16

2.3K 135 0
                                    

Kami saat ini sedang di sidang seperti tahanan bersama mamaku dan Om Hendri.
Telingaku panas mendengarnya, sedari tadi saja fikiranku melayang entah kemana.

" Apa kita ngalah aja buat mereka Hen?" tanya mama putus asa, aku dan Arnold otomatis yang tadinya menunduk langsung mendongak bersamaan.

" Aku sih bisa aja ngalah sama mereka, tapi aku gak tau apa yang terjadi setelah Kita ngalah buat mereka, Naufal dan Dewi bisa bisa mereka bunuh diri gara gara hal ini. Kamu tau kan mereka? Gak mau mengalah dan egoisnya tinggi terkadang aku juga kasian melihat mereka" ujar Om Hendrik panjang lebar.

Aku memandang mereka dengan mata berbinar.

" Tapi aku kasian sama mereka, mereka selalu mengalah lho buat Naufal dan Dewi, kan seharusnya mereka yang ngalah buat Arnold dan Dina, mereka mementingkan kebahagian mereka sendiri, contohnya hari ini Naufal minta Arnold sama Dina putus, beneran Dina sama Arnold putus di depan aku dan Naufal" ujar mama sambil mengingat ingat hal itu.

Ck! Memalukan.
Kenapa juga aku harus memutuskan Arnold waktu itu, ohya! Kan disuruh Kak Nau.

Om Hendri terdiam.

"Hiks kami memang selalu hiks mengalah hiks" dengan tiba tiba Arnold memecahkan keheningan dengan drama menangis padahal gak menangis.

" alay"

" bodo"

"Sarap"

" masalah"

"O"

" Ye"

" Sejak kapan sih lo jadi alay Ar?" tanyaku heran pada Arnold.
" Sejak kau pergi meninggalkanku" ujar Arnold Dramatis lagi, 'Gua rasa nih orang lagi kesambet jin oleng' gumamku sangat pelan.

" liat geh Om, anaknya kok kayak gini sih?" tanyaku pada Om Hendri lalu Om hendri hanya cekikikan.
" Aku seperti ini karena aku mencitaimu Din" ujar Arnold. 'Agaknya nih orang lagi latian drama deh' otakku berbicara seperti itu

" jijik sih Ar, gak maksud " ujarku ketus lalu cekikikan sendiri melihat sorot wajah Arnold. Mama dan Om Hendri yang menyaksikan kami berdua hanya menggelengkan kepala.

Harap maklum ya.

Muncul ide ajaib di kepalaku.
Aku menginjak kaki Arnold keras!

" Sakit peak!" ujarnya sambil memegangi sebelah kakinya hingga hanya bertumpuan satu kaki saja sedangkan tangan kanannya berada di bahuku.

" Terlalu Dramatis" ujarku pelan pada Arnold yang meringis kesakitan.

" sekarang aku udah punya keputusan" ujar Om Hendrik.

Aku dan Arnold menatap Om Hendrik dengan mata berbinar.
Aku mencengkram tangan Arnold, sedangkan Arnold hanya menahan sakit di kakinya. Sorry Ar, tapi wajah kamu kayak gitu lucu deh.

" Keputusan tidak bisa di ganggu gugat, untuk Dina dan Naufal tetap memanggil saya dengan sebutan papa" ujar om.. Emm Calon papa. Kan belum jadi papa. Tapi aku maunya ayah ada disini, ayah pasti menyaksikan hal ini di atas sana, doakan Dina bisa melewati semuanya ya yah, Love You.

Sarap!
Sama aja gak usah bilang dari tadi, Yaelah, otakku berkata seperti itu tadi.

Aku melepas cengkramanku yang berada di tangan Arnold, lalu mendengus. " sama aja, gak ada lagi harapan" gumam Arnold.

" Udah selesai? Okey kalo gitu aku sama Dina pergi dulu ke stu... Maksudnya mau study yakan Din?" ujar Arnold hampir keceplosan bahwa ia akan membawaku pergi ke studio. Aku hanya mengangguk dan tersenyum aneh.

CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang