Kini Azka, Jidan, dan Juan tengah berada di kantor polisi. Tak ada dari ketiganya yang mengeluarkan suara, semuanya diam, mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Ketiganya masih syok atas apa yang mereka lihat beberapa saat lalu.
Dari tempat mereka berada, nampak seseorang yang begitu mereka kenal tengah duduk bersama beberapa polisi disana. Tension diantara mereka nampak sangat berat, beberapa kali terlihat salah satu dari mereka menggebrak meja yang menjadi penghalang di antara mereka.
Azka melayangkan pukulan ke arah tembok yang ada disampingnya. Emosi yang ia tahan sejak tadi rasanya sudah membuncah, ia tak mampu lagi untuk terus diam.
"Ah, sialan !!", ucapnya sambil memukul tembok yang ada disampingnya.
Juan yang berada disampingnya terkejut, ia lantas memberi kode pada Jidan yang ada disampingnya, untuk melihat ke arah Azka.
Azka masih terus memukul tembok yang ada disampingnya, menyalurkan emosi yang ada dalam dirinya.
"Azka, stop", titah Jidan namun Azka masih belum berhenti.
"Azka !!", panggilnya dengan nada tinggi sambil menarik Azka agar menghadap ke arah dirinya.
"Stop nyakitin diri lo sendiri", keduanya bertemu pandang, Jidan mencoba menarik kembali fokus Azka, ia rasa Azka sempat kehilangan akal sehatnya tadi.
"Gue tau lo emosi, tapi jangan gini", tubuh Azka meluruh, kakinya seakan tak kuat lagi menopan berat tubuhnya.
"Fokus Ka, kita cari jalan keluarnya sama-sama", Jidan merangkul pundak Azka yang kini nampak bergetar.
Tak lama seorang polisi datang mendekat ke arah mereka, ketiganya lantas memandang ka arah yang sama.
"Saudara Azka, bisa ikut kami sebentar untuk dimintai keterangan?", Ketiganya memandang bingung ke arah polisi itu.
"Loh kok Azka juga pak ?", tanya Jidan.
"Dari barang bukti yang kita dapat, kami menduga ada campur tangan dan kerja sama antara Saudara Azka dengan tersangka, jadi mohon kerja samanya", ucap polisi tersebut.
"Pak, tap--", Jidan berniat mencegat namun ucapannya lebih dulu terpotong.
"Tolong jangan halangi penyelidikan ini, kasus ini bukan lagi kasus ringan, jadi tolong kerja samanya", ketiganya tentu kaget, ini sangat jauh dari perkiraan mereka bertiga.
Akhirnya mau tak mau Azka ikut dengan polisi itu untuk dimintai keterangan. Ia diarahkan untuk masuk dalam satu ruangan, dan duduk di satu kursi bersama tiga orang lainnya.
Dua orang polisi didepannya masih sibuk dengan berkas-berkas mereka. Hingga tak lama ia mendengar suara dari arah sampingnya.
"Gimana keadannya?", tanya orang itu.
"Gue gatau, tapi tadi udah dibawa sama pihak medis", ucap Azka tanpa menoleh.
"Kenapa bisa jadi kaya gini ?", tanya Azka, lagi-lagi tanpa menoleh.
"Lo percaya gue kan ?"
"Tentu kita percaya, cuma semua bukti mengarah ke lo Saga !! Kepercayaan kita ga mungkin bisa jadi bukti buat polisi bebasin lo", kini Azka nampak tersulut emosi kembali.
Ya, Saga lah yang tertangkap oleh polisi, sedangkan Mahesa, Sean, dan Regan tengah berada di rumah sakit karena luka-luka yang ada ditubuh mereka. Keadaan menjadi berbalik dan jauh dari perkiraan mereka sebelumnya.
Ingat soal Mahesa yang hanya pasrah saat Saga memukulinya, serta Regan yang dibiarkan pingsan begitu lama, sebenarnya hal itu telah disetting sedemikian rupa oleh Mahesa dan Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED THREAD
Fanfiction[DISCONTINUE] Darah, nyawa, jerit dan tangis seakan menjadi sebuah kesenangan bagi keduanya. Ruangan putih polos dengan jajaran lemari kaca, menjadi saksi bagaimana gilanya mereka berdua. Bertemu dengan lima orang asing, tumbuh bersama dan membaur...