Paginya, Juan turun dari kamarnya dengan kondisi yang cukup kacau. Semalaman ia tidak bisa tidur akibat ancaman dari orang itu. Bayangan soal bagaimana gilanya dia memainkan pisau di tubuh korban itu, masih menempel dengan jelas dikepalanya.
Pagi ini Juan nampak lebih pendiam, bahkan saat Jidan menjahilinya ia tak merespon. Hal ini tentu menarik atensi kedua orang tuanya.
"Juan kenapa nak? Sakit? Lemes gitu", tegur mamanya.
Juan mengangkat kepalanya menatap kearah sang mama dan memberi senyuman manis padanya.
"Engga ma, Juan ga bisa tidur aja semalem, jadi lemes", terangnya.
"Loh kenapa begadang? Tugasnya banyak? Kenapa ngga minta bantuan abang-abangnya?", tanya sang papa yang baru saja datang dari arah dapur.
"Eh? Engga kok, ini karna Juan kecapekan abis latihan aja kayanya. Ma, Juan ga sarapan dulu ya? Masih ada setengah jam, Juan mau tidur dulu bentar", ucapnya sambil melenggang pergi ke arah kamarnya.
Sesampainya di kamar, Juan merebahkan tubuhnya di kasur. Ia sungguh takut kali ini. Bagaimana jika orang itu melakukan hal yang buruk lagi padanya. Bagaimana ia harus bersikap saat bertemu nanti?
Pikiran Juan terus melayang, bersamaan dengan kesadarannya yang mulai hilang. Juan tertidur.
-------------------------------------------------------------
Juan terbangun karena suara ketukan di pintu kamarnya.
"Juan, bangun !! ayo berangkat, Jidan udah nunggu didepan", panggilnya pada Juan.
Juan menghela napas kasar, hah. Hari berat sepertinya telah menantinya. Dengan gontai ia melangkah ke arah meja belajarnya, meraih tas ranselnya dan lantas pergi ke arah pintu.
Begitu pintu dibuka tampak Azka yang sudah menunggunya. Dengan lemas Juan menghampirinya, pandangannya terus kebawah, entahlah, ia sedang tak ingin melihat siapapun hari ini. Tapi ia tak mungkin bolos, orang itu pasti akan marah padanya.
Azka merangkul Juan yang lebih pendek darinya. Juan terkejut, karena daritadi pandangannya terus kebawah.
"Sorry ya buat yang semalem", ucap Azka sambil menunjukkan senyumnya. Sedangkan Juan hanya menanggapinya dengan senyum getir. Padahal biasanya ia akan sangat senang jika Azka menyapanya, tapi entahlah, moodnya sedang buruk hari ini.
Mereka berdua lantas turun, menghampiri Jidan dan pergi ke sekolah.
--------------------
Saat istirahat, Juan memutuskan untuk pergi ke uks saja. Ia ingin tidur sebentar, ia sungguh pusing kali ini. Ia tak terbiasa begadang, jadi hal ini tentu memberi dampak yang cukup buruk bagi Juan.
Ia juga telah izin pada si ketua kelas, kalau memang sampai jam istirahat habis nanti ia belum kembali ke kelas, ia meminta untuk diizinkan sakit. Beruntung si ketua kelas mau diajak kerja sama, bukan, lebih tepatnya karena melihat muka Juan yang tampak memelas.
Juan merebahkan dirinya di ranjang uks. Dari awal masuk ia terus menutup hidungnya. Bau obat dan bau khas ruang perawatan amat menusuk hidungnya, ia tak suka itu. Ia coba tahan untuk tetap berada di uks, namun sepertinya ia tak sanggup lagi, jadilah ia pergi ke rooftop yang ada disekolahnya itu.
Di rooftop itu ada satu bangku panjang dan beberapa bangku sekolah yang sudah usang. Ia merebahkan dirinya di kursi panjang itu, mencoba untuk tidur dan mengabaikan ponselnya yang sedari tadi terus bergetar.
Belum lama ia terlelap, dalam tidurnya ia mendengar suara seseorang mendekat. Juan terlalu malas untuk membuka mata, jadi ia coba abaikan orang itu. Mungkin siswa lain, pikirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
RED THREAD
Fanfiction[DISCONTINUE] Darah, nyawa, jerit dan tangis seakan menjadi sebuah kesenangan bagi keduanya. Ruangan putih polos dengan jajaran lemari kaca, menjadi saksi bagaimana gilanya mereka berdua. Bertemu dengan lima orang asing, tumbuh bersama dan membaur...