Thirty-four

11.9K 1.1K 58
                                    

Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit lalu. Kini Allen dan Riley bergandengan berjalan menunju halaman belakang sekolah, mengabaikan seluruh pandangan anak-anak lainnya yang menurut Allen begitu mengganggu.

Tangannya yang bebas menenteng kotak P3K yang diambilnya dari ruang kesehatan saat akan menuju halaman belakang. Ia terus menggenggam tangan Riley sampai akhirnya mereka sampai dan keduanya duduk di kursi besi tidak jauh dari pohon besar di sana.

Allen mulai membuka kotak P3K. Mengambil kapas, kasa, plester, betadine, dan pinset. Seperti begitu pengalaman, Allen menarik plester dan mengambil kasa yang sudah dalam ukuran normal itu, direkatkan plester menyisakan sisa agar nanti dapat menempel di kulit Riley. Kemudian Ia membuka botol alkohol lalu menjepit kapas dengan pinset. Di tuangkan sedikit cairan alkohol pada kapas. Barulah Allen mendekatkan kapas pada memar luka milik Riley.

"Ini akan perih. Ley tahan ya?"

Allen perlahan membersihkan memar di wajah Riley. Alasannya, karena ada bekas goresan di sana yang tertinggal pada memarnya. Suara ringis keluar dari bibir Riley ketika kapas menyentuh memarnya. Secara otomatis menggenggam tangan Allen yang tidak berhenti membersihkan memarnya itu.

Allen terdiam sejenak. Melihat Riley menutup mata dan mengigit bibir bawahnya. Tangan menggenggam erat tangannya tahu kalau itu akan memerah jika dilepaskan nanti.

Allen membiarkan tangannya di genggam oleh Riley, melanjutkan aktivitas membersihkan memar dengan sedikit luka di wajah Riley itu. Tangannya yang satu mengambil kasa yang sudah di rekatkan dengan plester. Kasa sendiri di tuangkan sedikit betadine. Ditutup memar dengan kasa dan membenarkan perekat plester pada kulit.

"Sudah selesai." Ucapnya sedikit memundurkan tubuh. Melihat Riley yang berkedip-kedip lalu menyentuh pipinya sendiri untuk merasakan kasa tertempel di pipi. Tangan akhirnya melepaskan genggaman, meninggalkan bekas merah pada lengan Allen.

Allen kembali membereskan peralatan yang di gunakan. Menyusunnya dengan baik lalu menutup kotak, menyimpan di sisi kirinya yang kosong lalu kembali menghadap Riley yang berbinar.

Mengetahui mata berbinar Riley, tanpa di tanya pun Allen mengerti arti tatapan itu.

"Papa itu orangnya ceroboh. Kadang papa pulang dengan tangan luka ataupun lengannya memar. Jadi Al inisiatif buat bantuin papa deh rawat luka-lukanya. Makanya Al tahu caranya."

Dengan bangga Allen bercerita. Menaikkan dada dan menghembuskan napas, menunjukkan kalau memang dirinya sangatlah hebat.

Riley bertepuk tangan meriah.

Kruyuk~

Suara perut berbunyi menghentikan kemeriahan keduanya. Riley dan Allen sama-sama memandang. Terdapat rona merah di pipi Allen ketika mengetahui suara itu berasal dari pipinya.

Riley mengambil tangan Allen, seperti biasa menuliskan sesuatu di tangan Allen untuk berkomunikasi.

Al mau makan bareng Ley? Hari ini Ley bangun pagi buat bikin makan siang. Tapi kebanyakan.

Riley mengambil kotak makan yang memang sudah di bawanya sedari tadi. Sebuah kotak makan yang di bungkus dengan kain berwarna. Saat di buka, terdapat kotak makan dengan tutup transparan. Allen dapat melihat isi dari bekal yang di bawa oleh Riley.

Ketika di buka, barulah Allen dapat melihat lebih jelas isi bekal itu. Hanya telur dadar serta mie, di sisi kiri ada tiga buah potong brokoli serta wortel.

Makanan yang simple, tetapi cukup membuat Allen keroncongan.

"Beneran Al boleh makan ini?" Tanyanya. Mendapatkan anggukan pelan dari Riley saat anak itu mencoba membagi dua prosi makanan di dalam kotak bekal dan memberikan Allen sendoknya.

How My Papa And I Found Our FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang