DELAPAN

39 6 0
                                    

Aether menuruni tangga dengan santai. Hari ini dia bisa tidur nyenyak dan bangun dengan nyaman setelah mendapat perlakuan khusus dari para pelayan baru.  langkah kakinya terhenti di tengah tangga ketika mendengar jeritan histeris Aida. "JANGAN BAWA PELAYANKU PERGI!"

Alvin berusaha memegang adiknya, supaya tidak menyusul si pelayan sementara Danti hanya berdiri kebingungan, tidak bisa berbuat sesuatu.

Aether berjalan melewati kekacauan itu.

Aida menatap marah Aether. "KAKAK PUAS SEKARANG? SUDAH MENYAKITI AKU, SEKARANG MENGUSIR PELAYANKU KELUAR DARI RUMAH! AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN KAKAK!"

Aether berjalan santai dan melambaikan tangan, tanpa menoleh ke belakang.

Aida menjerit putus asa, sementara Alvin hanya menatap punggung Aether yang menjauh.

"Kita mau ke mana?"

"Tuan muda!"

Aether menoleh lalu melihat seorang pria tua berjalan terburu-buru menghampirinya. "Oh-"

"Tuan muda, saya dari tadi memanggil anda."

"Ada apa?"

"Ini."

Aether menaikkan salah satu alis, menerima sebuah amplop panjang berwarna cokelat yang cukup tebal. "Apa ini?"

"Uang."

"Hah?"

"Saya tahu selama ini anda tidak terlalu suka membawa uang cash, tapi kali ini anda harus membawanya. Anda akan pergi menuju kota belakang, di sana ada banyak masyarakat yang disebut kaum pecundang. Anda harus hati-hati, banyak kejahatan di sana.

"Uang di dalamnya ada pecahan sepuluh ribu rupiah berjumlah seratus. Jangan keluarkan semua lalu diberikan ke orang acak, berikan pada orang yang membantu anda di sana.

"Di sana banyak orang tidak mampu, jadi uang satu lembar sepuluh ribu sangat berarti bagi mereka. Selain itu, anda juga jangan terlalu percaya dengan perkataan orang-orang di sana. Mereka sangat pandai memanipulasi anda."

Aether menaikkan kedua alisnya ketika mendengarkan nasehat kepala pelayan. "Sebastian?"

"Ya, Tuan muda." 

"Kenapa aku dulu membenci kamu?"

Pertanyaan Aether, diluar dugaan Sebastian. "Karena saya terlalu cerewet?"

Aether mengangguk paham namun disalah artikan orang lain kalau dirinya terlihat meremehkan kepala pelayan. "Yah, lalu kenapa kamu masih cerewet?"

"Karena saya peduli," jawab Sebastian dengan tegas. "Saya peduli dengan anda, Tuan muda. Meskipun kepedulian saya tidak sebanding dengan kasih sayang perlindungan anda."

"Apakah itu sindiran?"

"Saya tidak berani."

Aether menepuk bahu Sebastian. "Terima kasih."

"Ya?"

Aether mengangkat amplop cokelat di tangannya. "Uang."

"Ah, ya. Sama-sama."

Aether masuk ke dalam mobil dengan bantuan bodyguard, pelayan muda yang hendak dia pecat, sudah menunggu di dalam mobil dengan takut. 

Pelayan muda itu hanya duduk di lantai mobil limousine. "Tuan muda."

Aether yang ramah di rumah klan Kailash sudah hilang, sekarang hanyalah Aether sang pangeran mafia yang muncul. "Jika kamu ingin terlihat berguna dan tidak mau dipecat, beritahu semua hal yang kamu ketahui."

KEMBALINYA PANGERAN MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang