Sera merasa terpaku, tegang, yakin bahwa dia baru melakukan sesuatu yang bodoh. Sementara mobil melaju di kecepatan penuh menuju Seodaemun-gu. Buku-buku jarinya memutih karena dia mencengkram sabuk pengaman kelewat erat. Dari mata cokelatnya yang memerah, Sera memperhatikan hamparan permadani salju menutupi trotoar jalan.
Kehendak tidak terduga yang sekonyong-konyong keluar dari pikirannya, terurai begitu saja di hadapan Raina yang pucat dan membatu. Sera tidak tahu darimana datangnya keberanian itu, yang pasti dia tidak pernah menginginkan bayi orang itu. Jika perlu, bayi sialan yang kerap membuatnya sakit perut tidak perlu lahir.
"Ka-kalau Dokter Raina sungguh ingin menolong-ku dengan merawat bayi ini, maka a'aku akan —menyerahkannya pada'mu."
Kalimat yang seharusnya terujar dengan tegas, menjadi tersendat-sendat karena keram perut kembali menghujamnya. Semakin hari bayi si brengsek itu kian menyusahkan, membuatnya tidak bisa tidur karena sulit bernapas. Si jabang bayi seperti naik ke atas, menekan ulu hati sampai paru-parunya tidak bisa bekerja dengan baik.
Sera benar-benar tidak ingin tergambar sebagai korban pelecehan yang menyedihkan, tapi sial, bayinya justru membuatnya terlihat demikian. Mundur geragapan sebelum akhirnya terduduk di sofa dengan bantuan Andrea, butuh obat kejang perut dan tambahan penguat kandungan untuk meredakannya.
Bayi sialan, umpatnya tak tertahan.
"Sera, ada apa denganmu?"
Suara Seokjin dari balik kursi kemudi terdengar terlalu tinggi berhasil membuyarkan lamunan, Sera yang duduk di kursi belakang tidak berpaling dan tetap memperhatikan deretan pohon maple melalui kaca jendela. Sementara Andrea duduk di samping Seokjin sudah tidak berkutik, gadis itu bahkan terlihat ingin menangis semenjak mereka keluar dari rumah sakit.
"Aku tahu kau tidak menginginkan bayimu," ujar Seokjin. "Tapi bukan berarti kau boleh menyerahkannya pada Raina."
"Aku tidak pernah berniat menyerahkan bayi ini padanya, dokter Raina yang menawarkan diri ingin merawatnya."
"Oh, bagus sekali," kata Seokjin.
Nada bicara Seokjin tidak sesuai dengan kata-katanya, dia bahkan menginjak rem terlalu dalam sewaktu memarkirkan mobil di halaman rumah. Bagaimanapun, Sera tengah mengandung bayi Taehyung dari hasil tindakan tidak pantas. Raina bukan menjadi ibu tiri dari anak sah suaminya, melainkan bayi malang yang tidak seharusnya ada.
"Kita bicarakan ini di dalam," tukasnya, lalu keluar dari mobil, membanting pintu dengan keras.
Mereka bertiga duduk berhadapan di ruang depan dalam atmosfir yang panas.
"Pertama, kau tiba-tiba membatalkan tuntutanmu tanpa alasan jelas, padahal bisa kupastikan kita akan memenangkan kasus itu," kata Seokjin. "Sekarang kau ingin Raina menjadi dokter pribadimu sampai bayimu lahir. Apa maumu, Cho Sera?"
"Dokter Raina bersedia merawatnya," ujar Sera. "Aku ingin melupakan kejadian malam itu, dan tetap—hidup."
Pandangan Sera tertumpu pada meja kaca yang menopang kedua tangannya, lalu lamat-lamat dia mengangkat wajahnya, menatap Seokjin lurus-lurus.
"Kalau Dokter tidak setuju, Dokter bisa menyingkirkan bayi ini tanpa aku harus—"
"Tidak!" sela Andrea, nyaris berteriak. "Itu berbahaya!" Andrea berpaling pada Seokjin saat batu menahan kalimatnya di ujung tenggorok, tapi sang dokter masih terpekur pada kenyataan tidak masuk akal yang tergelar di depan mata.
Jeda dua menit yang terasa bagai bertahun-tahun hampir melumpuhkan ketiganya.
"Permisi, aku ingin istirahat," ucap Sera, berdiri dari kursi lalu berjalan terhuyung ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blossom Tears
FanfictionPesta lajang yang membawa bencana. -- Berawal dari rencana konyol Kim Seok Jin kepada sahabatnya Kim Tae Hyung, berakhir membawa malapetaka yang tidak berkesudahan. Menyebabkan satu korban tidak terduga. Dirundung rasa bersalah pada korban, Seokjin...