Dion ingat betapa panik dirinya ketika mendengar tangisan anak-anaknya begitu bergema di dalam mansion. Dion langsung bergegas lari, membuka pintu yang tanpa sengaja di bantingnya, lalu melihat Felix terduduk diam.
Dion akan marah mengetahui Felix tidak melakukan apapun saat ketiga anaknya menangis di crib mereka. Tetapi kemarahan itu mereda seketika setelah melihat bagaimana kosongnya tatapan Felix. Ekspresi menunjukkan kesedihan yang mendalam serta air mata membasahi pipi putih itu.
Perlahan Dion mendekat. Memanggil nama sang pasangan sampai dirinya sadar. Di tangkup kedua pipi, mengusap menggunakan ibu jari memberikan kenyamanan pada Felix.
Omega tidak sadar. Dion tahu itu.
Setelah kejadian tersebut, Dion memutuskan untuk terus bersama dengan Felix. Ia juga kembali membawa Felix ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Dan hasil yang didapatkan tetap sama.
Dion sampai memerintahkan Lisa serta pengawal baru yang di rekrutnya, Roan, untuk terus memasang mata dan telinga di sekitar Felix.
Ia tidak dapat lagi meninggalkan Felix dalam keadaan sendirian. Bukan maksud dari Dion yang tidak percaya dengan Felix untuk menjaga anak-anaknya seorang diri. Ia hanya tidak ingin pasangan serta anak-anaknya mengalami kejadian yang mengenakkan karena hal ini.
Seperti sekarang, Dion berencana untuk menghabiskan waktu dengan Felix. Pekerjaan di kantor diserahkan pada sekretaris, meminta tolong padanya untuk dapat menggantikannya selama seminggu ke depan.
Dion duduk di kursi kayu. Memperhatikan omega yang sedang bermain kejar-kejaran bersama tiga anaknya.
Banyak kelopak bunga yang jatuh ke tanah, memberikan warna pada rumput hijau di tanah yang tidak luput dari injakkan kaki-kaki kecil anak-anak serta milik Felix.
Sebuah taman bunga Dion bangun di belakang mansion untuk Felix.
Dion mendapatkan saran dari salah satu bawahannya kalau aroma bunga dapat mengatasi kecemasan dan masalah kesehatan. Jadi Ia memiliki ide untuk membangun taman bunga. Tambah-tambah untuk memberikan hobi baru pada Felix yaitu menanam dan menyiram bunga.
Hal itu cukup membuat Felix lebih rileks. Setiap pagi, entah itu sadar atau tidak, Felix akan berjalan menuju taman bunga untuk merawat bunga-bunga yang Dion berikan. Terutama bunga Azalea yang di tanam tepat pada tengah-tengah taman.
"Ketangkap!"
"Waa!"
Seruan Felix dan pekikan Caine mengalihkan perhatiannya. Dion melihat Felix yang menggendong Caine seperti sebuah karung. Berjalan perlahan untuk mengejar kedua anaknya yang lain yang berlari agar tidak ikut tertangkap.
Keduanya terlihat berlari menuju Dion. Dimana Dion sendiri mengerutkan kening ketika dua balita mencoba untuk bersembunyi dikakinya dan mendorong Dion untuk maju.
"Ayah coba selang montel nya! Ai di tangkap!" Ujar Brent. Memiliki kekuatan terbesar dalam usaha mendorong Dion sehingga Ia mau tidak mau harus berjalan menghampiri Felix.
Felix masih memiliki peran sebagai monster di dalam permainan kanak-kanak ini. Ia berkacak pinggang selagi tangannya yang satu menahan tubuh Caine di pundak.
"Wahahahahaha! Kalian pikir kalian dapat menang saat membawa pemimpin kalian?!" Seru Felix. Begitu mendalami perannya sampai-sampai membuat Caine benar-benar takut di pundaknya. Anak itu sudah terisak, tangannya luruh kebawah seperti sudah menyerah dengan nasibnya.
Brent dan Ethan masih di belakang menatap Dion yang tidak mengatakan apapun. Berharap sang ayah dapat mengikuti permainan mereka dan menyelamatkan Caine dari gendongan Felix.
KAMU SEDANG MEMBACA
How My Papa And I Found Our Family
Teen FictionAllen Sahnon, anak berusia delapan tahun yang tinggal di komplek kumuh pinggir kota. Tinggal hanya bersama dengan sang papa membuat Allen harus mandiri di usia dimana anak-anak lainnya bermanja. Meski begitu, Allen tidak pernah kekurangan kasih say...