DUA BELAS

30 6 0
                                    

Keesokan paginya, Aether terbangun dengan kepala sakit. Pelayan muda yang bersumpah setia kepadanya, menghela napas dengan lega dan tertawa gugup melihat majikannya sudah bangun. "Tuan muda, anda sudah bangun?"

Aether menatap dingin pelayan junior tersebut.

Sang pelayan menundukkan kepala dan mengakui kesalahannya. "Saya minta maaf, Nyonya memaksa saya untuk membuka mulut. Saya tidak punya pilihan lain."

Aether bangun dengan susah payah lalu mengangkat tangan ketika pelayan itu hendak menolongnya, dia bukan orang lumpuh dan tidak suka ada yang membantunya untuk hal kecil. "Tidak masalah, ceritakan saja. Aku tidak peduli." Dia juga tidak ingin merahasiakan semua tindakannya ke Julia untuk sementara waktu. "Ibu memang orang yang peduli pada hal detail, tidak usah merasa bersalah."

Pelayan muda itu semakin gugup dengan jawaban Aether, masalahnya dia tidak tahu apakah jawaban majikannya itu untuk menghibur atau justru malah mengujinya. "Tapi, saya benar-benar merasa bersalah."

"Kamu hanya takut dan merasa bersalah karena tidak ingin kehilangan pekerjaan, jadi berhentilah melakukan hal yang tidak berguna." Aether manjadi kesal lalu turun dari tempat tidur, tubuhnya mendadak sempoyongan.

Pelayan muda teringat dengan pesan Nyonya besar, lalu mengambil sebuah gelas di atas nakas dengan gugup. "Tuan, katanya Nyonya- begitu anda bangun, harus minum ini."

Aether melirik tidak suka gelas di tangan pelayan muda itu, hendak menepisnya lalu teringat dengan kecurigaan sang Ibu. Dia bergegas mengambil gelas itu dan langsung meminumnya sampai habis.

Julia adalah seorang Ibu yang sangat menyayangi anaknya, tidak mungkin tega membunuh apalagi menyakitinya. 

Setelah menghabiskannya, dia serahkan ke pelayan muda dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi, bajunya masih sama dengan yang dipakai kemarin, dia heran dengan para pelayan di rumah ini yang tidak membangunkannya atau membersihkannya saat tidur, atau mungkinkah ada pelayan tersisa yang masih membangkang? Ah, sudahlah. Dia terlalu malas untuk berpikir lebih banyak lagi dan segera mandi.

Pelayan muda bergegas mengambilkan kimono dari dalam lemari dan meletakkannya di dekat pintu kamar mandi, tidak berani masuk ke dalam kamar mandi karena mood majikannya yang tidak menentu. Dia menunggu di depan pintu kamar mandi untuk memastikan kondisi majikannya baik-baik saja.

Tidak lama Sebastian masuk ke dalam kamar Aether dan mengerutkan kening ketika pelayan muda berdiri di depan pintu kamar mandi. "Apa yang kamu lakukan dengan berdiri bengong di sana?"

Pelayan muda yang melihat Sebastian datang, menjadi bingung. "Dulu-"

Sebastian akhirnya paham dengan apa yang dilakukan pelayan muda tersebut. Namun sayanya, pelayan muda tidak tahu tujuan asli yang diberikan kepala pelayan sebelumnya. "Kamu- jangan sekalipun melakukan hal mencolok seperti itu."

"Ya?"

"Apakah kamu tahu kenapa Tuan muda disebut suka melakukan hubungan bebas dengan berbagai gender? Salah satunya karena pelayan bodoh seperti kamu, berdiri di depan kamar mandi."

Pelayan muda semakin tidak mengerti dengan penjelasan Sebastian. "Saya hanya bekerja, bagaimana bisa saya-"

"Menunggu di depan pintu kamar mandi tanpa melakukan apa pun, apakah kamu tidak bisa berpikir kalau orang yang melihat dari jauh beranggapan bahwa Tuan muda mandi ingin diintip pelayannya sendiri?"

Pelayan muda memucat dan berkata dengan nada panik. "Tidak... mana mungkin..."

Sebastian menggelengkan kepala. "Kamu harus berhati-hati dalam bersikap. kita tidak tahu siapa musuh dan siapa teman."

KEMBALINYA PANGERAN MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang