CHAPTER 09 : Siapa Arsa?

821 33 0
                                    

"Jika menghadap Allah, maka pastikan penampilan kamu benar-benar sempurna."

Happy Reading guys
°
°
°
°
°
°


"Asia"

"Asia"

Suara adzan diiringi panggilan seseorang menyapa indera pendengaranku saat pertama kali aku membuka mata. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk.

Mataku terbelalak kaget saat melihat sosok laki-laki yang kini tengah duduk di bibir ranjang sembari memperhatikanku. Aku merubah posisiku menjadi duduk, menyilangkan kedua tanganku di depan dada.

Radipta tidak melakukan apa-apa kan ketika aku tertidur? Dia tidak mengambil keuntungan dariku kan?

"Om gak ngelakuin hal yang macam-macam kan?" tanyaku memastikan.

Radipta yang mendapat pertanyaan seperti itu justru malah menarik kedua ujung bibirnya tipis. Bulu kudukku langsung berdiri kala melihat senyuman yang ditunjukkan oleh Radipta.

"Om, om ambil keuntungan ya dari saya?" tanyaku lagi. Bahkan kini aku ingin menangis dan melaporkan pada ayah tentang perlakuan Radipta yang tidak senonoh.

Radipta mencondongkan wajahnya ke depan, aku segera memundurkan kepalaku. Kemudian dia berkata, "memangnya kenapa jika saya mengambil keuntungan dari kamu? Bukankah itu hak saya?"

Mendengar itu membuat mulutku tidak bisa untuk membuka suara lagi. Tanganku meraih sebuah bantal, lantas dengan cepat memukul wajah Radipta dengan bantal itu beberapa kali hingga ia terbaring. Radipta pantas mendapatkan ini. Dia sudah menyentuh tubuhku tanpa seizin dari pemiliknya.

"Asia" aku menghentikan pukulan tadi saat merasakan tangan Radipta menahan tanganku. Aku menelan salivaku susah payah saat menangkap ekspresi Radipta yang saat ini betul-betul terlihat menyeramkan. Apa dia marah ya?

Terdengar helaan napas dari lelaki itu. Kemudian dia bangun dan menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Cepat bangun, kita salat subuh."

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali saat kata itu yang terlontar dari mulutnya. Jadi dia tidak marah? Atau memang menahan amarah? Aku pikir dia akan memarahiku di pagi-pagi buta seperti ini.

"Sana ambil wudhu." Titah lelaki itu, bahkan telapak tangan Radipta menepuk pipiku beberapa kali hingga aku tersadar.

Lantas aku turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Sekadar berwudhu untuk melaksanakan salat fardhu.

Beberapa menit kemudian, aku keluar dan mendapatkan Radipta yang tengah menghamparkan sejadah, bahkan dia sudah menyiapkan perlengkapan salat untukku. Melihat perlakuannya yang seperti itu tentu membuat jantungku berdebar.

Namun aku mencoba untuk mengalihkan perasaan itu. Aku memilih untuk berjalan menghampirinya.

"Kenapa gak salat di masjid?" tanyaku pada Radipta sembari memakai mukena.

"Memangnya salah jika saya ingin menjadi imam salat kamu?" jawab Radipta, balik bertanya.

Aku menahan napasku saat Radipta merapikan tudung mukena yang aku pakai. Ah, bisa tidak sih jantungku diam? Kenapa berdetak tak karuan sih? Menyebalkan!!

"Jika menghadap Allah, maka pastikan penampilan kamu benar-benar sempurna." Kata Radipta diiringi senyum diakhir kalimatnya. Aku hanya berdehem menanggapi.

Kemudian kami pun memulai kegiatan salat subuh bersama. Aku tidak pernah menyangka jika Radipta lah yang akan berdiri di depanku untuk menjadi imamku. Tidak bohong jika aku menganggumi suara lelaki itu. Bacaan Qur'an Radipta terdengar sangat merdu, bahkan dia begitu fasih membacanya.

HELLO RADIPTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang