Caused

345 30 3
                                    

Azka, Jidan, dan juga Juan dibuat khawatir karena Saga yang mematikan teleponnya secara sepihak. Terlebih sampai saat ini, ia tak lagi bisa dihubungi.

"Kita samperin ke sekolah aja yuk, udah hampir dua jam tapi di masih ga ngangkat", ucap Azka pada Juan dan Jidan.

"Jangan gegabah ka, yang ada ntar lo malah jadi korban juga. Kita gabisa gerak sendiri, mending kita bawa polisi sekalian aja", saran Jidan.

"Gimana cara lo lapor sama mereka, yang ada kita cuma di cap gila tau ga", ucap Azka dengan nada yang cukup tinggi membuat Jidan dan Juan tersentak. Untuk beberapa saat suasana hening, hingga Juan akhirnya membuka suara.

"Juan bisa jadi bukti bang, kan Juan korban", ucapan Juan membuat keduanya menoleh.

"Lo gausah ikut-ikut Juan, ini bahaya", cegah Jidan.

"Iya, gausah. Masih belum pulih juga kan?", tambah Azka.

"Emang kalian ada cara lain selain bawa Juan ? Mau buat cocoklogi sama kasus-kasus sebelumnya ? Mereka bakal ngira itu cuma candaan kalian bang. Cuma teori-teori kosong. Kalo bawa Juan kan setidaknya ada bukti", ucap Juan.

"Tap--", ucapan Jidan terpotong.

"Mau debat berapa lama lagi ? Bang Saga udah gaada kabar dari tadi, mau nunggu sampe ada breaking news yang lewat, iya?", tambah Juan.

"Oke, kita siap-siap, Juan lo harus bareng kita pokoknya, nurut, gausah aneh-aneh", mereka lantas bersiap untuk pergi. Baru saja mereka akan melangkah keluar rumah, ponsel Azka berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk.

"Saga ngechat gue", ucap Azka.

"Dia ngasih lokasi, ayo kita kesana langsung aja !!", tambah Azka sambil mencoba melangkah namun ditahan oleh Jidan.

"Liat dulu", titahnya.

Ketiganya lantas melihat lokasi tersebut, tak jauh dari tempat mereka, namun tempat yang nampak terpencil dan jarang didatangi.

"Yakin ? Saga yang ngechat lo ? Siapa tau handphonenya udah di bawa sama mereka", ucap Jidan.

"Iya bang, siapa tau itu bang hesa", sahut Juan.

"Oke kita tetep bawa polisi kesana, ayo", keduanya lantas bergegas setelah mengetahui lokasi dari Saga.

------------------

Disisi lain, Saga masih dengan posisi yang sama, begitupun dengan Regan. Regan masih tak sadarkam diri, entah apa yang mereka berikan pada Regan hingga ia tertidur selama itu.

Tak lama Saga mendengar suara pintu di buka dan menampakkan dua orang laki-laki yang amat ia kenal. Ya, Sean dan Mahesa, kakak beradik yang menjadi temannya selama ini.

"Waduh, kuat juga lo berdiri lama", ejek mahesa sambil mendekat kearah Saga.

"Brengsek, lo apa-apaan anjir", umpat Saga.

"Mau lo apa ?", tantang Saga.

"Gaada, gue butuh hiburan aja, jenuh gue", ucap mahesa santai.

"Gila lo", umpat Saga.

"Emang, btw lo ga berubah ya", ucapan Mahesa membuat Saga berpikir keras.

"Maksud lo ?", tanya Saga.

"Lo ga inget gue ?", Saga menggeleng ragu.

"Haish", Mahesa lantas berjalan kesudut ruangan. Membuka satu lemari kaca dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Baunya sangat menyengat, membuat Saga memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Masa lo ga inget ini sih", Saga masih belum menatap ke arah benda yang Mahesa bawa. Dengan ragu ia menoleh ke arah Mahesa. Mata yang tadinya nampak sayu, kini membelalak melihat mayat yang Mahesa bawa.

RED THREAD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang