CHAPTER 03 : Keputusan Ayah

907 45 0
                                    

Happy Reading guys
°
°
°
°
°
°
 

  Seusai perbincangan tadi sore, aku langsung mengurung diriku di dalam kamar. Kedatangan ayah benar-benar memberiku banyak kejutan. Pertama, ayah bilang jika kepulangannya bulan depan, tapi ini satu minggu lebih awal. Kedua, ayah menyatakan bahwa aku telah menjadi calon istri seseorang.


Keputusan ayah membuatku tidak habis pikir. Ayah ingin menikahkanku dengan lelaki yang bahkan belum pernah aku temui sebelumnya. Aku tidak tahu asal usulnya dari mana dan seluk beluk lelaki itu bagaimana.

Dan saat ini, tidak ada yang mau membela dan berada dipihakku. Ibu bahkan tampak setuju dengan perjodohan ini. Sementara kak Benua terus berkata, " Radipta itu laki-laki yang baik. Kakak yakin dia bisa bertanggung jawab atas diri kamu."

Ayolah tolong berpikir realistis. Ini bukan zaman Siti Nurbaya, di mana semua orang menikah atas dasar perjodohan. Ini sudah zaman modern. Aku bisa menikah dengan lelaki yang aku cintai, bukan pilihan keluargaku.

Lagi pula aku tidak ingin menikah dalam waktu dekat. Aku saja belum jadi sarjana dan belum mendapatkan perkerjaan. Banyak mimpiku yang belum terealisasikan. Intinya aku masih ingin menikmati masa mudaku.

Tok.. Tok.. Tok..

Suara ketukan pintu terdengar membuatku menghembuskan napas gusar. Akan diketuk ribuan kali pun tidak akan aku buka. Aku ingin mereka mengerti bahwa keputusan yang mereka ambil tidak bisa aku terima dengan baik.

"Asia, tolong buka pintunya. Ayah ingin bicara."

Suara ketukan pintu itu terus terdengar diiringi oleh panggilan ayah. Maaf yah, untuk saat ini aku tidak akan menjadi anak yang penurut. Aku juga bisa marah jika ayah membuat keputusan secara tiba-tiba dan jauh dari ekspetasiku.

"Asia, kamu dengar ayah?"

Sebenarnya aku tidak mau melakukan ini. Tapi aku juga tidak mau membukakan pintu untuk ayah dan mengizinkannya untuk berbicara. Lalu harus bagaimana? Aku jadi ambigu dibuatnya.

"Asia, jika masih tidak bisa dibicarakan baik-baik, ayah akan dobrak pintu ini!"

Ayah semakin memperkeras suaranya. Aku menatap pintu kamarku yang terus diketuk. Kemudian, aku menghela napas dan membawa langkahku untuk membuka pintu. Setelahnya aku kembali ke atas ranjang, menutup seluruh wajahku dengan bantal.

"Kamu marah sama ayah?"

Mendengar itu membuatku dengan cepat melempar bantal yang tadi aku pakai untuk menutupi wajah ke sembarang arah. Aku menatap ayah tajam. Sekuat tenaga aku menahan air mataku agar tidak kembali luruh.

"Keputusan ayah benar-benar buat Sia nggak habis pikir." Jawabku.

Ayah tampak diam sembari memperhatikanku. Tatapannya datar, namun di mataku terlihat sangat menyeramkan.

Tidak, pokoknya aku tidak boleh gentar dan mengurungkan niatku hanya karena melihat ekspresi ayah yang seperti itu.

"Yah, sia nggak mau dijodohin." Aku menggelengkan kepalaku.

Mau ditahan sekeras apapun sepertinya tidak akan berhasil. Air mataku tetap saja terjatuh entah untuk yang keberapa kalinya. Mungkin jika aku bercermin, mataku akan terlihat sangat sembab.

"Ayah, Sia mohon tolong jangan diem aja. Tolong bicara, sia butuh penjelasan!" tuntutku karena melihat ayah hanya diam di tempatnya.

Aku turun dari ranjang dan menghampiri ayah, "yah, Sia sama Radipta itu umurnya beda jauh. Sia gak mau nikah sama laki-laki kolot kayak Radipta."

HELLO RADIPTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang