SEBELAS

34 7 0
                                    

Aether menatap tidak percaya Dimas. "Kamu yakin pemerintah tidak mengembalikan tubuh ketua kalian? Kenapa?"

"Kami tidak tahu alasannya." Geleng Dimas sementara anggota lainnya menunjukkan wajah sedih. "Mereka tiba-tiba datang mencuri dokumen dan menuduh kelompok kita telah berupaya memberontak dan bekerja sama dengan negara lain."

Aether mengepalkan kedua tangannya dengan marah lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Kalian mau diam saja ketika mendapat perlakuan tidak adil?"

"Lawan kami penguasa."

"Kami bisa berbuat apa?"

"Anda hanya anak orang kaya yang masih menerima uang dari orang tua."

"Bagaimana bisa kami mempertaruhkan nyawa untuk anda?"

"Jangan ganggu kami."

Aether tidak menyalahkan sikap mereka, mengambil kartu nama di balik saku jaket dan menyerahkannya ke Dimas. "Ini."

Dimas membaca kartu nama kekanakan dan terlihat mewah, berwarna emas. "Apakah ini bisa dijual? Saya yakin ada unsur emas di kartu nama ini."

Aether memasang tampang kecut ketika Dimas melontarkan pertanyaan sarkas. "Memang, kamu perhatikan nama di kartu itu, setiap tulisan nama memakai tinta emas. Makanya kartu nama itu dilaminating. Keren bukan?"

Dimas menatap jijik selera Aether.

Aether tahu dengan baik sifat Dimas, dan dia berusaha menahan diri untuk menjadi seoarang anak kaya yang memiliki selera buruk. "Orang miskin tidak akan memahami selera anak-anak kaya seperti kami."

Dimas tertawa mencemooh.

Aether melihat jam di tangannya yang mahal. "Hari ini kita sampai di sini. Jika kalian memang ingin bekerja sama dengan saya, datang ke alamat yang tertera secara langsung."

"Tidak mau. Anda pasti akan menjebak kami, kami tidak akan mengulangi hal yang sama."

Aether menunjuk Dimas. "Hanya kamu yang datang, jika kamu tidak percaya. Lebih baik menunjukkan bukti pada satu orang yang pintar dari pada menjelaskan ke banyak orang bodoh dengan susah payah."

Dimas terkejut dengan perkataan Aether yang sama dengan ketuanya. "Anda-"

Aether menaikkan sudat bibir lalu berjalan meninggalkan mereka tanpa mengucapkan apa pun ke Dimas ataupun anggota Balin lainnya. "Kita kembali." 

Bodyguard dan juga pelayan muda berjalan mengikuti Aether.

Dimas menatap kartu nama mewah itu dan coba menelepon, tidak lama dia mendengar suara deringan telepon dari Aether.

Aether mengeluarkan handphone lalu memasukan kembali ke dalam sakunya.

Anggota lain yang melihat itu langsung berkomentar. "Jadi, dia benar-benar memberikan nomor teleponnya kepada kita?"

"Astaga."

Dimas masih curiga dengan maksud kedatangan Aether, tapi dia tidak bisa melakukan apa pun jika tidak mendekat dengannya. Satu-satu cara yang bisa dia ambil, mungkin dengan  pergi ke tempat Aether dan melihat sendiri apa sebenarnya yang dia inginkan.

Dimas mengedarkan pandangan ke sekeliling gudang setelah pintu ditutup lalu mengumumkan kepada para anggota lainnya, hanya mereka yang tersisa, lainnya kabur, menyelamatkan diri dan bahkan tidak mengirim kabar sama sekali. "Seperti yang dia bilang, kita membutuhkan posisi pria itu untuk mengamankan kelompok kita, aku akan pergi ke sana besok."

"Tunggu! Buat apa pergi ke sana?"

"Bagaimana jika kamu dijebak? Sama seperti yang didapatkan ketua?"

"Jika anda tidak ada, bagaimana dengan kelompok kita?"

KEMBALINYA PANGERAN MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang