(1)

172 15 0
                                    

.
.
.
.
.
.

IU - Blueming

.
.
.
.
.
.

Happy reading💫









Cahaya matahari yang hangat mengalir lembut melalui jendela-jendela panjang di sepanjang lorong sekolah, memantul di lantai dan dinding yang baru dipel. Sekolah SMA ini masih terasa segar dengan suasana pagi, di mana siswa-siswi baru saja memulai aktivitas mereka. Di tengah keramaian itu, Daisy berjalan bersama teman-teman sekelasnya, tertawa renyah dan berbincang santai. Hari itu seperti hari-hari biasanya, penuh canda dan obrolan ringan tentang tugas-tugas yang harus dikerjakan, film-film terbaru, atau drama cinta remaja yang tak kunjung usai.

Daisy, dengan rambut hitam yang selalu terikat rapi, kulitnya yang bersih, dan senyum manisnya, dia selalu menjadi pusat perhatian. Namun, tak ada yang mengira hari itu akan menjadi sedikit lebih "berwarna" ketika Dozello tiba-tiba muncul di belakang mereka. Dengan senyumnya yang penuh kenakalan, terkenal sebagai biang kerok kelas yang selalu punya cara untuk membuat keributan.

"WOY, DAISY, ADA KECOA DI RAMBUT LO!!" Teriakan Zello menggema di lorong, memecah keceriaan pagi itu.

Daisy, yang tidak siap, terperanjat kaget. Tangannya langsung refleks meraba rambutnya yang tergerai di bahunya. "HAH, MANA WOY, HWAAAAAAA!!" teriaknya panik, mencoba mencari hewan yang dikatakan ada di rambutnya. Wajahnya memucat, dan teman-temannya pun ikut sibuk memeriksa rambut Daisy.

Namun, hanya tawa yang keluar dari mulut Dozello. "Tapi boong!" ucapnya, tertawa lebar sambil menjulurkan lidah. Dia tampak begitu puas dengan kekacauan kecil yang baru saja ia ciptakan.

Daisy mendelik tajam, ekspresinya berubah dari panik menjadi marah. "Lo bener-bener ya!!" teriaknya, tanpa pikir panjang langsung mengejar Dozello yang dengan cekatan berlari ke arah koridor berikutnya. Teman-temannya hanya bisa tertawa melihat mereka berdua kejar-kejaran seperti anak kecil. Pemandangan itu sudah menjadi hal biasa bagi siswa lain. Dozello dan Daisy sering terlibat dalam "pertengkaran" seperti ini.

Di ujung lorong, Jigar, sosok yang dikenal penuh percaya diri, masuk ke dalam kelas dengan gaya khasnya. "Annyeong, guys! Babang Jigar ganteng dateng!" serunya, penuh percaya diri seperti biasanya. Jigar terkenal dengan gayanya yang sok tampan dan selalu merasa dirinya pusat dunia.

Beberapa teman yang duduk di dekatnya hanya menanggapi datar. "Berisik lo!" celetuk salah satu dari mereka dengan nada malas.

Jigar tertawa kecil, tak pernah benar-benar peduli dengan komentar negatif dari teman-temannya. "Alaaah, bapak Yekti ini. Belajar terus, ngapain sih? Mending ikut gw cari degem." Ajaknya sambil tertawa. "Daripada otak lo panas, hehehe."

"Aduh, ogah! Pergi lo sana sendiri," balas Yekti sambil menolak ajakan Jigar mentah-mentah. Tidak ada yang benar-benar ingin terlibat dalam dunia "hiburan" ala Jigar yang seringkali berujung pada hal-hal konyol dan tak berguna.

"Yaudah, gw cabut dulu ye. Jangan pada kangen lo!" seru Jigar sambil melangkah keluar kelas dengan gaya dramatis, seolah dia adalah tokoh utama dalam sebuah film romantis. Sebelum meninggalkan kelas, dia sempat berbisik dengan nada sok romantis, "Soalnya, kalau kata Dilan, rindu itu berat."

"NAJIS!!" Teriakan serentak keluar dari seluruh teman-temannya, membuat Jigar hanya tertawa kecil sebelum benar-benar pergi.

Namun, suasana gaduh itu segera berubah ketika pintu kelas terbuka kembali. Seorang kakak kelas bernama Jafar masuk dengan langkah mantap. "Permisi, Daisy-nya ada?" tanyanya dengan nada tenang dan sopan, berusaha mengabaikan sisa keributan yang masih menguar di udara.

𝕀 𝕃𝕆𝕍𝔼 𝕄𝕐 𝔼ℕ𝔼𝕄𝕐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang