.
.
.
.
.
.Nmixx - Love Me Like This
.
.
.
.
.
.Happy reading💫
Langit sore memeluk halaman sekolah dengan semburat jingga yang lembut, sementara gedung-gedung kelas perlahan ditinggalkan oleh cahaya siang. Namun di dalam salah satu kelas, suasana begitu kaku. Tak ada yang berani berbicara, tak ada yang berani bercanda, sebab langkah kaki Pak Scudetto baru saja terdengar di ambang pintu. Guru matematika yang terkenal tegas itu melangkah masuk dengan sorot mata tajam yang membuat seisi ruangan membeku.
Pak Scudetto, pria paruh baya dengan penampilan tegap dan penuh otoritas, menyapu pandangan ke seluruh kelas. Matanya selalu menuntut kedisiplinan yang mutlak, dan siapa pun yang tidak siap menghadapi tatapannya, pasti langsung merasa terintimidasi.
Tanpa basa-basi, ia mulai berbicara dengan nada yang dingin. "Selamat pagi," ucapnya, nyaris tanpa ekspresi.
"Pagi, Pak," jawab murid-murid serempak, meskipun beberapa di antara mereka masih menyisakan sisa-sisa kegelisahan di wajah.
Tak perlu waktu lama bagi Pak Scudetto untuk langsung masuk ke inti pelajaran. Hari itu, soal-soal rumit terpampang di papan tulis, menantang siapa pun yang berani maju. Tiba-tiba, dia menunjuk Cassandra. Walaupun sempat tersentak, namun ia sudah terbiasa dengan perhatian Pak Scudetto yang selalu memilihnya untuk mengerjakan soal di depan kelas. Cassandra berusaha menjaga ketenangannya.
"Sudah selesai?" tanya Pak Scudetto dengan nada datar namun penuh tekanan.
"Belum, Pak. Sedikit lagi," jawab Cassandra sambil terus menulis.
Namun perhatian Pak Scudetto beralih pada sosok lain, Jigar. "Kamu, maju ke depan. Kerjakan soal ini," perintahnya.
Jigar terlihat sedikit gugup, namun seperti biasa, ia menyembunyikannya di balik sikap cueknya. “Saya, Pak?”
"Ya, kamu," jawab Pak Scudetto sambil menatap Jigar dengan sorot mata yang seakan-akan memerintahkan tanpa ruang untuk membantah. Jigar pun maju ke depan, meskipun sebenarnya dia tidak yakin dengan jawabannya.
Setelah sesi menegangkan itu berlalu, bel tanda akhir jam pelajaran berbunyi. Murid-murid bernapas lega, meskipun suasana tegang masih terasa. Pak Scudetto mengakhiri kelas dengan sikap tegas yang menjadi ciri khasnya. "Jangan lupa dikerjakan tugasnya. Saya cukupkan pembelajaran hari ini. Selamat pagi."
"Pagi, Pak," jawab murid-murid, dan mereka pun langsung bergegas keluar kelas.
Cassandra, tanpa teman lain di kantin, memilih untuk bergabung dengan Jivan dan Hilary. Terdapat kehangatan yang tumbuh di antara mereka seiring waktu, seolah-olah takdir telah mengarahkan mereka untuk saling mengisi satu sama lain. Dari percakapan yang ringan hingga tawa bersama di meja kantin, tiga orang ini akhirnya membentuk ikatan persahabatan yang erat. Meskipun Daisy tidak lagi bersekolah, persahabatannya dengan Jivan dan Hilary menjadi pelengkap.
Suasana di kantin terasa lebih hangat dibandingkan dengan suasana kelas yang tadi penuh dengan ketegangan. Obrolan ringan mulai mengalir di antara mereka bertiga, hingga akhirnya Jivan bertanya, "Mau pesan apa? Gw pesenin ya."
Cassandra tersenyum. "Sama aja sama lo. Biar cepet."
Jivan berdiri untuk memesan makanan, sementara Hilary dan Cassandra tetap di meja. Mereka berbicara santai, saling mengenal lebih jauh. Namun tiba-tiba, Hilary menatap Cassandra dengan ekspresi serius. "San, tadi di kelas lo kelihatan agak beda. Lo lagi kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕀 𝕃𝕆𝕍𝔼 𝕄𝕐 𝔼ℕ𝔼𝕄𝕐
Teen Fiction[END] Terdapat bahasa kasar‼️ "Dalam cerita yang memperlihatkan dinamika antara benci dan cinta, kita menyaksikan transformasi dari kekakuan menjadi kelembutan, dari kegelapan menjadi cahaya. Peristiwa mendalam menjadi pemicu perubahan dramatis, men...