Special Episode 2

5K 385 7
                                    

Caine duduk di kursi belajar dengan memegang kepala. Dia sudah seperti ini sejak menulis sepuluh halaman penuh catatan sekolahnya.

Ujian memasuki perguruan tinggi hanya menghitung beberapa bulan lagi. Caine sering kali disibukkan oleh tugas-tugas maupun ujian didepan mata. Dia bahkan tidak mengingat kapan terakhir kali tertidur nyenyak.

Disamping itu, ada suatu hal yang entah mengapa menganggunya akhir-akhir ini disela kesibukannya.

"Tidak ada yang akan menerima omega sepertimu."

Suara berat yang familiar terdengar didalam kepala. Itu sang kakek, berbicara padanya yang kala itu masih berusia dua belas tahun. Tepat sehari setelah pemeriksaan gender kedua miliknya muncul.

Tidak bisa Caine lupakan bagaimana George menatapnya. Memberikan tatapan merendahkan seolah Caine adalah kotoran yang seharusnya tidak ada disana.

"Kau hanya akan menjadi jalang seperti ibumu."

"Sial."

Caine mencoba menyadarkan diri sendiri. Ia menepuk keras kedua pipi, menggeleng kepala keras menghilangkan suara-suara ghaib di kepala.

"Nggak ada salahnya menjadi omega." Gumamnya pada diri sendiri setelah tenang. "Papa bukanlah jalang."

Ia terus mengatakan hal itu sampai suara ketukan terdengar. Caine menoleh kearah pintu saat ketukan semakin lama terdengar semakin keras dan terkesan memaksa.

"Apa?!" Seru Caine.

Bukannya berhenti, ketukan masih terus berlanjut membuat Caine mengerutkan keningnya dalam.

"Ck." Berdiri menimbulkan deritan kursi pada lantai. Kemudian berjalan kesal ke arah pintu dan membukanya setelah menarik napas dalam-dalam.

Ia siap untuk memarahi siapa yang mengetuk pintunya secara tidak manusiawi itu. Di kepala sudan muncul kata-kata kasar yang mungkin bisa di lontarkan nantinya.

Tetapi semua itu tertahan di ujung lidah setelah melihat sosok Garvin berdiri disana. Kemeja abu melekat memeluk lekuk tubuh dengan baik, celana hitam katun polos pas sekali dengan kemejanya.

Surai cokelatnya yang sudah memulai memanjang diselipkan pada belakang kuping, menunjukkan satu sisi wajahnya yang tampan itu.

Sosok yang tidak Caine lihat selama sebulan penuh akhirnya muncul di hadapan. Akibat pekerjaan mendadak, Garvin harus pergi keluar kota selama tiga bulan. Dan itu cukup membuat Caine merindukannya.

Tetapi Caine ingat kalau Garvin tidak akan pulang sampai dua bulan kedepan.

Jadi kenapa pria itu sekarang berdiri dihadapannya.

"Kamu.. kapan pulang?" Tanya Caine setelah terdiam cukup lama mengamati keberadaan Garvin.

Alpha dihadapannya memberikan senyum tampan, membuat Caine mengangkat sebelah alisnya.

"Baru tadi. Dari bandara saya langsung kemari." Jawabnya tanpa ragu.

"Pekerjaan mu? Bukannya masih ada dua bulan lagi?"

"Saya menyelesaikan semuanya dengan cepat. Maka dari itu saya jarang membalas chat kamu."

Oh, Caine mengerti.

Tetapi Caine menepis ucapan Garvin didalam hati ketika menyebutkan kalau pria itu jarang membalas chat nya. Nyatanya, chat pertama yang Caine kirim pada saat Garvin berangkat saja tidak pernah di balas oleh pria itu sampai sekarang.

"Ayo masuk."

Pintu di buka lebih lebar agar Garvin dapat masuk. Setelah masuk, ditutupnya pintu dan tidak lupa memutar kunci.

How My Papa And I Found Our FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang