"Diina!!" teriak Clara sambil berlari menuju ke arahku. Aku memutar bola mataku malas.
"Apasih? Gak bisa tah kalo lo gak teriak teriak?" tanyaku sebal pada Clara.
"Lo harus tau Din" ujar Clara terbata bata karena nafasnya yang amsih belum stabil karena berlari lari tadi.
"Apa?" tanyaku langsung pada Clara, aku ikut penasaran deh jadinya.
"Sabar gua mau ngambil napas dulu" ujar Clara sambil menarik nafas. "Dimana?" tanyaku polos. "Jamban" ujar Clara sambil mendengus dan penuh penekanan.Aku tertawa melihatnya.
"Lo mau ngasih tau aja sih nyet?" tanyaku penasara. "Ih si guk guk penasaran." ujarnya sambil terkekeh."Ais, pance juga lo ini Clar" ujarku sebal. "Jadi, ada anak baru di kelas kita aaaa cakepp beud gilee" ujar Clara sambil berloncat loncatan di depanku.
Aku segera memegang dahi Clara dan berfikir sejenak. "Lo sakit Clar?" tanyaku serius. "Sakit? Enggak ah" ujar Clara dengan wajah panik.
"Lo tuh sakit. Sakit jiwa!" ujarku dengan tawa yang meledak ledak. Dengankan Clara hanya melihatku tertawa dengan tatapan sebal.
"Aduhh perut gue sakit" ujarku sambil memegangi perutku dan berhenti dari tertawa yang meledak ledak tadi.
"Udah ketawanya?" tanya Clara sebal padaku aku hanya terkekeh. "Udah, lanjutin gih lu mau ngomong apa gak usah pake kosa kata alay lu please" ujarku sambil memutarkan bola mataku.
"Ogah ah, lu liat aja sendiri" ujar Clara lalu pergi meninggalkanku sendiri. "Ah Clara jangan ngambek, tungguin aku" ujarku dengan kosa kata yang menurutku menjijikan.
"Tai, aku aku, sapa lo gak kenal" ucap Clara melanjutkan langkahnya.
****
"Pagi anak anak" ujar Pak Darren, guru terganteng seangkatan kami.
"Pagi pak" ujar kami serempak bersamaan.
"Disini bapak akan mengenalkan murid baru pindahan cabang sekolah kita" ujar Pak.Darren tegas.
"Arnold kamu boleh masuk" ujar pak Darren, aku yang sedang mengambar tiba tiba lenganku di pukul menggunakan penggaris oleh Clara.
"Apa sih Clar?" tanyaku sebal sengan Clara. Clara menunjuk depan kelas tepatnya anak baru itu. Aku melihatnya lalu aku mematung sesaat.
"Reihan?" gumamku pelan.
"Hai, nama gue Arnold gue pindahan dari cabang sekolah ini" ujarnya dengan senyum manis yang diperlihatkan olehnya membuatku tak berkedip.
"Dina, samping kamu kosong?" tanya Pak Darren, aku mengangguk samar. "Arnold kamu bisa duduk di samping Dina, oke anak anak terima kasih atas waktunya"
Dia, siapa tadi namanya? Ah ya Arnold?
Mirip banget sama Reihan, setiap lihat wajahnya aku selalu ingat Reihan, Tuhan, kenapa dia harus ada di kelas ini? Aku jadi susah buat pergi dari bayang bayang Reihan.
"Hei, gue Arnold" ujar Arnold seraya menyodorkan tangannya ke arahku. "Oh. Hei, gue Dina" ujarku sambil mengaitkan tanganya dengan tanganku.
Tangannya astaga.
Mirip dengan Reihan apa dia benar benar Reihan? Tapi bukankan Reihan sudah meninggal?"Kok lo ngeliatin gue gitu sih?" tanya Arnold dengan raut wajah bingung aku hanya menggeleng "Lo mirip seseorang" ujarku berterus terang dengannya, lebih baik begitu bukan?
"Kalo boleh tau siapa?" tanya Arnold dengan suara pelan. "Ha? Bukan siapa siapa" jawabku dengan gerak gerik berbohong. Sepertinya Arnold sudah tahu kalo aku bohong.
****
"Lo mah gitu Din" ujar Clara dengan tiba tiba dan membuatku bingung. "Apaan sih?" tanyaku sebal pada Clara satu ini.
"Lo ngerebut Arnold dari gue, Ellah! Kan gue duluan" ujar Clara dengan nada cueknya.
Clara suka sama Arnold?
Secepat itu?
Kenapa aku gak bisa ?"Kok gue? Salah gue apa?" tanyaku dengan wajah memelas. "Lo tadi ngobrol berdua sama Arnold kan gue jadi cemburu" ujar Clara sambil menghentakkan kakinya.
"Alay lo, cuman ngobrol doang" ujarku tidak sabar. "Lo suka ya sama Arnold?" tanyaku menggoda Clara.
Pipi Clara berubah menjadi pink. "Ah Dina, jangan gitu, iya gua suka sama dia pandangan pertama" ujar Clara sambil menunduk.
"Lah, terus nasipnya ikan teri gimana?" tanyaku sekaligus menggoda Clara. "Ah iya, gua kan punya pacar ya, kok gue lupa sih, ehhh teri teri, deri tau" ujar Clara sebal.
Dasar Clara, kalo udah ada yang gantengan dikit aja langsung matanya gak bisa kedip, lupa kalo punya pacar.
****
Arnold. Reihan
Apa mungkin mereka kembar?Tapi namanya ada yang sama. Atau mereka kakak adik? Kalo kakak adik kok seumuran?
Pertanyaan pertanyaan aneh muncul di kepalaku yang membuatku menjambak rambutk sendiri.
"Din, ngapain sih lo lama banget?" kak Naufal berteriak di luar kamarku.
"Apasih kak nau? Berisik" ujarku sambil menutupi kepalaku di bawah bantal. "Keluar gak lo, kalo gak lo gak boleh numpang di mobil gue lagi" ancamnya yang membuatku keluar dari kamar.
"Apa?" tanyaku dengan ekspresi datar. "Temenin gue yuk, ke mall beliin kado buat pacar gue" ujarnya dengan mata berbinar, memohon lebih tepatnya.
"Mau beliin gue apa geh?" tanyaku sambil menatap Kak Nau. "Coklat aja" ujarnya sambil mendengus kesal padaku. Sedangkan aku hanya hanya tersenyum puas.
"Ah matre lu" ujar kak Nau mendengus.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee
TienerfictieKehidupannya seperti Coffee selalu pahit di setiap kenangannya, ditinggalkan oleh dua orang yang sangat ia cintai untuk selamanya. ketika semuanya kembali seperti sebuah benteng yang baru di bangun lalu di hancurkan. ** Apa aku gak berhak bahagia? ...