Sejak kejadian kemarin aku menjadi sering menatap Riella dan Raffi dengan tajam. Mereka tidak berani membalas tatapanku itu mungkin mereka merasa bersalah. Sepertinya tidak mungkin. Mengapa aku selalu melihat seseorang secara negatif? Aku tak tahu dan aku tak peduli.
Baru sekarang aku tahu bahwa mereka itu busuk. Manis sih di depan apa lagi Riella. Kalo di depan manis banget kalo di belakang busuk banget juga.
Entahlah aku tidak mau menyimpan kesedihanku selama ini, ya aku memang tidak bisa menahan emosiku, jujur aku pernah minum di sebuah club yang menyebabkan orang tuaku memindahkanku ke sekolah milik kakek. Sepertinya bukan pernah tapi sering.
Gak ada yang tahu kalo sekolah itu milik kakekku, kalaupun aku beri tahu mereka tidak akan percaya kepadaku. Lebih baik diam bukan? Terkadang, diam lebih baik
Orang tuaku tau sifatku. Aku hanya pergi ke club pada saat keadaanku dalam keadaan kacau, waktu itu aku pernah mempunyai pacar bernama Reihan. Alm. Reihan lebih tepatnya, dia sangat menyanyangiku begitu juga denganku, itu yang membuatku berubah aku menjadi brandalan seperti sekarang. Aku jadi rindu dia.
Reihan meninggal kelelakaan pada saat ia ingin menjemputku. Ya meninggalnya Reihan gara gara aku! Iyaa gara gara aku.
◾◾◾◾
Reihan sedang sakit beberapa hari ini dia selalu memintaku untuk menjenguknya sesudah aku pulang sekolah. Tentu saja aku menjenguknya setiap hari, karena itu permintaannya. aku tidak akan bisa menolak permintaan Reihan yang dalam kondisi pucat seperti ini.
"sayang, kamu besok main ke rumahku kan?" tanya Reihan kepadaku.
"iya. Kenapa?" tanyaku bingung dengan pertanyaan yang jarang sekali ia tanyakan padaku.
" besok kita habisin waktu kita buat berdua aja ya, soalnya aku mau pergi" ujar Reihan seraya menatap mataku.
PERGI?
"pergi kemana?" tanyak dengan sorot wajah bingung. " kehatimu" ujar Reihan main main. Ah aku tidak suka seperti ini, saat bercanda ya bercanda saat serius ya serius.
"Rei, bukan waktu buat main main" ucapku tegas Reihan hanya terkekeh.
"kamu mau atau enggak?" pertanyaan Reihan membuat aku bingung. " ha?" tanyaku dengan raut wajah menurutku sangat tidak ada ekspresi.
"Sayang, jangan gitu aku tambah suka nanti " perkataan Reihan membuat wajahku merah. Ah Reihan! Hobi banget deh buat pipi aku merah kan mau tau! Gumamku dalam hati.
"kamu mah" ujarku seraya menutup wajahku dengan kedua tanganku. "jangan ditutupin biar aku liat wajah merah kamu, aku hafalin dan gak akan aku lupa " Reihan memegang kedua tanganku menjauh dari wajahku lembut.
Mengenaskan!
Wajahku seperti udang rebus! Aku malu sekali.Lalu tanpa aba aba Reihan memelukku erat. Kurasakan suhu tubuhnya yang sangat panas, dia bukan demam biasa.
"cepet sembuh sayang" ujarku disela Reihan memeluk tubuhku.
Keesokan harinya aku hendak pergi ke rumah Reihan namun hujan turun begitu derasnya dan tidak ada sinyal, bagaimana aku bisa menghubungi Reihan? Dia pasti khawatir.
Damn!
Sekitar 2 jam berlalu tetapi hujan tidak juga berhenti aku lebih memilih menekat untuk pergi ke rumah Reihan. Aku yakin dia akan marah marah deh, please jangan marah Rei. Gumamku dalam hati.
Aku berlari di tengah hujan tiba tiba suara menggelegar yang sangat besar membuatku takut dan perasaanku tidak enak.
Saat aku sampai di rumah Reihan aku mengetuk pintu rumah Reihan dengan keadaan basah kuyup. "ada apa non?" tanya Bik Sri pembantu di rumah Reihan. "Reinya ada Bik?" tanyaku dengan suara bergetar kerena kedinginan.
"oh! Den Rei tadi ke rumah sakit dia pingsan sewaktu mau ngejemput kamu di sekolah, terus ditemuin sama tetangga sebelah terus di bawa ke rumah sakit sama kakaknya non" penjelasan bik Sri membuatku menangis.
Rei masuk rumah sakit karena aku, dia ingin menjemputku. Aku berlari dengan cepat menuju rumah sakit dengan air mata yang terus menerus keluar dari mataku.
"kak, Rei mana?" tanyaku pada kakak Rei yang telah ada di rumah sakit. "di dalem dari tadi dia manggilin nama kamu terus. Lah kok kamu bsah basahan Din?" tanya kak Rendi
"aku tadi ke rumah cuman Reinya di rumah sakit kata bik Sri" ujarku dengan nafas terengah engah. Kak Rendi hanya mengangguk, tanpa ada sorot wajah khawatir di wajahnya, tapi entah dihatinya.
"Aku boleh masuk?"tanyaku dengan sorot mata memohon. Kak Rendi hanya mengangguk lagi.
Aku segera masuk ke ruangan ICU dengan baju seragam basah kuyup, kutemui Reihan yang telah terbangun dari pingsannya.
"Hei" ujarku lirih, Reihan menatapku dengan tatapan wajah bingung. "kamu ujan ujanan ke sini?" tanya Reihan khawatir. Aku hanya mengangguk.
"Din, aku harap kita gak akan pernah putus sampai aku gak ada" ucapnya lirih. "Kamu gak boleh ngomong gitu?" ucapku dengan mata yang mulai berkaca kaca, lagi.
"Jaga cinta ini, Sayang" ujarnya menahan sakit yang ia rasakan seraya menggenggam tanganku sangat erat. "I... Love... You" genggaman tangannya lepas dari tanganku dan tanganya berubah menjadi dingin.
Tiiittttttttttttt
Apa yang terjadi? Ya Tuhan.Dokter masuk ke ruangan mengecek keadan Reihan aku dan kak Rendi hanya menatap dengan khawatir.
"pasien sudah tidak bisa di selamatkan" ucapan dokter itu yang membuatku kehilangan keseimbangan lalu memeluk Reihan. "Reihan, kenapa kamu pergi ninggalin aku kenapa?" tanyaku dengan air mata yang sudah tidak bisa berhenti.
Reihan meninggal.
◾◾◾◾
Itu adalah hal yang paling buruk buat aku, bila aku mendengar lagu kenanganku dan dirinya. aku akan menangis sejadi jadinya, itu lagu favorid Reihan. Dan juga menjadi favoridku sekarang.
Aku harus lari dari keterpurukan dan masa lalu yang hanya membuatku menangis.
****
25Mei2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee
Teen FictionKehidupannya seperti Coffee selalu pahit di setiap kenangannya, ditinggalkan oleh dua orang yang sangat ia cintai untuk selamanya. ketika semuanya kembali seperti sebuah benteng yang baru di bangun lalu di hancurkan. ** Apa aku gak berhak bahagia? ...