BAB 21

1.3K 78 19
                                    

Alunan musik terputar di cafe. Menemani obrolan santai tiga orang yang menempati meja dekat jendela.

Tanpa terasa, tiga tahun berlalu begitu saja. Sejauh ini, banyak hal telah berubah. Seperti hubungan Freya dengan Flora yang semakin dekat dan Gita yang berhenti gila kerja.

"Pantas kamu cepat dapat informasi karyawan Edzard Cafe, taunya Flora teman kamu" ucap Gita usai mendengar cerita Freya.

"Itulah gunanya punya relasi bu"

Gita manggut-manggut paham. Ia beralih pada Jinan.

"So, selama ini kakak nyuruh Freya jadi mata-mata aku?"

"Bukan cuma kakak aja. Papa sama mama juga kok. Iya kan, Fre?"

Freya tersentak. "Hah, iya"

"Kok kamu mau Fre?"

"Soalnya bayarannya lumayan bu"

Gita geleng-geleng kepala. "Emang gaji dari saya kurang?"

"Enggak sih bu, hehehe"

"Lagi pula tugasnya gak berat kok bu. Cuma memastikan bu bos dalam keadaan aman, makan tepat waktu, mastiin bu bos gak genit ke cewek lain selain Oniel, memantau perkembangan AFC, kesehatan bu bos, dan memastikan bu bos selalu dekat sama Oniel" tambah Freya menjabarkan pekerjaan sampingannya.

"Makanya kak Jinan tahu kalau Cornelia di culik"

Jinan senyum tipis. Email anonim yang Gita terima waktu itu adalah darinya. Jinan bekerja sama dengan Freya dan anak buahnya mencari informasi dimana Reva menyekap Cornelia.

"Makasih ya kak, tanpa bantuan kak Jinan, aku gak akan bisa menyelamatkan Cornelia" kata Gita secara tulus.

Jinan menggusak rambut Gita. "Sama-sama dek"

***

Gita berdiri mengantri dimsum, sesuai pesanan Shani. Tiba-tiba ia terdorong ke depan. Untungnya Gita mampu menahan tubuhnya. Menengok belakang, Gita menatap datar pada perempuan bertopi merah muda.

Merasa diamati, perempuan tersebut mendongak.

"Kak Gita" gumamnya.

"Anda bisa mengantri dengan tertib? Gara-gara anda saya hampir jatuh. Disini bukan cuma anda kok yang berdiri lama, mereka semua juga. Tapi lihat, mereka dengan sabar menunggu" ketus Gita.

"Maaf" cicitnya.

Gita membalikkan badan, menghindar dari tatapan pengunjung. Ia benci jadi pusat perhatian.

"Kamu berubah kak"

Dua kantung plastik berada di tangan kiri Gita. Saat melewati stand dimsum, keributan terjadi. Perempuan bertopi merah mudah tampak memohon pada penjual dimsum. Tidak ingin penasaran, Gita pun mendekat.

"Kenapa mas?"

"Mbak-nya ini gak mau bayar mbak, katanya dompetnya ketinggalan"

Gita melirik perempuan itu sekilas. Kepala menunduk, memainkan jari-jarinya.

"Biar saya yang bayar, mas"

Selesai dengan urusan bayar-membayar, Gita menggeret perempuan tersebut. Menjauhi area stand dimsum.

"Bawa ktp?"

"Bawa kak"

"Siniin" pinta Gita mengulurkan tangan.

"Buat apa?"

"Jaminan"

Ia merogoh saku celana. Mencari ktp yang seingatnya ia simpan di sana.

SurabayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang