Hampir seminggu Juan izin untuk tidak ikut les dance yang orang tuanya sewakan. Kakinya baru pulih sekitar satu minggu, dan itu membuatnya tertinggal cukup jauh dengan teman-teman lainnya, sehingga ia meminta jam lebih pada pelatihnya agar bisa mengejar ketertinggalannya.
Pukul 20.30 ia baru keluar dari ruang latihannya. Sebenarnya hal biasa bagi Juan pulang malam, terlebih jika sudah mendekati hari-hari perlombaan yang biasa direkomendasikan oleh pelatihnya.
Jarak tempat latihan Juan dan rumahnya tak terlalu jauh, hanya sekitar 5 kilometer. Biasanya ia akan diantar dan dijemput oleh Jidan, tapi sore tadi ia memutuskan untuk naik bus karena jarang-jarang selama disini ia memanfaatkan fasilitas umum yang ada disekitarnya. Ia biasa naik mobil atau dibonceng motor oleh Jidan.
Juan melangkah menuju halte bus terdekat dari tempat latihannya. Jarak antara halte dan tempat latihannya hanya sekitar 200 meter. Juan duduk dikursi halte sambil mengurut kakinya yang terasa pegal. Bus belum juga datang dan suasana nampak sepi.
Lima belas menit ia menunggu, tapi tak ada bus yang lewat. Ia akhirnya memutuskan untuk menghubungi Jidan, memintanya untuk menjemput di halte itu. Jidan tak membalas pesannya, ia berniat menghubungi Azka, tapi ragu.
Dijam-jam seperti ini Azka biasanya belajar, dan biasanya tak ada yang berani mengganggunya jika ia tengah belajar. Tapi bagaimana lagi, ini sudah cukup larut dan bus masih belum ada yang lewat. Akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Azka lewat chat.
Chat telah terkirim, namun tak ada balasan dari Azka. Hanya dibaca. Hal yang sudah biasa bagi Juan, dan mungkin Jidan juga. Ia yakin jika Azka tak mungkin tega membiarkan dirinya pulang sendirian selarut ini jadi ia memutuskan untuk menunggu jemputan salah satu dari mereka.
Sambil menunggu, Juan menatap sekitar. Baru ia sadari jika tempat latihannya ini berada disekitar gedung-gedung kosong. Bukan kosong, lebih tepatnya hanya gudang properti yang jarang didatangi orang-orang.
Tak lama dari itu, Juan mendengar suara bising dari arah belakangnya. Suara seperti sebuah benda berat yang diseret. Juan penasaran, ia pun lantas melangkah mendekat kearah sumber suara.
Ia melihat seseorang yang tengah menyeret sebuah kantung kresek besar dengan susah payah, menuju kearah yang berlawanan dengan arah rumahnya. Seharusnya, cukup ia tahu sampai hal ini saja, tapi rasa penasarannya membuatnya bertindak lebih dari itu.
Ia mengikuti orang itu, kearah yang semakin jauh dari rumahnya. Langkah Juan terhenti saat orang itu berhenti di tempat yang lebih sepi dari sebelumnya. Orang itu membuka kantung kresek yang ia bawa sebelumnya, Juan bergitu kaget melihat isi dari kantung itu.
Manusia, ya, kantung itu berisi manusia. Lebih tepatnya seorang laki-laki yang sudah tak sadarkan diri, dengan beberapa luka memar di tubuh dan wajahnya. Belum hilang rasa terkejutnya, ia kembali dikagetkan dengan tindakan yang dilakukan orang itu.
Ngilu Juan rasakan saat pisau milik orang itu perlahan menggores tubuh si korban. Bukan hanya sekali, goresan demi goresan terus ia buat dikulit putih laki-laki itu. Juan yang melihatnya hanya bisa menahan napas.
Sungguh, hal yang amat ia sesali, rasa penasarannya membawanya melihat hal keji ini. Juan berusaha memotret tindakan orang itu, berencana melaporkannya setelah ini. Namun ia begitu terkejut saat orang itu membalikkan badannya, melakukan eye contact dengan Juan.
Sialan ketahuan
Juan pergi dari tempat persembunyiannya, ia berencana untuk kembali ketempat latihannya untuk meminta bantuan. Tapi terlambat, tak berapa lama ia merasa tangannya dicekal seseorang, yang sudah pasti ia ketahui bahwa itu adalah si pelaku.
Juan coba untuk berontak, namun tak bisa, kekuatannya dengan si pelaku hampir seimbang. Ia coba untuk menyerang orang itu dengan kemampuan pertahanan yang ia punya, namun dengan sigap orang itu menepis perlawanan dari Juan dan setelahnya ia menendang kaki Juan yang membuat Juan kesusahan bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED THREAD
Fanfic[DISCONTINUE] Darah, nyawa, jerit dan tangis seakan menjadi sebuah kesenangan bagi keduanya. Ruangan putih polos dengan jajaran lemari kaca, menjadi saksi bagaimana gilanya mereka berdua. Bertemu dengan lima orang asing, tumbuh bersama dan membaur...