(15)

35 7 0
                                    

.
.
.
.
.
.

NCT Dream - Broken Melodies

.
.
.
.
.
.

Happy reading💫














Sejak Daisy bertunangan dengan Dozello, suasana di rumahnya yang dulunya tenang kini bertransformasi menjadi lebih hidup. Kesibukan terasa di setiap sudut, terutama dengan Isna, yang selalu berusaha mempersiapkan putrinya menghadapi fase baru dalam hidupnya. Isna tak ingin ada yang terlewat, setiap detil kecil penting baginya.

Daisy merasakan kehadiran kasih sayang ibunya dalam setiap rencana yang dibuatnya. Isna tidak hanya fokus pada pernikahan yang akan datang, tetapi juga pada kehidupan sehari-hari Daisy yang mulai berubah. Salah satu ide cemerlang Isna adalah menyarankan agar Daisy dan Dozello berangkat sekolah bersama. Awalnya, Daisy menolak gagasan itu. Bagi dia, hidupnya sudah cukup rumit tanpa harus menambah rutinitas baru dengan tunangannya. Namun, Isna, dengan segala daya tariknya, tidak mudah menyerah. Bersama Rosa, mereka terus mendorong Daisy hingga akhirnya gadis itu menyerah.

Hari-hari pun berlalu, dan rutinitas baru mereka dimulai. Setiap pagi, rumah Daisy dipenuhi oleh suara-suara riuh dan aroma sarapan yang menggugah selera. Tas sekolah, bekal, dan tawa menjadi bagian dari ritual harian mereka. Dozello selalu tiba lebih awal, duduk di ruang tamu sambil mengobrol dengan Suteja, yang senantiasa terlihat hangat dan penuh perhatian.

"Daisy! Cepat, Dozello sudah menunggu!" panggil Isna dari dapur, suaranya mengalun lembut namun tegas, mengingatkan Daisy untuk segera bersiap.

"Iya, Bunda, sebentar!" jawab Daisy tergesa-gesa, mencoba mempercepat langkahnya.

Saat Daisy keluar dari kamar, ia merasakan kehangatan yang mengalir di rumah. Suara langkahnya yang ringan di lantai kayu menciptakan harmoni pagi yang menyenangkan. Di ruang tamu, Suteja dan Dozello duduk santai, berbagi tawa dan cerita ringan, menciptakan atmosfer yang penuh keakraban.

"Maaf ya, Zel. Udah lama nunggu," ucap Suteja dengan senyum ramah.

"Tak apa, Yah. Senang bisa ngobrol dengan ayah," balas Dozello, sambil mengerutkan dahi. Ada sesuatu yang menggugah perasaannya.

Daisy merasa nyaman melihat Dozello dan ayahnya berbincang. "Ayah, Bunda, aku berangkat dulu ya," katanya sambil melangkah menuju pintu.

Suteja mengangguk, lalu berkata, "Kamu nggak sarapan dulu? Dozello baru saja selesai sarapan."

Daisy menggeleng pelan. "Nanti saja, Ayah. Aku sarapan di sekolah."

Isna, mendengar percakapan tersebut dari dapur, segera muncul dengan tatapan cemas. "Nggak, kamu nggak boleh berangkat tanpa sarapan. Kamu sering melewatkan makan di sekolah, bunda khawatir kamu sakit lagi," katanya dengan nada tegas namun penuh kasih.

Daisy hanya bisa menghela napas, menyadari betapa khawatirnya bunda. "Iya deh, Bun," jawabnya, akhirnya menerima tawaran bekal.

Isna mengeluarkan dua kotak bekal. "Ini bekal buat kamu dan Dozello. Zel, tolong awasi Daisy ya. Jangan sampai dia nggak makan. Kalau dia nggak mau, paksa saja."

Dozello mengangguk dengan serius, meskipun ada senyum kecil di wajahnya. "Iya, Bun. Dozello pastikan dia makan," ujarnya penuh tanggung jawab.

𝕀 𝕃𝕆𝕍𝔼 𝕄𝕐 𝔼ℕ𝔼𝕄𝕐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang