditahan-menanyakan hal serupa mengenai kejadian seminggu sebelum perilisan produk makanan baru-mereka sepakat mampir sebentar guna melepas penat pikiran masing-masing. Rencana mencari Cornelia pun tertunda.
Gita meraih cangkir kopinya usai mengangguk. "Saya gak nyangka dunia begitu sempit. Orang yang saya benci ternyata memiliki hubungan dekat dengan keluarga saya"
"Ya begitulah cara takdir bekerja bu"
Gita menoleh sekilas. "Kamu benar"
Getaran ponsel, layar menyala. Ia hendak mengabaikan pesan email yang entah dari siapa itu, tetapi ketika matanya tak sengaja membaca nama Cornelia, Gita secepat kilat memasukkan enam digit angka sandi handphonenya.
Anonim
Lokasi
Itu tempat Cornelia disekap
Segera selamatkan dia dan berhati-hatilahTo be continued

KAMU SEDANG MEMBACA
Surabaya
أدب الهواةSurabaya Ibu kota Jawa Timur yang mempertemukan Gita Sekar Atmadja pada seseorang dari sekian banyaknya penduduk Surabaya. Barista cantik di sebuah cafe. Cornelia Vanisa Megantara. Prinsip yang semula pekerjaan nomor satu, seketika berubah setelah p...