"Dari hati jadi aksi, dari hati turun ke kaki. Cita-cita jangan hanya disimpan dalam pikiran, tetapi harus diwujudkan dan diperjuangkan."
-Merry Riana-Happy Reading
°
°
°
°
°Aku mengendarai motor matic membelah jalanan dengan kecepatan sedang menuju rumah gembira. Rumah gembira adalah tempat di mana aku mengajar anak-anak yang kurang mampu. Seperti membaca, menulis, serta menghitung.
Aku tidak ingin suatu saat ada anak yang kekurangan ilmu pengetahuan akibat adanya alasan dari keluarga yang tak mampu. Karena bagiku semua orang berhak memperoleh pendidikan tanpa memandang latar belakang atau status sosialnya.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk bisa sampai di rumah gembira. Aku turun dari motorku dan lekas membuka helm bogo yang sempat aku kenakan. Tanganku beralih untuk merapikan jilbab yang tampak berantakan lantaran tertiup angin di perjalanan tadi.
Aku menarik napasku dan menghembuskannya perlahan. Kedua ujung bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman kecil, "bismillah."
Setelahnya aku melangkahkan kedua kakiku masuk ke dalam rumah gembira. Sesampainya di dalam, mataku bisa dengan jelas melihat anak-anak didik ku tengah melakukan berbagai macam rutinitas. Ada yang sedang sibuk menulis, ada yang sibuk menghafal perkalian, ada juga yang masih bermain-main.
Aku berdehem kecil sebelum membuka suara untuk menyapa mereka, "assalamu'alaikum. Selamat sore anak-anak hebat."
Mereka yang tadinya tidak menyadari kehadiran ku pun lantas menghentikan kegiatannya dan duduk dengan rapi. Serempak mereka menjawab salamku, "wa'alikumussalam. Sore juga kak Asia."
"How are you today?" tanyaku seraya memerhatikan mereka satu persatu.
"I'M FINE, THANK YOU!" jawab mereka dengan senyuman yang terpampang sempurna.
"Siap untuk belajar hari ini?"
"SIAPP!" mereka berseru.
Melihat mereka yang ber-antusias dan dipenuhi rasa semangat membuat senyumku semakin merekah. Sungguh, aku merasa bangga pada mereka. Meski keadaan tempat mereka belajar tak senyaman sekolah yang sesungguhnya, tetapi semangat dalam diri mereka tidak pudar sedikitpun. Di setiap waktunya mereka selalu ceria dan tidak pernah mengeluh jika disuruh untuk mengerjakan sesuatu.
Dan yang aku heran, mengapa banyak anak-anak yang bisa bersekolah di tempat yang nyaman dan pendidikannya terjamin justru malah bermalas-malasan. Seolah-olah pendidikan itu tidak penting untuk keberlangsungan hidupnya.
Kemudian kami pun memulai kegiatan pembelajaran seperti biasa. Terdapat kurang lebih 30 anak yang aku didik di sini, 18 perempuan dan sisanya adalah laki-laki.
Di rumah gembira juga aku tidak mengajar sendiri, ada mas Aris dan mbak Hanifah yang menemani. Mereka bekerja di sini tanpa upah, mereka ikhlas melakukannya. Dan aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan mereka. Karena di jaman sekarang ini jarang sekali ada orang yang mau bekerja tanpa didasari oleh gaji.
Beberapa waktu berlalu, kegiatan mengajar pun usai. Biasanya aku tidak langsung pulang. Aku memilih untuk berdiam diri di sini, sekadar untuk menikmati suasana atau bahkan mengobrol dengan mas Aris dan mbak Hanifah.
Saat tengah asik-asiknya menikmati sapuan angin, seseorang datang dan menepuk bahuku. Aku menoleh dan dapat melihat siapa dia. Dia adalah Azizah, anak berusia 10 tahun yang cukup dekat denganku. Azizah juga adalah anak yang aktif bertanya di dalam kelas. Dia adalah tipikal orang yang memiliki rasa keingin tahuan yang tinggi, dan aku menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO RADIPTA
RomanceAsia Naufa Akmala, seorang gadis berusia 20 tahun yang kini tengah menempuh pendidikan sebagai mahasiswi hukum. Dia adalah anak bungsu dari Mahardika Wiratama, seorang panglima TNI angkatan darat, ibunya adalah seorang dokter spesialis bedah, Arumi...