Kebahagian dan kekecewaan

3.6K 182 17
                                        

"1...."
"2...."
"3....."

Keren!

Aku melihat apa yang kulihat dengan tatapan yang sulit di tebak.

Indah! Iya ini sangat indah. Taman di penuhi dengan lilin, lilin itu tertaya rapih membentuk namaku dan dengan kelopak bunga mawar indah di dalam tulisan itu, di sini sangat terang. Tidak ada lagi kegelapan, hanya kami berdua iya hanya berdua kami disini.

Aku mencoba untuk menstabilkan degup jantungku yang sangat dan amat cepat. Arnold dia adalah orang kini mengisi hatiku, Arlond dia pengganti Reihan.

Sekarang kami ada di depan tepatnya di tengah namaku itu DINA. Arnold menggenggam tangku lembut, aku belum merakan ini lagi sebelum Reihan yang melakukan ini.

"Aku tau ini terlalu cepat, tapi rasa itu hadir Din, hadir di antara kita, Clara ngasih tau aku kalo kamu suka sama aku, begitu juga dengan aku Din, aku sayang kamu tulus, tanpa ini itu. Aku suka kamu yang apa adanya, kamu yang sangat tertutup, aku akan berusaha untuk ngerubah kamu menjadi lebih terbuka sama aku. Aku sayang sama kamu Din, lebih dari sayang. Aku ingin memilikimu Din. Mungkin ini saat yang tepat" ucapan panjang lebar dari Arnold hanya mendapat tatapan bingung, senang dan heran dariku. Dia sayang sama aku bahkan lebih dari kata sayang?

Kami memiliki perasaan yang sama! Ya Tuhan, aku tidak tahu lagi mau berbicara apa.

Arnold mendekatkan tubuhnya ke tubuhku, kini jarak kita sangat dekat hanya beberapa centi saja, aku masih merasakan degup jantungku yang masih berkejaran.

"Dina, aku tau. Aku gak bisa ngerangkai kata kata manis. Din, jadi pacar aku ya, temenin kua jalanin hari hari yang membosankan?" tanya Arnold dengan tatapan penuh cinta padaku. Aku salah tingkah! Sangat!

Aku diam beberapa detik, aku menimang nimang sejenak jawabanku.

"Ya, aku mau mengisi dan menamani hari hari kamu. Aku juga sayang sama kamu, bahkan lebih dari kata sayang" ujarku dengan senyum kegembiraan. Aku memiliki dia! Dia yang kini aku cintai. Tanpa perjuangan memang, tapi aku yakin di depan sana banyak yang harus dihadapi bersama Arnold.

Arnold mendengarnya mematung beberapa saat. Lalu memelukku, pertama kali mendapat dekapan hangat dari seorang Arnold.

"Arnold?"
"Ya?"
"Boleh aku manggil kamu Arno aja? Soalnya kalo aku manggil kamu Arnold bisa bisa lidah aku kecetit" ujarku polos dan mendapatkan kekehan dari Arnold yang masih memelukku itu.

"Sangat, sangat boleh sayang" ujarnya, aku tersenyum saat Arnold memanggilku sayang. Siapa pun! Tolong aku#

Anindina Keyza Azzahra kini resmi menjadi milik Adelard Arnold.

Kini kami duduk berdua di atas rerumputan aku duduk menyila berhadapan dengan Arnold taman yang tadinya sepi kini mulai ada beberapa orang yang masuk ke dalam taman ini.

"Liat deh! Bintangnya keren" ujar Arnold sambil menunjukan bintang bintang yamg bertaburan di atas.

"Liat deh, bintang yang paling terang tau gak itu siapa?" tanya Arnold seraya menatapku yang sedang menyaksikan langin dengan bintang yang bertaburan itu. Sejak kecil aku ingin mempunyai nama Bintang.

"Gak tau .Siapa Ar?" tanyaku penasara. "Yang paling terang itu kamu" ujar Arnold dengan senyum, sedangkan aku hanya tertunduk malu, tangan Arnold mengangkat daguku hingga aku menatapnya.

"Jangan ditutupin mukanya aku suka muka kamu kayak gitu, itu tujuan aku buat ngegombalin kamu biar pipi kamu merah" ucapan Arnold membuatku mematung sesaat. Reihan! Mengapa Arnold bisa mengungkapkan hal yang sama?

"Ka-- kamu kenapa, Din?" tanya Arnold padaku. Apakah aku harus menceritakannya kepada Arnold? lebih baik jangan. Nangi saja hingga waktu yang mengizinkan.

"Gak gapapa kok Ar" ujarku memberanikan diri untuk menatap kembali mata coklat milik Arnold.

Kami merubah posisi kami menjadi bersebelahan bukan hadap hadapan lagi. Sesekali aku meletakkan kepadaku di pundak kiri Arnold, selalu saat aku menjauhkan kepadaku dari pundak Arnold "Kamu disini aja, aku suka kamu nyandar di pundak aku" ujar Arnold lalu mengusap usap rambutku.

Pukul 22.00 kami masih di taman mamaku lagi ke luar kota aman. Tenang.

"Din, pulang yuk" ujar Arnold padaku aku mengangguk, dibantu Arnold berdiri lalu sepanjang jalan Arnold merangkul pundakku.

"Kok diem aja sih? Mana kamu yang bawel?" tanya Arnold padaku dengan nada bicara uang memelas. Ya ampun, pacar baruku. Eh?

"Aku masih gak percaya, aku bisa jadian sama kamu aku gak percaya Arnold, sekarang kalo aku pingsan tiba tiba tolongin aku ya, aku antara sadar sama enggak" ujarku sesekali menatap mata coklat milik Arnold. Teduh! Iya itu yang kurasakan.

"bisa aja ya kamu Din" ujar Arnold seraya mengacak acak rambutku. "Berantakan tau, tuh kan pitanya lepas" ujaku sebal karena Arnold mengacak ngacak rambutku lalu pita putihnya lepas.

"Sorry Din gak sengaja deh beneran, sini aku benerin" ujar Arnold lalu terkekeh kecil sambil memasang kembali pita itu di rambutku, senyum itu tidak hilang dari bibirku.

****

Kak Nau berdiri di depan pintu dengan tatapan tajam yang saat ini menatapku. Aku bingung dengan maksud tatapannya.

Saat aku masuk ke dalam rumah lenganku di tahan oleh sangat kuat hingga terlihat merah.

"Lo pacaran sama Arnold?" tanya Kak Nau tajam dan penuh penekanan. Aku hanya terkekeh "iya. Kenapa? Gua sayang sama dia" ujarku santai tanpa mempedulikan tatapan kak Nau dan cengkraman Kak Nau di lenganku.

"Lo mikir gak sih? Otak lo tuh di mana? Punya otak tuh di pake. Dia tuh adek pacar gua, sedangkan lo malah pacaran sama dia. gua sama Dewi mau tunangan! Lo gila ya? Lo mau ngerusak kebahagian gua Din!?" ujar kak Nau penuh amarah aku menatapnya dengan tatapan tajam

"Lo gak mikir kak? Gimana terpuruknya gua saat di tinggal Reihan! Sampe pada akhirnya gua daperin Arnold. Kenapa lo malah nentang hubungan gua sama dia? Lo gak mau liat gua bahagia? Hah? Lo kira enak hidup dalam bayang banyang orang yang udah meninggal, lo gak tau rasanya jadi gua kak, gak usah sok tau dan gak usah ngurusin hidup gua kak! Gua bisa ngurus hidup gua sendiri" ujarku penuh penekanan, hatiku emosi saat ini dan pada akhirnya air mata itu jatuh.

"Gua gak peduli, gua gak mau tau sekarang juga lo putus sama Arnold" ujar Kak Nau penuh amarah dan menunjuk tempat mobil Arnold Parkir.

Aku terdiam sejenak mencerna kara kata Kak Nau. Aku benci Dia. "Lo egois kak!" ujarku pelan tetapi penuh penekanan disana. Kak Nau yang masih menggenggang erat lenganku, dengan segera aku melepaskannya secara kasar hingga lenganku berdarah karena tergores kuku milik Kak Nau.

Aku kecewa pada Kak Nau!
Dia terlalu egois!

Aku masuk kamar dengan keadaan berantakan. Aku menangis sejadi jadinya tanpa mempedulikan suara telfon dari Handphoneku.

Sangat amat kecewa sana Kak Nau! Dia terlalu egois! Memikirkan dirinya sendiri.

Aku menyerah! Pada akhirnya aku mengangkat telfonnya. "Hallo" ujarku dengan suara serak.

****

29Mei2015

CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang