Suara tangisan bergema membangunkan Dion dari tidur singkatnya. Ia mendudukkan diri, melihat ke arah kiri dimana jam analog terpajang.
Jarum pendek jam menunjuk ke angka tiga, menandakan baru tiga puluh menit sejak Ia tertidur.
Pantas rasanya mengantuk sekali.
Dion turun dari tempat tidur. Berjalan menuju pintu dan membukanya, mencari arah sumber tangisan yang telah membangunkannya.
Di ruang utama, Dion menemukan Felix terduduk di sofa single. Bersama dengan anak bungsu mereka, Caine, yang duduk sembari terisak di pangkuan Felix. Tangannya mengusap punggung si kecil, memberikan kenyamanan pada Caine yang meremat pakaian dan menyandarkan kepalanya pada dada Felix.
Felix menyadari keberadaan Dion menoleh. Begitu dengan Caine, yang langsung mengangkat kepala dan mengulurkan tangan meminta Dion untuk mengangkatnya.
"Ayah~"
Dion tersenyum kecil. Mengenyampingkan rasa lelah dan kantuknya karena pekerjaan yang dilakukan dan kurangnya tidur, Dion menghampiri kedua orang kesayangannya dan membawa Caine ke dalam gendongan.
Suhu panas tubuh Caine menyebar, Dion dapat merasakan napas hangat Caine di leher ketika anak itu meletakkan kepala di pundaknya. Dion menatap Felix yang sama terlihat lelah dengannya, tetapi senyum manis masih terpatri di bibir tipisnya.
"Demam Caine naik lagi?" Tanya Dion, mengayunkan gendongan dan menepuk punggung sang anak saat terbatuk akibat tangisnya.
Anggukan Dion terima. Di atas meja Dion melihat berbagai macam obat tergeletak begitu saja serta baskom berisi air dan kain kompres yang tersampir di pinggirnya. Sepertinya Felix langsung melakukan apapun itu saat mengetahui demam sang anak naik.
"Ayah.." Lirihan terdengar, Caine mengangkat kepala untuk memperlihatkan wajahnya yang basah dengan air mata dan keringat. Pipi gembil anak itu memerah, berbeda dengan bibirnya yang begitu pucat. "Kepala Ai pusing.."
Dion mengusap pipi lalu kening. "Mau ke rumah sakit?" Sarannya yang langsung di tolak oleh Caine.
Anak itu menggeleng. Kembali menenggelamkan wajah pada ceruk Dion dan kembali menangis.
"Tapi nanti pusingnya tidak hilang."
Caine tetap pada pendiriannya. Menggeleng dan semakin mengencangkan tangisannya. Hal itu membuat Dion khawatir. Takut demam sang anak semakin meninggi.
"Baiklah. Kita tidak pergi."
Dengan begitu tangisan Caine mereda, menyisakan isakkan yang sama seperti sebelumnya. Dion terus mengayunkan tubuh di gendongan. Ia juga memperhatikan Felix yang mulai membereskan barang-barang di atas meja.
Felix terlihat semakin kurus dari hari ke hari. Dan Dion akan mengatakan itu adalah salah dirinya. Dion tidak dapat memberikan Felix kenyamanan yang seharusnya di miliki oleh omega sebagai pasangannya.
Sudah beberapa tahun terlewat setelah pernikahan keduanya. Tetapi sepertinya kebahagiaan belum berpihak pada keluarga mereka.
Dalam jangka waktu hingga sekarang, Felix sudah mengalami dua kali keguguran.
Kehamilan pertama terjadi sebulan setelah pernikahan keduanya. Tentu Dion sangat senang. Ia langsung meminta Lisa dan Roan untuk menjaga ketat sang istri. Dion sendiri lebih mengurangi jangka waktu berada di kantor agar dapat bersama Felix lebih lama.
Sayang, sang bayi yang seharusnya terlahir di musim panas depan itu harus pergi. Felix mengalami keguguran pada bulan keempat setelah merasakan keram yang teramat sakit pada area perut.
KAMU SEDANG MEMBACA
How My Papa And I Found Our Family
Teen FictionAllen Sahnon, anak berusia delapan tahun yang tinggal di komplek kumuh pinggir kota. Tinggal hanya bersama dengan sang papa membuat Allen harus mandiri di usia dimana anak-anak lainnya bermanja. Meski begitu, Allen tidak pernah kekurangan kasih say...