EMPAT

45 11 0
                                    

Pintu ruang makan dibuka, semua orang yang duduk di meja sontak menoleh, termasuk kepala pelayan yang berdiri di belakang kursi Presiden.

Julia masuk dengan santai dan menyipitkan kedua mata ketika melihat letak duduk istri siri suaminya. "Aku heran, ini rumahku- dan tidak ada tempat duduk untuk aku?"

Meja makan panjang dan kursi makan banyak, ada tempat untuk orang lain namun Julia hanya memikirkan posisinya sebagai istri sah. 

"Kenapa kamu sarapan di sini? Bukankah biasanya kamu di kamar?"

Julia menaikkan salah satu alis dan hendak mengatakan sesuatu, Aether masuk ke dalam ruang makan setelah mendapat laporan dari pelayan muda dan tertawa melihat wanita cantik yang dia kenal melalui majalah. Istri sah presiden yang tidak terlalu suka dengan publikasi. 

"Ibu-"

Julia menoleh lalu terpana melihat Aether, tubuhnya membeku sesaat dan bertanya. "Aether?"

"Ada apa, bu?" tanya Aether dengan sopan. "Tidak mau sarapan di sini?"

Julia menggeleng lalu memperhatikan putranya dari atas sampai bawah. "Tidak, tidak. Kenapa kamu-" dia berhenti bicara lalu mencubit kedua pipi anak satu-satunya.

Aether tidak berani menghalangi tangan Julia, meskipun sedikit kesal diperlakukan tidak sopan. "Hm-"

Julia menarik tangannya dan menatap bingung Aether. "Kamu- baik-baik saja?"

Aether pura-pura merenung lalu mengangguk singkat. "Ya."

Julia tersenyum canggung.

Aether mengangkat salah satu alis. "Ibu sakit? Jika sakit, tidak perlu sarapan di sini."

Julia menggeleng. "Tidak perlu, Ibu ikut makan. Ibu tidak mau Aether makan sendirian."

Aether tersenyum licik. 

Tidak lama, kepala pelayan memberikan kursi untuk Julia dan duduk berhadapan dengan suaminya yang duduk di ujung sementara Aether duduk di sebelah kanan. 

Aether memperhatikan Julia yang sibuk dengan bukunya, selagi menunggu makanan datang. Julia merupakan lulusan ilmu politik dan merupakan satu-satunya pewaris dari klan Kailash, keluarganya turun temurun menjadi menteri untuk generasi kepala keluarga. Namun sekarang menjadi tergeser, kepala keluarga digantikan menantu yang sudah menjadi presiden, lalu Julia mengurus perusahaan keluarga dari pihak ibu kandung atau nenek Aether.

Julialah yang mengatur semua dana kampanye dan operasional keluarga Kailash yang lebih mementingkan politik. Pemilik tubuh Aether yang asli, lebih suka menjilat ayah kandungnya yang Presiden dari pada menjalin hubungan dengan Ibunya yang keras.

Benar, Aether sangat takut pada Julia yang tegas dan keras dari pada ayahnya yang suka memanjakan anak. 

Presiden menyipitkan kedua mata sambil memotong daging steak dengan tidak sabar. "Jika aku tahu kamu sarapan di sini, aku akan menyuruh kepala pelayan menyiapkan segalanya."

Kali ini Presiden dan keluarga kecilnya tidak perlu menunggu lagi untuk sarapan. 

Julia tidak terpengaruh dengan amarah suaminya.

Aether bertanya ke Julia. "Ibu."

"Hm?"

"Apakah buku itu menarik?" tanya Aether.

Julia menghentikan tangannya yang sedang membalik halaman buku. "Apa yang kamu tanyakan tadi?"

"Apakah bukunya menarik?" tanya Aether. Sebelum masuk ke dalam tubuh ini, dia tumbuh dengan buku bekas dan suka membaca untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, pengganti tidak bisa sekolah dan hanya bisa mengikuti ujian paket.

Julia menaikkan salah satu alis lalu menyerahkan buku yang sedaritadi dibaca, ke Aether. "Kamu mau baca?"

Aether menerima buku itu dengan bingung. Pemilik tubuhnya bisa baca kan? Paham tentang buku kan? Orang yang terlahir kaya pasti suka dengan buku kan? 

Pelayan muda yang berdiri di belakang kursi Aether maju dan menuang gelas yang kosong dengan air lemon sambil bicara dengan nada rendah. "Tuan muda, dulu anda tidak tertarik dengan buku."

Aether membeku ketika diberikan peringatan oleh pelayannya dan berteriak di dalam hati. Kenapa baru sekarang diberitahu?!

"Aether?" Julia tersenyum sambil menunggu jawaban putranya. "Kamu mau baca?"

Aether mengembalikan buku ke Julia dan menguap. "Entah kenapa setiap memegang buku, aku mengantuk. Rasanya tidak cocok dengan karakter aku."

Julia tidak mengambil buku yang disodorkan Aether.

Aether menjadi bingung. "Ibu?"

"Apakah putra Ibu kembali ke usia kecil?" tanya Julia sambil tersenyum.

Aether tidak bisa menjawab.

Presiden berdehem. "Aether, Ayah dengar kamu semalam pesta dan membawa seorang wanita, apakah dia kekasih kamu sekarang? Ayah ingin kamu berhati-hati untuk bertindak."

Aether meletakkan buku di atas meja, dekat tangan Julia lalu mengangkat salah satu alis, menatap ayahnya yang sedang sarapan dengan steak. Apakah dia tidak marah dengan kelakuan aku?

Alvin, adik tiri  Aether yang hanya beda dua bulan lebih muda, tertawa. "Ayah, jangan bicara seperti itu. Kasihan kakak, kakak- jangan terlalu dibawa hati dengan ucapan Ayah."

Presiden mendengus keras begitu mendengar pembelaan dari Alvin. "Kamu jangan mencontoh kakak kamu-"

Alvin mengangguk.

Adik Alvin, Aida. Bertanya kepada ayahnya. "Ayah, apakah aku boleh membawa pacar ke rumah juga? Tidak adil jika kakak Aether diizinkan membawa pacar ke rumah."

"Kakak kamu itu laki-laki, dia bebas melakukan apa saja. Alvin juga, jangan melakukan hal-hal aneh, konsentrasi dengan kuliah kamu!"

Aether mendengar percakapan ayah dan kedua anak kandungnya itu, dia tidak tersinggung ataupun sedih dengan percakapan intim mereka- hanya saja, jika dirinya tidak memiliki otak dan hanya hidup di rumah kaca, tidak akan paham semua perkataan mereka bertiga dan menganggap hanya sebagai bentuk perhatian sekaligus iri terhadap saudaranya sendiri. Namun pada kenyataan sangat berbeda. 

Aether mengalihkan tatapannya ke Julia yang menerima sarapan bubur seperti biasa, dia bertanya dengan bingung. "Ibu, Ayah menyuruh aku untuk hati-hati- usia aku memang sudah menginjak dua puluh lima tahun-"

Julia menoleh dan menunggu apa yang akan dikatakan putranya. 

"Apakah Ibu tidak marah, aku melakukan suatu hal yang tidak berguna?" tanya Aether.

Julia bertanya ke Aether. "Kenapa Ibu harus marah? Usia Aether sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk."

Aether terdiam lalu tidak lama menyentuh pelipis kirinya dan mengeluh. "A... ah!"

Julia bangkit dari kursi lalu mendekati putranya dengan panik. "Ada apa? Apakah kamu pusing?"

Aether melirik tempat presiden dan mengamati reaksinya yang biasa, dia mengeluh. "Ayah, kepala aku pusing karena kebanyakan minum semalam dan tidur dengan wanita, aku tidak tahu berapa ronde aku melakukannya- sekarang kepalaku sak-"

Julia memukul belakang kepala Aether dengan geram, lalu kembali duduk di kursinya. "Dasar, anak tidak tahu diri! Ibu khawatir pada kamu dan kamu malah mengeluh ke Ayah?"

Aether tersenyum lebar sambil tetap menyentuh pelipis kirinya. "Ibu, selama ini kan Ibu selalu bekerja dan sibuk. Ayah yang mengurus aku sendirian dan menyayangiku. Tentu saja aku harus mengeluh ke Ayah dan tidak ingin membuat Ibu khawatir."

Julia mendecak kesal.

Presiden meminum air lemon dengan santai. "Aether sejak kecil sudah terbiasa dimanjakan, aku juga hanya bisa memenuhi semua kebutuhannya. Biarkan dia melakukan sedikit kenakalan supaya saat menikah nanti, dia tidak akan nakal. Anak muda harus memiliki banyak pengalaman dengan baik."

Aether menyeringai begitu mendengar nasehat dari Presiden yang licik. Ternyata tidak hanya orang lain yang kamu manipulasi, anak sendiri pun diperlakukan sama. The Rebel Prince, huh?



KEMBALINYA PANGERAN MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang