Seorang anak laki-laki tengah sibuk dengan mainannya. Di ruangan itu, hanya ia sendiri. Ia sibuk dengan mainannya, sampai-sampai kini hampir keseluruhan dari lantai di ruangan itu telah kotor. Ia tak sadar jika telah mengotori hampir keseluruhan ruangan itu.
Tangannya masih sibuk bermain-main. Imajinasinya terus mengalir bersamaan dengan tangannya dengan lihai memainkan benda-benda itu.
"Iiiihh lucunyaaa, hmmm apa lagi ya? Adek bingung, ini mau dikasih gambar apa lagi. Adek pengin nulis nama, tapi kata abang ga boleh tulis-tulis nama sembarangan, adek kasi gambar mobil aja biar rame, mobil meraaah", ucapnya semangat.
Ia kembali melanjutkan kegiatannya. Habis sudah bajunya kotor kali ini. Anak itu sangat senang memainkan mainan ini, tapi sayang, ia tak bisa setiap hari memainkannya. Mungkin dalam sebulan, ia hanya bisa memainkannya dua kali.
Ia selesai dengan gambarannya, diletakkannya alat yang ia gunakan tadi disamping mainannya.
"Udah cantik, sekarang harus adek kasih tali biar ga ketuker. Tali merah nya dimana ya? Abang ni sukanya beres-beres tapi ga pernah bilang adek barangnya dipindah kemana. Hih", ia masih terus mencari dengan mulut yang terus mengomel.
Ia terus mencari, namun nihil. Ia tak menemukan barangnya itu. Ia masih belum menyerah, dibukanya satu persatu lemari yang ada disana. Begitu lemari itu terbuka, terpampang jelas, semua mainan yang ia punya.
Tidak semua, sebagian dari mainan itu adalah milik kakaknya. Mereka menaruhnya dalam satu tempat, karena prinsip mereka, milik adek adalah milik kakak, begitupun sebaliknya. Mereka tak pernah berebut mainan itu, karena mereka punya bagiannya masing-masing.
"Yeeey, ketemuu. Tuh kan, abang pasti lupa ni. Kemarin abang pasti main-main tapi beresinnya ga bener", ia masih terus mengomel. Sambil memasang tali pada mainannnya itu. Setelah dirasa cukup, ia memotong tali tersebut dan menyimpannya di rak yang ada di sudut ruangan.
"Yey, sudah cantik. Udah adek kasih benang kaya punya abang", ucapnya terpotong.
"Kamu cantik, tapi tadi kamu nakalin aku. Kata abang kalo yang nakal boleh di buat kaya gini. Harusnya kamu jangan nakalin aku, kamu juga jangan numpahin cat aku", ucapnya.
Setelah itu ia mengamati bagian tubuhnya. Bajunya sudah sangat kotor kali ini, tubuhnya juga lengket. Ia masih belum bisa membersihkan dirinya dengan sempurna, jadi jika selesai bermain ia akan memanggil kakaknya.
"ABANGG !!! ADEK UDAHHH", teriaknya. Sambil menunggu kakaknya datang, ia mengamati keseluruhan ruangan ini. Ia baru sadar jika ia mengotori seluruh bagian ruangan ini, padahal kakaknya berpesan agar jangan sampai mengotori area lain di luar area bermainnya.
"Hah, abang pasti marah ke adek", ucapnya sambil menutup mulut dengan tangan, hingga kini wajahnya ikut kotor dengan noda merah dari tangannya.
Tak lama terdengar suara langkah mendekat, bersamaan dengan pintu yang mulai terbuka.
Cklek...
Begitu sampai di ruangan itu, kakaknya kaget. Ruangan itu kini sepenuhnya kotor, barang berserakan disana. Ia juga mendapati adiknya yang kotor di sudut ruangan. Bajunya banyak bercak-bercak merah, begitupun dengan wajahnya.
Bau anyir menyeruak memenuhi ruangan itu. Lengket dapat ia rasakan di hampir seluruh sudut ruangan ini. Bagaimana tidak? Sedari tadi adiknya sibuk memainkan pisau dan berkarya diatas tubuh manusia, yang kini berserakan layaknya sampah diruangan itu. Ia kaget melihat kondisi didalam ruangan itu.
"Adekk?? Kamu ngapain sih?? Kamu nglakuin apaa !!", ucapnya dengan nada tinggi, membuat adiknya sedikit menunduk dan beringsut menjauhinya.
Ia memijit pelan pelipisnya yang tak pusing, sambil menghela napas kasar, untuk sedikit menetralkan emosinya.
"Kamu ini ngapain sih?? Abang bilang kan jangan sampe lantai lainnya kotor. Udah abang beliin plastik loh itu biar nanti tinggal buang. Siapa coba yang mau bersihin darahnya ini ?? Temboknya juga baru dua hari lalu abang cat, hih. Nambah kerjaan abang aja kamu ni", omelnya pada sang adik.
Sang adik yang mendengar nada bicara kakaknya tak lagi tinggi kembali tersenyum.
"Hehe, maap abang. Adek kesenengan tadi. Lagian abang jarang-jarang ngasih adek mainan. Kemaren abang pasti main tanpa ngajak adek, yakan? Tadi adek liat ada mainan baru di lemari"
Ah, iya. Ia baru ingat jika tiga hari lalu ia membawa seorang wanita kesini. Ia tak berniat membawa wanita itu kesini, namun wanita itu tak sengaja melihatnya "bermain" hari itu. Ia takut jika wanita itu akan membocorkannya, jadi sekalian saja, ia jadikan juga wanita itu sebagai mainan.
"Ah.. iya, itu ga sengaja. Kan ini juga abang kasih ganti baru mainannya. Yaudah, adek ambil air sana, bersihin itu lantainya. Biar abang urus dulu ini sisanya. Oiya, udah dapet lagi kan cat merahnya?" tanya nya pada sang adik.
"Udah !! Nih, dapet banyak. Kayanya manis banget deh kalo di liat-liat, kaya selai strawberry", ucapnya sambil mengecap lidah.
"Eits, jangan sampe di mam, kotor. Darah orang jahat gaenak, jangan sampe kamu mam itu ya, okey? Udah sana simpen dulu cat nya, terus ambilin air buat bersihin ini", setelah itu adiknya pergi keluar mengambil air untuk membersihkan ruangan itu. Sedangkan ia sendiri, melanjutkan pekerjaan adiknya yang belum selesai.
"Cuma gambar-gambar gini doang ya ampun, tapi kotornya sampe ke tembok-tembok. Mana gambarannya jelek banget, ngotorin tempat aja.
Lo masih kecil sih, seumuran sama adek gue. Tapi lo buat dia nangis tadi, gue gasuka. Lo juga gangguin dia tadi, jadi ya itu konsekuensi buat lo", ucapnya pada jasad itu dan setelahnya ia membereskan mayat-mayat itu. Mm, mayat? Ya, mayat. Sebelumnya memang itu bukan mayat, namun beberapa saat lalu berubah menjadi mayat karena adiknya menusukkan pisau tepat di dada kirinya.
Ia membereskan mainan milik adiknya itu dan memasukkannya kedalam lemari, untuk dipajang bersama mainan-mainan lainnya. Tak lama setelah itu, adik nya datang dan keduanya lantas membersihkan ruangan itu.
"Dah bersih, adek lain kali kalo mau main pasangin plastik dulu ya? Bersihinnya cape kan?", tanyanya.
"Iya. Abang, dia ga bakal nakalin aku lagi kan?", tanyanya pada sang kakak.
"Engga, tuh dia aja sekarang ga bisa bangun. Lain kali kalo ada yang nakal bilang sama abang ya. Adek suka main kaya gini kan?", tanyanya pada sang adek.
"Okey bang. Huh sukurin, siapa suruh ganggu aku lukis-lukis. Numpahin cat aku juga. Adek suka bang, besok kasih adek lagi yaa. Lukis-lukis di sana juga bagus, adek juga dapet cat merah banyak. Nanti adek lukis banyak-banyak buat abang dirumah", ucapnya dengan bangga.
"Nanti ya, cari mainannya dulu. Udah yuk, kita pergi. Kita mam banyak hari ini", ajak sang kakak.
"Mam itu?", tunjuknya pada salah satu jasad disana. Sang kakak hanya mengendikkan bahu sebagai jawaban atas pertanyaan adiknya itu.
Keduanya lantas pergi dari ruangan itu dan makan bersama.
"Adek mau tunjukin mainan adek ke mama!!", ucapnya selama diperjalanan. Dan sang kakak hanya tersenyum mendengarnya. Hingga akhirnya ia menyadari sesuatu.
"Loh dek, kan mama udah jadi mainan minggu lalu"
KAMU SEDANG MEMBACA
RED THREAD
Fanfiction[DISCONTINUE] Darah, nyawa, jerit dan tangis seakan menjadi sebuah kesenangan bagi keduanya. Ruangan putih polos dengan jajaran lemari kaca, menjadi saksi bagaimana gilanya mereka berdua. Bertemu dengan lima orang asing, tumbuh bersama dan membaur...