6. Pressure

1.2K 126 1
                                    

"K-kak Minho?!"

Minho segera bangkit dan merapihkan pakaiannya.

"Ngapain kakak nguping di kamar aku?!"

"G-gue gak nguping!"

"Terus ngapain?"

"G-gue....."

Jisung masih terdiam diambang pintu. Jelas ia menunggu apa yang Minho ucapkan.

"Apa kak? Kalau kamu nggak ngomong juga aku mau turun"

"I'm so sorry for what I've done, Jisung"

Jisung mengangkat satu alisnya. Tangannya reflek menyentuh dahi Minho. Dengan cepat pula Minho mundur saat tangan Jisung berhasil menyentuhnya.

Minho langsung bergegas menuju kamarnya. Sedangkan Jisung masih terdiam memperhatikan tingkah aneh dari sang kakak.

 Sedangkan Jisung masih terdiam memperhatikan tingkah aneh dari sang kakak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya, sepulang sekolah Jisung mengunjungi mamanya. Ya entah kebaikan dari mana Minho memberikannya tempat sang mama dirawat.

Sang mama masih tertidur, tubuhnya semakin kurus dari sebelumnya dan sangat pucat. Jisung sangat sedih melihat kondisi mamanya yang kian memburuk.

Lee Yoon-ah sudah ada di tahap stadium empat penyakit leukimia. Jisung tak mau pasrah begitu saja, ia akan ikut berjuang demi kesembuhan mamanya.

Segala pengobatan telah dilakukannya. Mulai dari pengobatan herbal hingga pengobatan seperti kemoterapi, imunoterapi, dan lain-lain.

"Ma, Jisung mohon mama bangun ya. Jisung kangen jalan-jalan sama mama. Kangen ngobrol sambil minum teh sore hari"

Air mata Jisung menetes begitu saja, isak tangisnya menjadi satu-satunya suara yang ada di ruangan itu.

"Ma, Jisung ngga bisa kehilangan mama. Mama bertahan ya? Ayo mama sembuh demi aku dan kak Minho"

Jisung pun duduk dan memeluk pinggang mamanya yang sedang tertidur. Diperhatikannya wajah ayu mamanya meski sudah pucat dan menua.

Jisung selalu berjanji pada dirinya sendiri jika ia akan selalu menemani mamanya sampai kapanpun.

"Permisi tuan Jisung, waktunya check up untuk nyonya Lee"

"Ah, baik, silahkan"

Jisung mengizinkan dokter dan perawat untuk memeriksa kondisi mamanya.

"Kondisi nyonya Lee semakin hari semakin menurun. Tuan Jisung yang kuat ya, saya juga akan tetap berusaha semaksimal mungkin"

"Terima kasih, dok"

"Baik. Saya permisi dulu"

Tubuh Jisung rasanya lemas begitu saja mendengar pernyataan dari dokter.

Apakah ini waktunya Jisung untuk pasrah saja dengan keadaan mamanya yang semakin hari semakin memburuk?

Entahlah, Jisung sendiri tak tau.

Satu hal yang pasti, Jisung akan selalu berada disamping mamanya. Jisung selalu mendoakan kesembuhan mamanya.

Hari sudah malam, waktunya Jisung kembali pulang.

"Mama, Jisung pulang ya? Maaf kak Minho sibuk sama urusan sekolah karena sebentar lagi kan kuliah. Besok Jisung sempatkan kesini lagi. Selamat malam, mama"

Cup

Jisung mengecup dahi sang mama yang telah merawatnya sejak ia dibuang oleh orang tua kandungnya.

Lalu Jisung berjalan keluar dari rumah sakit dan segera pulang untuk beristirahat.















Keesokan paginya, Minho dan Jisung sudah bergegas berangkat ke sekolah.

Beep

Beep

Beep

"Halo?"














"Tuan Minho, nyonya Lee sudah meninggal pagi ini pukul 05.34"

Tubuh Minho serasa mematung, ia lemas hingga ponselnya terjatuh begitu saja ke lantai.

Jisung yang mengetahuinya pun berjalan ke arah Minho dan mengambil ponselnya. Ia mengecek dan melihat ada nama kontak rumah sakit tempat mamanya dirawat.

"Halo?"

"Selamat pagi, apa ini tuan Jisung?"

"I-iya, saya sendiri"

"Maaf tuan Jisung saya harus menyampaikan kabar duka-

DEG.

-nyonya Lee sudah meninggal pagi tadi"

Tubub Jisung merosot begitu saja ke lantai. Namun ia bergegas untuk pergi ke rumah sakit.

Minho pun menarik tangan Jisung dan membawanya masuk kedalam mobil.

Sepanjang perjalanan Jisung dan Minho tak berbicara sepatah katapun. Keduanya hanya terdiam sambil melihat jalanan menuju ke rumah sakit.

Setibanya disana, Jisung berjalan perlahan mendekati mamanya yang sudah tidak bernyawa. Jisung menggenggam tangan mamanya yang mulai terasa dingin. Barulah tangisan Jisung pecah.

Minho pun terdiam dibelakang Jisung, tak ada satu katapun namun air matanya tak berhenti menetes.

Jisung menoleh ke arah Minho, ia melihat kakaknya yang terlihat sangat sedih.

Ia berjalan perlahan dan menarik tangan Minho agar tubuhnya mendekat dan Jisung memeluk erat Minho.

Tangisan Minho semakin kencang saat Jisung memeluknya erat.

Kakaknya yang seperti batu ini ternyata tipikal orang yang sulit mengungkapkan apa yang dirasakannya.

Masih dalam isak tangis, kedua kakak beradik itu tak mengeluarkan sepatah kata. Hanya ada kesunyian dan tangisan.

Hingga hari pemakaman tiba, Minho tak peduli orang-orang akan tau siapa Jisung.

Jisung pun acuh akan hal itu, untuk saat ini.

Ya, mulai detik ini Minho dan Jisung akan hidup mandiri tanpa kedua orang tuanya.

Jisung juga sudah berjanji akan berusaha tak menyulitkan Minho dan hidup mandiri.

Minho cukup menjalani hari yang sulit, begitupun dengannya.

Karena sang mama sudah tiada, ia berharap hubungannya dengan sang kakak akan lebih baik dari sebelumnya.

Karena sang mama sudah tiada, ia berharap hubungannya dengan sang kakak akan lebih baik dari sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Bersambung...

Segini dulu ya,
Sampai jumpa lagi~~~

STAY • ((MINSUNG)) • [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang