CHAPTER 17 : Merasa bersalah

819 36 0
                                    

"Asia, apa sesulit itu kamu menerima pernikahan ini? Apa tidak ada niat sedikit pun di dalam diri kamu untuk menerima saya sebagai suami kamu?"

Happy Reading guys
°
°
°
°
°
°

  Sekitar delapan menit waktu yang aku habiskan untuk sampai di rumah Radipta sepulang dari rumah ayah. Aku turun dari motorku dan lekas membuka helm bogo yang sempat aku kenakan di perjalanan tadi. Kemudian aku hendak melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah, namun niatku urung ketika melewati Radipta yang masih duduk manis di atas motornya, bahkan sekarang tangan lelaki itu mencekal pergelangan tanganku.

Aku memperhatikan Radipta yang mulai beranjak turun dari motor. Alisku tertaut mendapatkan Radipta yang hanya diam sembari menatap datar ke arahku tanpa sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya.

"Kenapa gak izin?"

Setelah beberapa waktu terdiam, akhirnya Radipta membuka suara juga. Sementara aku yang mendengar pertanyaan itu hanya bisa menghela napas pendek. Aku menarik tanganku yang masih berada di genggaman tangan Radipta.

Biar aku tebak, pasti dia akan mempermasalahkan tentang perilaku ku yang berpergian tanpa seizin darinya.

"Om, saya pergi cuma ke rumah orang tua saya, gak ada pergi ke tempat macem-macem." Jawabku. Jujur aku sangat malas jika harus bertengkar hanya karena masalah sepele seperti ini.

"Ada baiknya kamu izin terlebih dahulu, sekali pun hanya pergi ke rumah orang tua kamu." Tutur Radipta.

Aku diam, menatap wajah Radipta yang hanya berekspresi datar. Kemudian aku menghembuskan napas panjang. Radipta ini sangat keterlaluan, padahal aku hanya sekadar pergi ke rumah orang tua ku, tidak pergi ke tempat lain lagi.

"Maaf" ucapku.

"Hanya kata maaf?"

Mendengar pertanyaan yang keluar dari bibir Radipta membuatku mengernyitkan alis bingung. Apa? Apa maksudnya? Memangnya aku harus melakukan apa untuk menebus kesalahanku yang bahkan tidak terlalu fatal? Apa kata maaf tidak cukup untuknya?

"Om mau saya ngelakuin apa?" aku bertanya pada lelaki itu.

Radipta hanya diam, masih menatapku. Terdengar hembusan napas berat dari lelaki itu. Detik berikutnya, Radipta membuka suara kembali, "Asia, tolong hargai saya sebagai suami kamu. Apa susahnya meminta izin terlebih dahulu?"

Aku berdecih mendengar itu. Mengapa Radipta begitu berlebihan? Lagi pula apa dia lupa jika aku menjalankan pernikahan ini hanya karena dasar keterpaksaan? Tidak lebih dari itu. Aku belum menerima pernikahan ini, aku belum menerima Radipta di kehidupanku meskipun lelaki itu sudah sangat baik.

"Om, saya ingetin sekali lagi kalau say--"

"Saya menjalankan pernikahan ini hanya karena paksaan."

Mulutku diam membisu mendengar ucapan Radipta yang memotong kalimatku. Sepertinya dia sudah tahu jika aku akan berkata seperti itu, itu sebabnya dia mencela lebih dulu.

"Pinter" aku menganggukkan kepalaku, tersenyum bangga pada Radipta.

"Asia, apa sesulit itu kamu menerima pernikahan ini? Apa tidak ada niat sedikit pun di dalam diri kamu untuk menerima saya sebagai suami kamu?"

Aku kembali diam, senyuman yang sempat merekah kini perlahan pudar. Mataku menatap manik hitam legam milik Radipta. Kenapa tatapan Radipta terlihat sangat menyedihkan?

"Susah, dan gak ada." Tukasku kemudian. Aku berkata seperti itu dengan sangat jujur.

Memang, rasanya sangat sulit sekali untuk menerima pernikahan ini. Aku sudah berusaha bahkan mencoba beberapa kali, namun hasilnya tetap sama. Hatiku masih berat untuk menerima semuanya. Dan untuk mencintai Radipta pun, tidak ada sedikit pun niat yang terselip di hatiku. Aku memang menyukai Radipta, tapi bukan berarti aku mencintainya. Rasa yang aku miliki untuk dia hanya sebatas kekaguman, tidak lebih dari itu.

"Maaf, om" aku menjeda kalimatku, menundukkan kepalaku. Rasanya aku tidak ingin menatap mata Radipta, melihat tatapan Radipta membuat rasa bersalah menyeruak di dalam hatiku.
"Saya selalu coba buat nerima pernikahan ini, tapi rasanya sangat sulit. Berulang kali saya meyakinkan diri saya untuk bisa mencintai dan menerima kehadiran om di hidup saya, tapi itu semua susah. Saya gak bisa maksain hati saya."

Beberapa detik berlalu, tidak ada sahutan yang keluar dari bibir Radipta. Aku mencoba untuk menegakkan kepalaku, menatap lelaki itu lagi. Namun ekspresi Radipta tidak berubah, ekspresinya masih tetap sama seperti tadi, datar.

"Minggu depan saya pergi ke Sulawesi"

Aku membulatkan mata mendengar ungkapan Radipta. Kenapa dia akan pergi ke sana? Mengapa dia harus pergi bertugas lagi?

"Tugas?" tanyaku.

"Hanya pelatihan militer." Jawab Radipta.

Aku menghela napas berat. Ada apa dengan hatiku? Mengapa aku merasa berat untuk merelakan Radipta pergi untuk menjalankan tugasnya? Padahal itu hanya sebuah tugas biasa, yang tidak terlalu membahayakan nyawa.

"Asia, mas, kok masih di luar?"

Aku dan Radipta menolehkan kepala ke arah ummi yang baru keluar dari dalam rumah. Aku berjalan mendekat ke arah wanita itu dan menyalami tangannya. Kapan ummi pulang?

"Ummi, ummi kapan pulang? Kok sia gak tau?" tanyaku pada wanita itu. Ummi tersenyum ke arahku.

"Tadi sore, sayang." Jawab ummi.

"Kok gak bilang sih sama sia? Kan kalau gitu sia pulangnya bisa cepet." Ummi terkekeh kecil. Dia mengusap lembut pipiku.

"Sengaja, biar suprise." Balas ummi.

Aku menghela napas mendengarnya, "ummi udah makan?" tanyaku yang dijawab gelengan kepala oleh ummi.

"Kalau gitu sia masakin makanan dulu ya, ummi tunggu sebentar." Aku berujar dan hendak melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah untuk memasak makanan untuk ummi. Namun langkahku terhenti kembali ketika mendengar seruan dari ummi.

"Jangan repot-repot." Aku menggelengkan kepalaku tak setuju mendengar itu.

Tidak, aku tidak repot sama sekali. Ummi saja suka memasak  makanan untukku, jadi sekarang aku akan membuat makanan juga untuk ummi. Mulai sekarang aku akan menjadi menantu yang baik dan melayani ummi dengan sepenuh hati.

"Sia permisi" aku pamit sebelum melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah.

Tetapi aku menghentikan langkahku lagi di ambang pintu. Samar-samar aku bisa mendengar perbincangan ummi  dan Radipta.

"Ada masalah sama Asia?"

"Gak ada ummi."

"Maaf jika ummi lancang, tapi tadi ummi dengar obrolan kalian."

"Ummi sudah tahu semuanya?"

"Iya, ummi tahu jika Asia belum mencintai kamu."

"Lain kali mas tidak perlu menuntut dia seperti itu. Mungkin saat ini Asia belum menerima hubungan kalian, tapi suatu saat pasti Asia bisa menerima semuanya. Mas harus sabar ya, terus berusaha buat bikin Asia jatuh cinta. Cinta itu datang seiring berjalannya waktu."

"Siap ummi, mas gak akan nyerah untuk buat Asia jatuh cinta."

"Nah, baru ini anak ummi."

Aku menghembuskan napas berat mendengar percakapan mereka. Jadi sedari tadi ummi mendengar pertengkaranku dengan Radipta? Dan sekarang ummi juga sudah tahu jika aku tidak mencintainya putranya?

Ah, aku benar-benar merasa bersalah. Mengapa aku harus sekejam ini pada Radipta?





See u the next chapter guys 🙌
Tinggalkan jejak⭐

HELLO RADIPTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang