CHAPTER 06 : Pengakuan Arsa

732 38 0
                                    

  "Gue manusia biasa, gue gak bisa atur perasaan gue seenaknya."

Happy Reading guys
°
°
°
°
°
°

  Undangan pernikahanku dan Radipta sudah menyebar dari hari kemarin. Sebenarnya aku tidak mau mengundang teman-temanku untuk datang, karena aku merasa malu. Menikah dengan Radipta bisa saja akan menimbulkan asumsi bahwa aku dipinang oleh seorang om-om.

Usiaku dan Radipta terpaut kurang lebih tujuh tahun. Tua sekali kan dia? Padahal niatku dari awal mencari suami yang usianya tidak terlalu jauh dengan usiaku, sekitar satu atau dua tahun lebih tua lah. Namun naasnya, niat itu harus aku urungkan.

"Asiaaaaaaa!!!"

Aku menoleh saat suara heboh seseorang menyapa indera pendengarannku. Terlihat seorang gadis dengan baju tertutupnya berlari dengan tergesa ke arahku.

"Sia kamu mau married kah?" tanyanya.

Aku hanya menganggukkan kepala malas. Kemudian terdengar kembali seruan dari gadis itu, "maa syaa Allah ya ukhti, tidak sangka kamu secepat itu dipinang seseorang."

Gadis itu memelukku dengan erat. Sementara aku yang dipeluk seperti itu merasa tersiksa. Pasalnya, pelukan gadis itu benar-benar membuat napasku terasa sesak. Bar-bar sekali ukhti satu ini.

Mungkin diantara teman sefakultas lainnya, Syarifa Assyifa lah yang paling dekat denganku. Gadis itu adalah anak dari seorang kyai pemilik pesantren di Mojokerto. Jika dilihat dari penampilannya, pasti semua orang akan berpikir jika gadis itu kalem. Tetapi perkiraan itu salah besar. Sikap dan penampilan Syarifah sangat bertolak belakang. Percayalah, Syarifah itu sangat cerewet dan lemot.

"Asia, beneran kamu mau nikah?" tanya Syarifah lagi yang kini sudah melepas pelukannya. Aku menganggukkan kepalaku sebagai jawaban.

"Ahhhhh Asia nggak nyangka banget. Kok kamu sold out nya lebih dulu sih dari aku?" Bahkan sekarang ekspresi gadis itu sudah berubah drastis.
Aku yang melihat kelakuan Syarifah hanya bisa menggaruk kepala. Ning yang satu ini membuatku tidak habis pikir.

"Kamu tau gak apa yang bikin aku nangis bawang kayak gini?" tanya Syarifah sembari menggerakkan tangannya untuk menghapus air mata yang tak berwujud.

Dia menunjukkan surat undangan yang sempat aku berikan untuknya. Kemudian jari telunjuknya mengarah pada namaku dan Radipta yang tertera di sana. Aku mengernyitkan alis heran. Mengapa Syarifah menunjuk itu? Apa ada yang salah?

"Namamu dan calon suamimu sangat terlihat estetik. Samudera Asia, kayak letak geografis negara kita itu loh." Kata Syarifah membuatku menarik kedua ujung bibirku terpaksa. Memangnya ada ya Samudera Asia?

"Ifah, nggak ada yang namanya Samudera Asia. Negara kita ini terletak di antara dua Samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, kemudian dihimpit oleh dua Benua, yaitu Asia dan Australia." Aku mencoba untuk bersabar dan menjelaskan kepada gadis itu.

Terlihat Syarifah membulatkan matanya. Lalu ia kembali angkat bicara, "loh, emang udah diganti toh? Kok aku ndak tau sih. Kamu dapat info darimana?"

"GAK ADA YANG NGEGANTI SYARIFAH!!!"

Demi apapun berbicara dengan gadis ini membutuhkan kesabaran yang sangat ekstra. Sekadar informasi saja, bagi orang-orang yang memiliki kesabaran setipis tisu dibagi dua tidak direkomendasikan untuk berteman dengan Syarifah. Takutnya kalian bisa emosi berkepanjangan dan menimbulkan darah tinggi.

"Kamu kok ngegas? Aku kan ndak tau makanya nanya. Kamu harus inget ya pepatah yang satu ini, malu bertanya sesat di jalan." Sanggah gadis itu.

"Iya maaf." Aku menangkupkan kedua tanganku di depan dada dan kepalaku sedikit menunduk.

HELLO RADIPTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang