BULLYAN NETIZEN

30 5 0
                                    

Danti menyambut teman-temannya yang datang berkunjung. 

"Aku kaget karena tiba-tiba jamnya dimajukan, ada apa?" 

Danti menjawab dengan lesu. "Yah, bagaimana ya- ternyata siang aku harus menemani Alvin keluar, dia dari kemarin sibuk dan aku tidak tega melihatnya sendirian."

"Bukankah dia punya asisten?"

"Ada, tapi rasanya aku ingin menemani dia." Bohong Danti sambil mempersilahkan teman-temannya untuk masuk. "Aku harap kalian bisa nyaman di rumah ini, sarapannya hanya sederha- oh!"

Semua teman Danti otomatis menoleh ke arah pandang Danti di sofa.

"Apakah itu anak sulung Presiden?"

"Si pemabuk dan tukang pesta."

"Aku heran, bagaimana bisa seorang Presiden yang dicintai rakyat, memiliki anak menyedihkan seperti dia."

Danti sedikit tersenyum lalu pura-pura menghapus air mata di sudut mata. "Yah, bagaimana ya- anak-anakku tidak pernah diperhatikan, hanya dia yang dimanjakan oleh Ayahnya- mungkin karena kebablasan makanya-"

Pelayan pribadi Aether yang berdiri di dekat tembok, memiringkan kepalanya ketika melihat banyak orang berdatangan. Huh?

Teman-teman Danti menatap sinis Aether.

Aether yang terbangun, membuka mata lalu bangun perlahan.

Pelayan pribadi Aether menghela napas lega. "Tuan, Tuan. Anda baik-baik saja? Kita pindah ke kamar dan-"

"Siapa yang mengganggu tidurku?" tanya Aether dengan tatapan tajam ke pelayannya.

Pelayan kecil yang hendak menghampiri atasannya menjadi gugup lalu melirik Danti dan teman-temannya yang berisik dan mengganggu Aether.

Danti menunjukkan wajah lega ketika melihat Aether sudah bangun. "Aether, maafkan aku karena sudah mengganggu. Hari ini ada jadwal teman-teman datang, aku sudah bicara ke Ayah kamu dan mereka setuju, perkenalkan- mereka istri dari para anggota partai Ayah kamu, mereka juga mendukung Alvin. Kamu dulu bilang akan selalu mendukung adik kamu dengan baik kan?"

Danti menunjukkan sikap ibu tiri yang baik, hal ini membuat Aether semakin muak.

Aether bangkit dari kursi dengan wajah mengantuk lalu melipat selimut dengan rapi.

Mulut pelayan kecil menganga ketika melihat Aether melakukan itu. "Tu- tuan, biar saya saja yang melakukannya."

Aether tidak peduli dan tetap menyelesaikan lipatan selimut, lalu diserahkan ke pelayannya dengan raut wajah datar.

Teman-teman Danti sedikit tergoda dengan tubuh Aether yang gagah. 

"Apa dia memang seperti itu?"

"Dia memang tidak seperti ayah dan adiknya."

Danti yang mendengar bisikan teman-temannya, berusaha menahan amarah lalu tersenyum. "Aether, maaf jika mengganggu tidur kamu."

Aether melirik Danti lalu melihat teman-teman Danti. "Apakah kalian semua tahu bahwa di pagi hari, sangat tidak sopan bertamu di rumah orang."

Salah satu teman Danti tersinggung dengan perkataan Aether. "Kami diundang Danti, bagaimana bisa kami dikatakan tidak sopan?" tanyanya dengan kesal.

Danti tersenyum canggung. "Maafkan perkataan Aether, dia tidak sadar mengucap-"

"Ini rumah Kailash. Apakah teman yang mengundang anda, bagian dari keluarga Kailash?" tanya Aether dengan santai.

Teman-teman Danti saling bertukar tatapan dengan bingung, mereka tidak tahu menahu tentang siapa pemilik rumah ini yang sebenarnya, namun yang mereka tahu adalah Presiden dan istrinya tinggal di rumah ini cukup lama. 

"Lain kali, jika ingin membawa teman. Minta izin ke aku atau Ibu, kamu hanya istri kedua dan bukan bagian dari rumah ini. Bersikaplah sopan jika masih ingin tinggal di tempat ini."

Danti tidak menduga, Aether akan menghinanya secara terang-terangan di depan temannya. Padahal anak itu tidak pernah bisa melawan dirinya, karena takut dengan pengaruh sang Ayah.

Aether memanggil Sebastian yang berdiri di dekat tangga setelah melapor ke Julia. "Sebastian, tamu selain anggota keluarga Kailash, hanya bisa masuk sebatas ruang tamu. Di luar itu, mereka tidak bisa masuk." Lalu dia melirik Danti dan teman-temannya. "Harusnya kalian bisa menghargai pemilik rumah yang sedang istirahat. Mau dia habis mabuk atau apa pun, kalian tidak punya hak berkomentar. Justru kalian sendirilah yang lebih tidak sopan."

Mood Aether memburuk karena dibangunkan oleh suara berisik, dia bergegas menuju kamarnya dan istirahat. Hari ini dia tidak akan melakukan apa pun.

Danti semakin marah karena Aether sudah menginjak dan mempermalukannya di depan teman-teman.

Julia yang mendengar itu, bergegas membuat janji dengan acara televisi hari itu juga. Dia ingin mengumumkan ke seluruh negeri bahwa dirinya adalah istri sah presiden, ternyata hanya duduk di belakang layar, bisa saja merugikan.

Julia melakukan langkah itu, sebelum para pendukung Danti dan anaknya mulai menyerang Aether. Meskipun di media sosial sudah mulai ramai para pendukung Alvin mulai menyerang Aether hanya karena mengganggu tidurnya di pagi hari, bahkan dibuatkan thread khusus mengenai kejelekan si pangeran pembuat onar.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa anak pertama Presiden tercinta kita adalah pembuat onar, tukang pesta dan suka bermain dengan wanita. Aku mendapat cerita kalau dari teman, kalau ibunya melihat si A tidur di ruang tengah lalu marah-marah karena merasa terganggu sampai mengusir para tamu bu D.

Netizen mulai tertarik dengan thread tersebut dan memberikan komentar.

'Aku pernah melihat si A ini masuk klub malam dan selalu berganti wanita, bahkan staff di sana juga mengakuinya. Lucu saja, ternyata presiden yang dicintai masyarakat Indonesia, memiliki anak tukang onar.'

'Bu D ini dulunya selingkuhan presiden kan? Lalu dinikahi secara siri dan membawa anak-anaknya ke rumah. Ya, pantas saja presiden selingkuh. Anaknya tidak beres begitu.'

'Hei, kamu yang berkomentar tentang selingkuh. Mau bagaimana pun perselingkuhan tidak dibenarkan. Anak pembuat onar, jangan salahkan anak tersebut, tapi salahkan orang tua yang tidak bisa mendidiknya dengan baik.'

'Hah! Ini karena ibunya tidak bisa mendidik dengan baik. Lihat saja si Alvin, dia bagus pekerjaannya bahkan aktif terus di dunia politik, berbeda dengan si pembuat masalah.'

'Ibunya tidak peduli tentang anak dan suami, hanya peduli pada diri sendiri. Buktinya adem ayem saja ketika sang suami membawa pulang selingkuhan dan anaknya.'

'Istri sah presiden tidak pernah mengatakan apa pun, bukan berarti tidak peduli. Kenapa kalian jadi menyerang orang lain?'

Tidak lama, muncul tulisan baru.

Si A ini tidur dalam keadaan mabuk, begitu bangun malah marah-marah pada tamu bu D. Padahal tamu itu tidak salah apa pun. 

'Tidak heran dia mabuk, sukanya keluar masuk klub malam sih.'

'Jam berapa sih tamunya datang? Kok sampai semarah itu?'

'Aku rasa otaknya sudah bermasalah karena suka mabuk. Lebih baik bawa ke terapi saja, dari pada membuat masalah. Kasihan karier sang ayah karena ulah anaknya yang seperti itu.'

'Dia menjadi sombong karena bapaknya Presiden, emaknya cuma pengusaha biasa kan? Kalau tidak ada Presiden, mau jadi apa mereka berdua?'

Kalimat menyakitkan, bullying serta menghina mulai bermunculan seolah mereka merasa wajar dan bebas karena semua orang memiliki kebebasan dalam berpendapat, namun para netizen terhormat yang menghina orang lain dengan alasan kritik, telah melupakan cara menghargai orang lain. Tidak ada yang membela Aether, bahkan presiden sekali pun, para anggota partai sesekali berkomentar bahwa Aether sudah melupakan tata krama sebagai anak muda.

Hari itu juga Aether dibully habis-habisan di media sosial.




KEMBALINYA PANGERAN MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang