(17)

53 7 0
                                    

.
.
.
.
.
.

Stayc - Teddy Bear

.
.
.
.
.
.

Happy reading💫









Dozello merasakan kepanikan menyelip dalam hatinya setelah menerima kabar mengejutkan dari Jivan. Berita tentang Daisy, membuatnya seolah kehilangan kendali atas diri sendiri. Tanpa memberikan kesempatan untuk merenung, ia melesat menuju sekolah dengan kecepatan yang tak terduga. Wajahnya menunjukkan ketidakpastian dan kecemasan yang mencengkeram pikirannya. Setiap langkahnya dipenuhi rasa takut akan kemungkinan terburuk yang menimpa.

Pertandingan yang seharusnya menjadi fokus utamanya kini terabaikan. Dalam benaknya, hanya ada satu hal yang ingin dicapai, memastikan keadaan Daisy. Meski pertandingan itu penting dan telah dinanti-nanti, saat ini semua itu tak berarti dibandingkan dengan keselamatan tunangannya. Dozello merasa terbelah antara tanggung jawabnya sebagai seorang atlet dan kebutuhan mendesak untuk memastikan Daisy baik-baik saja.

Di sepanjang perjalanan menuju sekolah, pikirannya berkecamuk dengan berbagai kemungkinan. Rasa bersalah menghantuinya karena tidak dapat berada di sisi Daisy saat ia mungkin sangat membutuhkannya. Setiap detakan jantungnya seakan mengingatkannya akan pentingnya kehadirannya di sana, menambah kepanikan yang semakin dalam. Ia berharap secepatnya sampai di sekolah, di mana teman-teman mereka mungkin memiliki informasi lebih lanjut.

Setibanya di sekolah, Dozello merasa napasnya memburu. Ia segera mencari teman-temannya, matanya penuh dengan harapan dan kecemasan. Begitu melihat Sandra dan yang lainnya, ia langsung mendekat. "Gimana? Daisy di mana?" tanyanya dengan nada panik, wajahnya terlihat pucat.

"Kayaknya dia ke sini deh," jawab Cassandra sambil memberikan surat yang baru saja ia terima. Surat itu tampak basah oleh air mata, dan Zello merasakannya mengguncang hatinya lebih dalam lagi.

"Ah! SH*T!" Dozello meremas surat itu, berusaha menahan emosi yang mendesak keluar.

"Lo jangan emosi dulu, Zel. Semoga aja Daisy nggak diapa-apain," Yuki mencoba menenangkan. Hubungan mereka kini sudah membaik, dan Yuki berusaha untuk tetap optimis di tengah kecemasan yang melanda.

"Ayo kita coba kesana," lanjutnya, dan mereka semua bergegas ke tujuan yang belum jelas.

---

Begitu mereka tiba di tempat yang dituju, suasana terasa mencekam. "Buset, sepi banget," seru Jigar dengan nada bingung.

"Berisik! Jaga volume lo!" balas Yuki dengan nada galak, berusaha meredakan ketegangan.

"Hehe, maaf yank," Jigar menjawab dengan cengengesan, meskipun ia sendiri merasa tidak nyaman dengan sepinya tempat itu.

"Jijik sumpah, Gar," omel Hilary lagi, seolah mencari pelampiasan untuk rasa takutnya.

"Iri aja lo jomblo," Jigar menggoda, tetapi tidak ada yang tertawa. Semuanya terfokus pada keadaan yang lebih serius.

"Udah, udah, jangan berdebat mulu. Ayo masuk, jangan berisik!" Jivan memerintahkan, mencoba membawa semua orang masuk ke dalam rumah itu.

Saat mereka melangkah masuk, suasana menjadi semakin menyeramkan. Cassandra merasakan bulu kuduknya berdiri. "Duh, kok serem ya?" lirihnya.

𝕀 𝕃𝕆𝕍𝔼 𝕄𝕐 𝔼ℕ𝔼𝕄𝕐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang