Prolog

65.5K 3.1K 26
                                    

Allen bangkit dari posisi tidurnya begitu mendengar pintu terbuka. Tidak lupa menggenggam dan membawa handuk hijau yang sudah ia keluarkan dari lemari pakaian.

Dengan cepat kakinya ia bawa menuju ruang tengah untuk melihat siapa yang berada di sana. Beruntung tidak ada pintu menghalangi, jadi Allen tidak perlu bersusah payah membuka pintu dengan tubuh yang pendek ini.

Di sana, ada seorang pria cantik. Mengenakan kemeja putih dan celana bahan hitam, semuanya basah sama seperti rambut hitamnya. Suara guntur dan rintik hujan menjawab pertanyaan yang muncul tidak lebih dari satu detik.

Seolah tahu apa yang akan terjadi, Allen menghampiri pria itu. Tanpa berbicara menyerahkan handuk membuat pria itu tersenyum tulus.

"Terima kasih, Allen. Papa pulang."

Felix Sahnon.

Seorang pria omega yang Allen tahu sebagai seseorang yang telah melahirkannya. Bekerja keras pagi sampai malam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Telah merawat Allen hingga tumbuh sehat sampai saat ini. Tidak lupa meluangkan waktu untuk Allen, memberikan secukupnya kasih sayang yang membuat Allen tidak merasa sedih.

Mereka hanya hidup berdua di rumah sederhana ini. Tidak ada ayah, saudara, maupun lainnya. Felix tidak pernah memberitahu sedikitpun tentang keluarga kandungnya. Saat Allen bertanya pun, Felix akan langsung mengalihkan pembicaraan. Tidak membiarkan Allen untuk tahu apa yang terjadi sebenarnya.

Karena Felix selalu bekerja, Allen tumbuh menjadi anak yang mandiri. Tidak pernah Allen mengeluh untuk sesuatu yang sederhana. Setiap ada sesuatu yang ia inginkan, Allen akan memendamnya dalam -dalam. Karena Allen tahu, sang papa bekerja keras untuknya. Jadi ia harus bisa melakukan setidaknya hal yang tidak membuat Felix sedih ataupun kecewa.

Allen membalas senyuman Felix. Menggenggam tangan kurus dan kasar dengan lembut, meminta perhatian Felix untuk menatapnya.

"Papa, tadi aunty Lina membawakan makanan untuk makan malam." Jelas Allen begitu Felix menatapnya.

"Apa kamu sudah makan?"

Allen menggeleng. "Allen menunggu papa. Akan lebih menyenangkan kalau makan berdua."

Aunty Lina. Salah satu tetangga yang rumahnya tepat berada di sebelah kanan mereka. Seorang janda tanpa anak tinggal sendiri di rumah tersebut. Terkadang karena tidak ada pekerjaan, Allen sering di titipkan kepada Lina. Menjadikan sosok wanita itu seperti ibu keduanya setelah Felix.

"Seharusnya kamu makan duluan saja. Bagaimana kalau papa tidak pulang sampai besok?"

"Tidak mungkin. Uncle Shuwan tidak akan sejahat itu membiarkan papa menginap di restoran."

Felix menatap Allen canggung. Sedangkan yang di tatap menatap lurus papanya.

Sejak dahulu kalau tidak di titip pada Lina, Felix akan membawa anaknya ke tempat kerjanya. Sebagai seorang waiter di salah satu restoran China membuat Felix selalu memiliki jadwal yang penuh. Tidak bisa pulang tepat waktu sesuai keinginannya maupun memiliki waktu libur yang banyak. Karena itu ia tidak ada pilihan lain untuk menitipkan Allen pada pemilik restoran, Shuwan Lau.

Dia seorang pria alpha yang baik. Senang ketika Felix menitipkan Allen kepada pria itu. Saat bekerja maupun saat Felix sakit*.

Ia juga terkadang memberikan kesempatan untuk Felix pulang lebih jika pekerjaannya sudah selesai, tidak harus menunggu restoran tutup. Bahkan kadang memberikan beberapa makanan dari sisa bahan restoran.

Karena itu mungkin Allen jadi mengerti seperti apa Shuwan ini sebenarnya.

Felix menghela napas. Melihat anaknya yang masih berusia delapan tahun sudah sangat mandiri. Walaupun tidak sekolah, Felix sering memberikan Allen buku pelajaran. Jika ada waktu ia akan mengajarkan beberapa kepada Allen. Menjawab pertanyaan absurd yang muncul di kepala kecil itu dan lainnya.

"Ya sudah. Kalau begitu kita makan?"

"No! Papa mandi dahulu, nanti masuk angin! Allen sudah siapin air panas untuk papa!"

Dengan tangan kecilnya Allen mendorong Felix dari belakang. Felix tertawa gemas. Mengangkat anaknya ke dalam gendongan lalu mengecup setiap ichi wajah Allen.

"Papa! Baju Allen basah, Allen sudah mandi!"

"Tidak apa, ayo kita mandi bersama."

"Allen sudah mandi papa!"

Malam itu tetap sama seperti malam-malam sebelumnya. Tawa hangat dari Felix serta gerutuan Allen, menghidupkan suasana yang ada di rumah sederhana ini.

〰️〰️〰️

Berbeda tempat, terdapat seorang wanita tua terbaring tidak berdaya di atas tempat tidur. Tangan kanan terpasang apik jarum infus yang direkatkan. Pada hidung terdapat nassal cannula mengalirkan bantuan oksigen kedalam pernapasan.

"Nak, ibu punya permintaan terkahir."

Suara lirih dari seorang wanita tua mengalihkan pikiran dalam pria di sampingnya. Duduk di kursi single, menatap wanita tua yang merupakan ibu-nya dengan sendu.

"Bu. Sudah saya bilang. Ibu akan sembuh. Tidak ada permintaan terkahir." Pria itu berujar. Menggenggam tangan sang ibu erat, menyalurkan kekuatan ke dalam tangan yang rentan itu.

Sang ibu tidak mengatakan apapun. Membalas genggaman sang anak lalu menghela napas panjang.

"..Felix..."

Dapat di rasakan genggaman menjadi kaku. Pria berumur hampir kepala empat itu menatap tidak percaya sang ibu yang menuturkan nama seseorang yang sudah lama seharusnya ia-dan lainnya lupakan. Seseorang yang sudah menorehkan luka begitu dalam untuknya.

Seolah mengerti, sang ibu tersenyum. Memberikan gerakan lingkaran pada tangan sang anak melalui ibu jarinya. Menyadarkan sang anak dalam keterdiamannya. "Apa kamu begitu membencinya?" Tanyanya.

Tatapan berubah menjadi sendu. Memutar otak untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang diberikan.

Dengan terbatuk-batuk, sang ibu menatap langit-langit ruangan. Mengenang beberapa ingatan kasar yang dimilikinya, ingatan yang membuatnya merasa begitu menyesal.

"Ibu mau, kamu membawanya kembali kepada kita."

"Ya?"

"Bawalah ia dan perbaiki hubungan kalian. Itulah permintaan terakhir ibu, Dion."

.

.

.

How My Papa And I Found Our FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang