.
.
.
.
.
.EXO - Don't Fight The Feeling
.
.
.
.
.
.Happy reading💫
Hari itu, langit terlihat kelabu, seolah mencerminkan perasaan berat yang menyelimuti hati Dozello dan Daisy. Di tengah semilir angin yang membawa aroma hujan, mereka berdiri di ambang kehidupan baru yang tak sepenuhnya mereka inginkan. Pertunangan yang direncanakan oleh keluarga, perjodohan yang tak dapat mereka tolak, kini sudah di depan mata.
Dozello menatap dirinya di cermin. Kemeja putih yang dikenakannya terlihat rapi, namun hatinya berantakan. Ia tidak pernah membayangkan hidupnya akan berjalan seperti ini. Terlalu cepat, terlalu tiba-tiba, dan tanpa ada ruang untuk memilih. Di sisi lain, Daisy, wanita yang sebentar lagi akan resmi menjadi tunangannya, juga terjebak dalam situasi yang sama. Mereka berdua hanya bisa mengikuti arus, meski dalam hati, badai kebimbangan terus bergejolak.
Di rumah Dozello, hiruk-pikuk persiapan pertunangan membuat suasana semakin tegang. Xinavane, kakak perempuannya, terlihat sibuk, memanggil adiknya yang sejak tadi belum juga bersiap sepenuhnya.
“Dek! Cepetan! Jangan bikin tamu nunggu!” teriak Xinavane dari ruang tamu, suaranya memecah kesunyian pagi itu.
“Ya, ya! Lo cerewet banget sih,” balas Dozello dari kamarnya, sedikit kesal dengan nada mendesak kakaknya.
“Gw gaplok lo ya, Dek! Adek nggak sopan!” gertak Xinavane yang ikutan kesal dengan adiknya.
Rosa, datang menghampiri dan menengahi.
“Sudahlah, Nav. Jangan bikin suasana makin ribet. Kalian berdua harusnya tenang hari ini, ini hari besar,” ujarnya dengan senyum lembut, mencoba memberikan dukungan meski hatinya pun penuh dengan kecemasan.
Dozello menarik napas dalam, lalu menghela panjang. Hari ini bukan tentang kebahagiaan pribadi, melainkan tentang memenuhi harapan keluarga. Sebuah pertunangan yang akan mengikatnya dengan Daisy, seorang wanita yang bahkan belum lama ia kenal.
---
Sementara itu, di rumah Daisy, suasana tak jauh berbeda. Di tengah kegelisahan yang melingkupi hatinya, Daisy duduk di depan meja rias. Gaun pertunangannya sudah dikenakan, menonjolkan kecantikannya yang alami. Namun, wajahnya mencerminkan perasaan yang bertolak belakang dengan penampilannya. Sorot matanya yang biasanya penuh semangat, kini tampak kosong, memikirkan hari-hari yang akan datang setelah pertunangan ini.
“Anak bunda cantik sekali,” puji Isna, sambil menatap putrinya dengan bangga, meskipun ia tahu bahwa ini bukan momen yang sepenuhnya diinginkan Daisy.
“Terima kasih, Bunda,” jawab Daisy dengan suara pelan, mencoba tersenyum, meski terasa hambar. Ia tak ingin mengecewakan orangtuanya, namun di dalam hati, ada ketidakpastian yang tak bisa ia ungkapkan.
"Semua akan baik-baik saja, Daisy. Kamu dan Dozello hanya perlu waktu untuk saling mengenal lebih dalam," kata Suteja, dengan nada meyakinkan. Tapi bahkan dalam suaranya, ada rasa cemas yang tak bisa disembunyikan.
Daisy mengangguk pelan. Ia ingin percaya pada kata-kata ayahnya, namun hatinya masih diliputi keraguan. Meskipun ia tahu, dalam pernikahan yang diatur seperti ini, cinta mungkin akan datang seiring waktu, tetapi ketidakpastian itu membuatnya sulit untuk sepenuhnya menerima apa yang terjadi.
Ketika akhirnya keluarga Dozello tiba di rumah Daisy, suasana terasa semakin formal. Keduanya berdiri berhadapan, dipertemukan dalam sebuah prosesi yang kaku. Meski senyuman yang mereka lemparkan terlihat manis, namun di baliknya ada kegelisahan yang teramat dalam. Mata mereka bertemu sejenak, namun segera beralih, seakan menyadari bahwa tidak ada yang bisa mereka katakan satu sama lain dalam situasi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕀 𝕃𝕆𝕍𝔼 𝕄𝕐 𝔼ℕ𝔼𝕄𝕐
Teen Fiction[END] Terdapat bahasa kasar‼️ "Dalam cerita yang memperlihatkan dinamika antara benci dan cinta, kita menyaksikan transformasi dari kekakuan menjadi kelembutan, dari kegelapan menjadi cahaya. Peristiwa mendalam menjadi pemicu perubahan dramatis, men...