12. Langkah Pertama

4.5K 547 35
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Holaaa, yuk yang punya aplikasi Karyakarsa dan KBM bisa ikuti DIGNITY di sana juga ya.

Happy reading semuanya.
Enjoy

"Ayah nggak ada jadwal hari ini?"

Pertanyaan yang aku berikan pada Ayahku saat beliau mengajakku untuk keluar dari gedung Divpropam dengan alasan Brunch membuat Ayah yang tengah bersiap seketika menoleh ke arahku, "tidak ada jadwal mendesak, Nak. Ayah bisa atur semuanya." Jawab beliau dengan santai.

Tidak ingin berdebat, aku memilih diam di tempatku memperhatikan Ayah yang kini tengah berbicara di balik sambungan telepon, entahlah, mungkin beliau tengah berbicara dengan ajudan beliau untuk mengatur ulang jadwal yang harus di tunda karena Ayah masih ingin berbicara banyak denganku.

Sikap manis beliau sebagai seorang Ayah yang tengah berbahagia karena anaknya yang sudah lama tidak bersua datang menemuinya nyaris saja menipuku. Yah, segala alasan yang beliau utarakan nyatanya tidak membuat hatiku yang terlanjur membatu tergerak. Semuanya terdengar bagai omong kosong yang tidak ada artinya untukku.

Bahkan sikap manis beliau sebagai seorang Ayah nyatanya memantik kebencian yang begitu mendalam, karena nyatanya tidak secuil pun dalam 18 tahun hidupku aku merasakan manisnya sikap seorang Ayah, sikap manis itu hanya di berikan kepada Pelakor dan anak-anak haramnya.

"Ayo, Al. Kita makan di luar, Ayah ingin membicarakan masalah kuliahmu nanti."

Menurut akan apa yang di katakan Ayah aku memilih bangkit, lengan Ayah terulur, memintaku untuk menggandeng beliau dan langsung aku terima, tidak lupa senyuman terbaik aku berikan kepada beliau yang langsung di sambut Ayah usapan di puncak kepalaku.

Beriringan aku dan Ayah keluar, dengan beberapa ajudan Ayah yang ternyata jumlahnya lebih dari lima, banyak tatapan mata memandang ke arahku dengan penuh keheranan, apalagi saat aku menggandeng Ayahku ini, entah apa yang ada di pikiran mereka sekarang ini, saat aku mengatakan jika aku putri Ayahku mereka tidak percaya, mungkin sekarang mereka mengira aku adalah gundik Ayahku. Aku sama sekali tidak ambil pusing dengan tatapan tersebut, memangnya siapa yang berani mengejekku sekarang ini saat aku bisa membuktikan jika ucapanku bukan sekedar kehaluan?

DIGNITY (Pembalasan Luka Putri Sang Jendral)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang